Imlek dan Upaya Membangun Harmoni Melawan Pandemi
loading...
A
A
A
Rio Christiawan
Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya
IMLEK 2021 jatuh pada Jumat, 12 Februari. Meskipun esensi Imlek itu sendiri tidak pernah berbeda, nuansa Imlek tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Imlek tahun sebelumnya identik dengan perayaan di ruang publik, misalnya pertunjukan khas barongsai hingga berkumpulnya sanak saudara untuk merayakan tahun baru ini.
Sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Imlek tidak lagi dirayakan secara terbatas, melainkan secara luas. Setiap Tahun Baru Imlek seluruh masyarakat selalu merefleksikan harmoni kebersamaan masyarakat Tionghoa di Tanah Air yang telah menjadi bagian sepenuhnya dari masyarakat Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Imlek telah dimaknai selain sebagai hari raya juga sebagai festival yang bersifat kebangsaan.
Secara kontekstual pemaknaan "harmoni" pada perayaan Imlek tahun ini mengalami perluasan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada perayaan Imlek sebelumnya pengertian harmoni dimaknai sebagai bentuk penerimaan satu sama lain. Pemaknaan tersebut mengacu pada harmoni yang dibangun sejak zaman kolonialisme Belanda, khususnya terminologi itu dipergunakan untuk menunjukkan diterimanya para kapitan Tionghoa di Indonesia oleh masyarakat setempat.
Myra (1996) menjelaskan bahwa makna kata harmoni sebelumnya merujuk pada teori resepsi (penerimaan) masyarakat Tionghoa di Indonesia beserta segala budaya dan tradisinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dan sebagai bagian dari budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Pemaknaan harmoni tersebut merujuk pada terbentuknya fakta historis bahwa masyarakat Tionghoa turut menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan hingga masa sekarang ini.
Kata harmoni dalam berbagai literatur sejarah merujuk pada upaya pemerintah kolonial yang telah memisahkan masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, yang kala itu disebut sebagai masyarakat inlander (pribumi). Hal ini terlihat dari penggolongan penduduk oleh pemerintah kolonial yang membedakan perlakuan pada masing-masing golongan.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tionghoa telah hidup menyatu dengan masyarakat Indonesia dan menyebar di seluruh daerah di Tana Air. Demikian juga pemerintah telah menerbitkan aturan yang melarang penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi.
Perluasan Makna
Secara kontekstual kata harmoni mengalami perluasan makna jika dibandingkan dengan pengertian harmoni sebagaimana diuraikan di atas. Pengertian harmoni secara kontekstual adalah adanya kesamaan tindakan, tujuan yang dituangkan dalam wujud nyata secara bersama-sama. Berbeda dengan pengertian harmoni sebelumnya yang hanya menekankan pada aspek penerimaan (resepsi) dan penyatuan budaya. Sebagaimana diketahui di Indonesia dikenal istilah budaya peranakan sebagai bentuk penyatuan budaya (fusion).
Adapun pemaknaan kontekstual pada artikel ini menunjuk pada kondisi pandemi beserta segala dampak yang disebabkan virus penyebab: Covid-19. Imlek pada dasarnya merupakan perayaan menyambut musim semi. Tradisi ini lekat dengan sistem penanggalan kalender Tionghoa yang berpatokan pada peredaran bulan berpadu peredaran matahari. Sistem penghitungan tersebut juga dikenal dengan sebutan kalender lunisolar, di mana awal tahun bertepatan dengan masuknya musim semi. Karenanya, di Tiongkok sana Tahun Baru Imlek lebih dikenal dengan sebutan Chunjie (perayaan musim semi) sebagai awal memulai pekerjaan kembali.
Secara historis pada hari pertama Imlek (Sin Nien) atau Tahun Baru, mereka melakukan sembahyang pada leluhur dan tak lupa menyajikan makanan, minuman, dan buah di altar. Yang tak punya altar di rumah pergi ke kelenteng terdekat untuk sembahyang, mengucapkan terima kasih atas lindungan Thien (Tuhan) sepanjang tahun. Setelah itu mereka memberikan hormat kepada orang tua, saling mengunjungi sanak keluarga dan kerabat dekat. Hari kedua adalah saat hue niang cia atau pulang ke rumah ibu.
Perempuan yang sudah menikah membawa Teng Lu yang merupakan bingkisan atau angpau (kantong merah kecil yang berisi uang) untuk ibu dan adik-adiknya. Secara tradisi, angpau atau hung pau juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua.
Secara kontekstual pemaknaan harmoni (khususnya) pada saat Imlek dimaknai sebagai upaya bersama untuk melawan pandemi Covid-19 beserta segala dampaknya, sehingga Imlek dipandang sebagai bentuk momentum perluasan harmoni secara kontekstual. Secara kontekstual harmoni yang dimaksud adalah bersama-sama melawan pandemi Covid-19 dan mewujudkan solidaritas sosial terhadap dampak Covid-19 sebagai bentuk kebersamaan (baca: harmoni).
Diharapkan secara kontekstual, sikap dan tindakan yang sama dalam melawan pandemi Covid-19 beserta dampaknya akan mewujudkan kerekatan sosial. Pada titik inilah harmoni telah mengalami perluasan makna. Bukan saja saling menerima, melainkan adanya kesamaan tujuan dalam sikap dan tindakan konkret untuk bersama-sama mencapai satu tujuan, yakni melawan dan bangkit dari pandemi.
Pengertian tersebut sekaligus memberikan limitasi (pembatasan) pada makna perayaan Imlek itu sendiri. Dalam kondisi melawan pandemi, perayaan Imlek tentu akan berbeda dengan sebelumnya, namun tanpa menghilangkan esensi Imlek itu sendiri, seperti memberikan hormat pada sanak saudara yang lebih tua, mendoakan leluhur yang telah wafat, dan esensi Imlek lain. Pembatasannya hanya terletak pada aspek perayaan, bukan pada aspek peringatan hari Imlek itu sendiri.
Secara kontekstual justru peringatan Hari Raya Imlek 2021 ini merupakan momentum membangun harmoni kebangsaan untuk bersama-sama melawan pandemi dan menggeser makna perayaan menjadi solidaritas sosial mengingat pandemi yang telah berlangsung hampir setahun lamanya dan menyebabkan berbagai penderitaan pada masyarakat.
Dengan demikian, kembali pada refleksi Hari Raya Imlek, yakni selain secara spiritual memanjatkan doa agar pandemi segera terlewati. Demikian juga Hari Raya Imlek secara kontekstual dimaknai sebagai momentum membangun harmoni merujuk pada solidaritas sosial pada seluruh masyarakat Indonesia. Kondisi ini merujuk pada tidak digelarnya perayaan, namun digantikan dengan membangun kerekatan sosial, misalnya dengan memberikan bantuan bagi yang membutuhkan. Hal ini tentu akan sangat bermanfaat untuk membangun kerekatan sosial dalam konteks pluralisme dan harmoni di tengah masyarakat.
Imlek tahun ini harus diperingati dan dimaknai secara kontekstual sehingga dapat dipergunakan sebagai momentum untuk membangun harmoni guna melawan pandemi. Dengan demikian Imlek akan memberi manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Gong Xi Fa Cai.
Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya
IMLEK 2021 jatuh pada Jumat, 12 Februari. Meskipun esensi Imlek itu sendiri tidak pernah berbeda, nuansa Imlek tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Imlek tahun sebelumnya identik dengan perayaan di ruang publik, misalnya pertunjukan khas barongsai hingga berkumpulnya sanak saudara untuk merayakan tahun baru ini.
Sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Imlek tidak lagi dirayakan secara terbatas, melainkan secara luas. Setiap Tahun Baru Imlek seluruh masyarakat selalu merefleksikan harmoni kebersamaan masyarakat Tionghoa di Tanah Air yang telah menjadi bagian sepenuhnya dari masyarakat Indonesia. Seiring berjalannya waktu, Imlek telah dimaknai selain sebagai hari raya juga sebagai festival yang bersifat kebangsaan.
Secara kontekstual pemaknaan "harmoni" pada perayaan Imlek tahun ini mengalami perluasan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada perayaan Imlek sebelumnya pengertian harmoni dimaknai sebagai bentuk penerimaan satu sama lain. Pemaknaan tersebut mengacu pada harmoni yang dibangun sejak zaman kolonialisme Belanda, khususnya terminologi itu dipergunakan untuk menunjukkan diterimanya para kapitan Tionghoa di Indonesia oleh masyarakat setempat.
Myra (1996) menjelaskan bahwa makna kata harmoni sebelumnya merujuk pada teori resepsi (penerimaan) masyarakat Tionghoa di Indonesia beserta segala budaya dan tradisinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia dan sebagai bagian dari budaya yang dimiliki bangsa Indonesia. Pemaknaan harmoni tersebut merujuk pada terbentuknya fakta historis bahwa masyarakat Tionghoa turut menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan hingga masa sekarang ini.
Kata harmoni dalam berbagai literatur sejarah merujuk pada upaya pemerintah kolonial yang telah memisahkan masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, yang kala itu disebut sebagai masyarakat inlander (pribumi). Hal ini terlihat dari penggolongan penduduk oleh pemerintah kolonial yang membedakan perlakuan pada masing-masing golongan.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tionghoa telah hidup menyatu dengan masyarakat Indonesia dan menyebar di seluruh daerah di Tana Air. Demikian juga pemerintah telah menerbitkan aturan yang melarang penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi.
Perluasan Makna
Secara kontekstual kata harmoni mengalami perluasan makna jika dibandingkan dengan pengertian harmoni sebagaimana diuraikan di atas. Pengertian harmoni secara kontekstual adalah adanya kesamaan tindakan, tujuan yang dituangkan dalam wujud nyata secara bersama-sama. Berbeda dengan pengertian harmoni sebelumnya yang hanya menekankan pada aspek penerimaan (resepsi) dan penyatuan budaya. Sebagaimana diketahui di Indonesia dikenal istilah budaya peranakan sebagai bentuk penyatuan budaya (fusion).
Adapun pemaknaan kontekstual pada artikel ini menunjuk pada kondisi pandemi beserta segala dampak yang disebabkan virus penyebab: Covid-19. Imlek pada dasarnya merupakan perayaan menyambut musim semi. Tradisi ini lekat dengan sistem penanggalan kalender Tionghoa yang berpatokan pada peredaran bulan berpadu peredaran matahari. Sistem penghitungan tersebut juga dikenal dengan sebutan kalender lunisolar, di mana awal tahun bertepatan dengan masuknya musim semi. Karenanya, di Tiongkok sana Tahun Baru Imlek lebih dikenal dengan sebutan Chunjie (perayaan musim semi) sebagai awal memulai pekerjaan kembali.
Secara historis pada hari pertama Imlek (Sin Nien) atau Tahun Baru, mereka melakukan sembahyang pada leluhur dan tak lupa menyajikan makanan, minuman, dan buah di altar. Yang tak punya altar di rumah pergi ke kelenteng terdekat untuk sembahyang, mengucapkan terima kasih atas lindungan Thien (Tuhan) sepanjang tahun. Setelah itu mereka memberikan hormat kepada orang tua, saling mengunjungi sanak keluarga dan kerabat dekat. Hari kedua adalah saat hue niang cia atau pulang ke rumah ibu.
Perempuan yang sudah menikah membawa Teng Lu yang merupakan bingkisan atau angpau (kantong merah kecil yang berisi uang) untuk ibu dan adik-adiknya. Secara tradisi, angpau atau hung pau juga diberikan kepada anak-anak dan orang tua.
Secara kontekstual pemaknaan harmoni (khususnya) pada saat Imlek dimaknai sebagai upaya bersama untuk melawan pandemi Covid-19 beserta segala dampaknya, sehingga Imlek dipandang sebagai bentuk momentum perluasan harmoni secara kontekstual. Secara kontekstual harmoni yang dimaksud adalah bersama-sama melawan pandemi Covid-19 dan mewujudkan solidaritas sosial terhadap dampak Covid-19 sebagai bentuk kebersamaan (baca: harmoni).
Diharapkan secara kontekstual, sikap dan tindakan yang sama dalam melawan pandemi Covid-19 beserta dampaknya akan mewujudkan kerekatan sosial. Pada titik inilah harmoni telah mengalami perluasan makna. Bukan saja saling menerima, melainkan adanya kesamaan tujuan dalam sikap dan tindakan konkret untuk bersama-sama mencapai satu tujuan, yakni melawan dan bangkit dari pandemi.
Pengertian tersebut sekaligus memberikan limitasi (pembatasan) pada makna perayaan Imlek itu sendiri. Dalam kondisi melawan pandemi, perayaan Imlek tentu akan berbeda dengan sebelumnya, namun tanpa menghilangkan esensi Imlek itu sendiri, seperti memberikan hormat pada sanak saudara yang lebih tua, mendoakan leluhur yang telah wafat, dan esensi Imlek lain. Pembatasannya hanya terletak pada aspek perayaan, bukan pada aspek peringatan hari Imlek itu sendiri.
Secara kontekstual justru peringatan Hari Raya Imlek 2021 ini merupakan momentum membangun harmoni kebangsaan untuk bersama-sama melawan pandemi dan menggeser makna perayaan menjadi solidaritas sosial mengingat pandemi yang telah berlangsung hampir setahun lamanya dan menyebabkan berbagai penderitaan pada masyarakat.
Dengan demikian, kembali pada refleksi Hari Raya Imlek, yakni selain secara spiritual memanjatkan doa agar pandemi segera terlewati. Demikian juga Hari Raya Imlek secara kontekstual dimaknai sebagai momentum membangun harmoni merujuk pada solidaritas sosial pada seluruh masyarakat Indonesia. Kondisi ini merujuk pada tidak digelarnya perayaan, namun digantikan dengan membangun kerekatan sosial, misalnya dengan memberikan bantuan bagi yang membutuhkan. Hal ini tentu akan sangat bermanfaat untuk membangun kerekatan sosial dalam konteks pluralisme dan harmoni di tengah masyarakat.
Imlek tahun ini harus diperingati dan dimaknai secara kontekstual sehingga dapat dipergunakan sebagai momentum untuk membangun harmoni guna melawan pandemi. Dengan demikian Imlek akan memberi manfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Gong Xi Fa Cai.
(bmm)