Penyandang Disabilitas di Indonesia Timur Belum Tersentuh Bansos Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19) berdampak terhadap kehidupan masyarakat, tak terkecuali penyandang disabilitas ataupun difabel.
Executive Director Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti mengungkapkan para penyandang disabilitas, terutama di wilayah Indonesia Timur belum tersentuh bantuan sosial dari pemerintah.
“Mereka belum dapat (bantuan sosial-red),” kata Dini saat berbicara dalam diskusi bertajuk Penyandang Disabilitas di masa Pandemi Covid-19’ di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB Jakarta (17/5/2020).( )
Sejauh ini, kata Dini, saat ini masih dalam pendataan dari pemerintah untuk yang berhak mendapatkan bansos. “Dari pemerintah, sekarang kabarnya baru pendataan. Mereka belum dapat bansos, jadi mereka harus juga berdaya untuk bisa bangkit sendiri,” sambung Dini.
Dampak Covid-19 membuat para masyarakat disabilitas ini kehilangan pekerjaan terutama karena mereka bekerja di sektor informal.
“Kami bekerja di Indonesia Timur terutama di NTT, di NTB. Di sana memang teman-teman difabel itu kehilangan pekerjaannya karena mereka bekerja di sektor informal. Jadi yang misalnya memijat atau buka service sol sepatu atau buka warung kecil-kecilan itu terdampak secara ekonomi,” jelasnya.
Menyikapi kondisi itu, Dini menginisiasi pelatihan seperti pembuatan masker. “Ada beberapa dari mereka yang kemudian kami latih untuk membuat masker. Jadi membantu lah, kalau menunggu apa bantuan pemerintah karena masih pendataan.”
Dini menjelaskan saat ini jumlah penyandang disabilitas menurut data terakhir Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) lebih dari 34 juta orang. “Karena memang jumlahnya banyak sekali, data terakhir Susenas kalau tidak salah lebih dari 34 juta.”
Oleh karena itu, Dini mengatakan pihaknya terus memfasilitasi mendampingi kelompok difabel secara langsung dengan pemerintah.
“Harapannya melalui respons Covid-19 ini juga memikirkan kebutuhan mereka, mendengarkan suara mereka. Karena ini belum tersalurkan bantuan sosial,” lanjutnya.
Bahkan, kata Dini informasi saja tidak sampai sehingga banyak informasi yang tidak benar. “Kalau yang di desa-desa di Dusun banyak informasi tidak sampai. Kami itu kerja di 200 Desa, untuk respons Covid ini dan sejauh ini sudah ada 328 ribu penerima manfaatnya termasuk juga orang dengan disabilitas. Mereka itu bahkan mereka salah informasi. Jadi ada yang bilang kok kalau cuci tangan itu harus pakai hand sanitizer, kalau pakai sabun enggak bisa, Covid-nya enggak bisa hilang seperti itu,” ungkapnya.
Menurut dia, akses terhadap informasi masih sangat minim. Oleh karena iotuJadi yang pertama-tama kami luruskan kami berikan apa namanya informasi melalui poster dan juga animasi di dalam bahasa-bahasa daerah.
Selain bantuan ekonomi, kata dia, akses pendidikan bagi penyandang disabilitas juga perlu diperhatikan oleh pemerintah. “Anak-anak biasa yang bukan disabilitas saja kesulitan bersekolah dengan daring (online)," tandasnya.
Pemerintah dikatakannya harus memperhatikan anak-anak disabilitas. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus membuat cara agar anak-anak disabilitas di daerah tidak tertinggal dalam pendidikan.
Executive Director Yayasan Plan International Indonesia, Dini Widiastuti mengungkapkan para penyandang disabilitas, terutama di wilayah Indonesia Timur belum tersentuh bantuan sosial dari pemerintah.
“Mereka belum dapat (bantuan sosial-red),” kata Dini saat berbicara dalam diskusi bertajuk Penyandang Disabilitas di masa Pandemi Covid-19’ di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB Jakarta (17/5/2020).( )
Sejauh ini, kata Dini, saat ini masih dalam pendataan dari pemerintah untuk yang berhak mendapatkan bansos. “Dari pemerintah, sekarang kabarnya baru pendataan. Mereka belum dapat bansos, jadi mereka harus juga berdaya untuk bisa bangkit sendiri,” sambung Dini.
Dampak Covid-19 membuat para masyarakat disabilitas ini kehilangan pekerjaan terutama karena mereka bekerja di sektor informal.
“Kami bekerja di Indonesia Timur terutama di NTT, di NTB. Di sana memang teman-teman difabel itu kehilangan pekerjaannya karena mereka bekerja di sektor informal. Jadi yang misalnya memijat atau buka service sol sepatu atau buka warung kecil-kecilan itu terdampak secara ekonomi,” jelasnya.
Menyikapi kondisi itu, Dini menginisiasi pelatihan seperti pembuatan masker. “Ada beberapa dari mereka yang kemudian kami latih untuk membuat masker. Jadi membantu lah, kalau menunggu apa bantuan pemerintah karena masih pendataan.”
Dini menjelaskan saat ini jumlah penyandang disabilitas menurut data terakhir Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) lebih dari 34 juta orang. “Karena memang jumlahnya banyak sekali, data terakhir Susenas kalau tidak salah lebih dari 34 juta.”
Oleh karena itu, Dini mengatakan pihaknya terus memfasilitasi mendampingi kelompok difabel secara langsung dengan pemerintah.
“Harapannya melalui respons Covid-19 ini juga memikirkan kebutuhan mereka, mendengarkan suara mereka. Karena ini belum tersalurkan bantuan sosial,” lanjutnya.
Bahkan, kata Dini informasi saja tidak sampai sehingga banyak informasi yang tidak benar. “Kalau yang di desa-desa di Dusun banyak informasi tidak sampai. Kami itu kerja di 200 Desa, untuk respons Covid ini dan sejauh ini sudah ada 328 ribu penerima manfaatnya termasuk juga orang dengan disabilitas. Mereka itu bahkan mereka salah informasi. Jadi ada yang bilang kok kalau cuci tangan itu harus pakai hand sanitizer, kalau pakai sabun enggak bisa, Covid-nya enggak bisa hilang seperti itu,” ungkapnya.
Menurut dia, akses terhadap informasi masih sangat minim. Oleh karena iotuJadi yang pertama-tama kami luruskan kami berikan apa namanya informasi melalui poster dan juga animasi di dalam bahasa-bahasa daerah.
Selain bantuan ekonomi, kata dia, akses pendidikan bagi penyandang disabilitas juga perlu diperhatikan oleh pemerintah. “Anak-anak biasa yang bukan disabilitas saja kesulitan bersekolah dengan daring (online)," tandasnya.
Pemerintah dikatakannya harus memperhatikan anak-anak disabilitas. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus membuat cara agar anak-anak disabilitas di daerah tidak tertinggal dalam pendidikan.
(dam)