SOS Stunting
loading...
A
A
A
Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/1), memberi target kepada Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menurunkan angka stunting menjadi 14% pada 2024. Ini sejalan dengan target pembangunan kesehatan nasional pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2020–2024.
Prevalensi stunting Indonesia saat ini masih di angka 27,7%. Indonesia ada di urutan keempat negara dengan stunting terbesar dunia. Angka stunting standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah 20%.
Melihat kondisi saat ini, target menurunkan stunting menjadi 14% tampak makin berat. Butuh kerja ekstrakeras banyak pihak. Tanpa pandemi saja menurunkan angka stunting seperti yang ditargetkan Presiden sebuah pekerjaan yang tidak ringan.
Di tengah tantangan yang ada, pemerintah didorong utuk membuat langkah strategis dan konkret dalam menyelamatkan anak dari stunting. Berhubung ibu hamil dan ibu dengan balita enggan datang ke posyandu dan puskesmas, model pelayanan kesehatan perlu diubah, tidak lagi menunggu, melainkan harus berinisiatif jemput bola.
Kamaluddin menyebut kader posyandu di Indonesia mencapai 835.000 orang. Mereka ini bisa kembali dioptimalkan, termasuk mendatangi setiap ibu hamil ke rumahnya untuk diperiksa. Sebelum pandemi, kader posyandu ini yang jadi andalan, baik untuk pelayanan imunisasi, pemberian gizi, penimbangan bayi dan balita, pemantauan tumbuh kembang anak maupun pemberian makanan tambahan gizi mikro.
Dia memaklumi jika konsentrasi pemerintah saat ini hampir seluruhnya mengarah ke Covid-19, baik anggaran, tenaga kesehatan maupun fasilitas layanan kesehatan. Namun masalah kesehatan masyarakat terutama menyangkut stunting dan keselamatan ibu hamil tetap perlu mendapat perhatian. Perlu blue print yang jelas disertai kebijakan strategis dan konkret dalam upaya menyelamatkan anak dan ibu hamil.
“Tanpa kebijakan strategis dan konkret, kami khawatir di masa datang angka kematian akibat gizi seperti stunting, kematian akibat kehamilan dan melahirkan, kematian balita bisa jadi lebih besar dari angka kematian akibat Covid-19,” tandasnya.
Kerja Ekstrakeras
Menurunnya akses pelayanan masyarakat di fasilitas kesehatan selama pandemi diakui oleh pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Direktur Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RR Dhian Probhoyekti Dipo kepada KORAN SINDO mengatakan, sebanyak 83,6% puskesmas mengalami penurunan kunjungan pasien selama pandemi.
Sekitar 43,5% puskesmas bahkan tidak melaksanakan pelayanan balita di posyandu. Selain itu kunjungan ke ibu hamil hanya sekitar 69,4%. Sementara 72,5% puskesmas tidak mengalami perubahan waktu pelayanan. “Dari kajian itu kita bisa melihat terjadi penurunan pada upaya pelayanan kesehatan masyarakat di masa pandemi. Upaya percepatan penurunan stunting pun otomatis ikut terganggu,” kata Dhian, Jumat (5/2).
Pemerintah diakui telah melakukan dua upaya untuk mencegah dan menanggulangi stunting, yakni melalui intervensi spesifik (berkaitan dengan kesehatan) dan sensitif (di luar kesehatan). Bahkan ada 23 kementerian dan lembaga yang berperan mengatasi stunting sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Prevalensi stunting Indonesia saat ini masih di angka 27,7%. Indonesia ada di urutan keempat negara dengan stunting terbesar dunia. Angka stunting standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) adalah 20%.
Melihat kondisi saat ini, target menurunkan stunting menjadi 14% tampak makin berat. Butuh kerja ekstrakeras banyak pihak. Tanpa pandemi saja menurunkan angka stunting seperti yang ditargetkan Presiden sebuah pekerjaan yang tidak ringan.
Di tengah tantangan yang ada, pemerintah didorong utuk membuat langkah strategis dan konkret dalam menyelamatkan anak dari stunting. Berhubung ibu hamil dan ibu dengan balita enggan datang ke posyandu dan puskesmas, model pelayanan kesehatan perlu diubah, tidak lagi menunggu, melainkan harus berinisiatif jemput bola.
Kamaluddin menyebut kader posyandu di Indonesia mencapai 835.000 orang. Mereka ini bisa kembali dioptimalkan, termasuk mendatangi setiap ibu hamil ke rumahnya untuk diperiksa. Sebelum pandemi, kader posyandu ini yang jadi andalan, baik untuk pelayanan imunisasi, pemberian gizi, penimbangan bayi dan balita, pemantauan tumbuh kembang anak maupun pemberian makanan tambahan gizi mikro.
Dia memaklumi jika konsentrasi pemerintah saat ini hampir seluruhnya mengarah ke Covid-19, baik anggaran, tenaga kesehatan maupun fasilitas layanan kesehatan. Namun masalah kesehatan masyarakat terutama menyangkut stunting dan keselamatan ibu hamil tetap perlu mendapat perhatian. Perlu blue print yang jelas disertai kebijakan strategis dan konkret dalam upaya menyelamatkan anak dan ibu hamil.
“Tanpa kebijakan strategis dan konkret, kami khawatir di masa datang angka kematian akibat gizi seperti stunting, kematian akibat kehamilan dan melahirkan, kematian balita bisa jadi lebih besar dari angka kematian akibat Covid-19,” tandasnya.
Kerja Ekstrakeras
Menurunnya akses pelayanan masyarakat di fasilitas kesehatan selama pandemi diakui oleh pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Direktur Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RR Dhian Probhoyekti Dipo kepada KORAN SINDO mengatakan, sebanyak 83,6% puskesmas mengalami penurunan kunjungan pasien selama pandemi.
Sekitar 43,5% puskesmas bahkan tidak melaksanakan pelayanan balita di posyandu. Selain itu kunjungan ke ibu hamil hanya sekitar 69,4%. Sementara 72,5% puskesmas tidak mengalami perubahan waktu pelayanan. “Dari kajian itu kita bisa melihat terjadi penurunan pada upaya pelayanan kesehatan masyarakat di masa pandemi. Upaya percepatan penurunan stunting pun otomatis ikut terganggu,” kata Dhian, Jumat (5/2).
Pemerintah diakui telah melakukan dua upaya untuk mencegah dan menanggulangi stunting, yakni melalui intervensi spesifik (berkaitan dengan kesehatan) dan sensitif (di luar kesehatan). Bahkan ada 23 kementerian dan lembaga yang berperan mengatasi stunting sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.