Bakamla Tahan Dua Kapal Tanker Asing, Negara Perusahaan Pemilik Siap Menggugat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Polemik penahanan dua kapal supertanker asing yaituMT Horse berbendera Iran dan MT Freya berbendera Panama , oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Perairan Pontianak, Minggu (24/1/2021) lalu masih terus bergulir hingga saat ini. Kendati Kemenko Polhukam sudah turun tangan, tetap saja bayang-bayang gugatan dari negara pemilik kapal bisa terjadi.
Bakamla sendiri telah berkoordinasi dengan instansi lain dalam penyidikan kasus ini. Walaupun banyak menemui kendala, Bakamla optimistis ada sanksi pidana untuk kedua kapal tersebut.
Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Selasa (2/2/2021) lalu menyatakan kedua kapal itu telah terbukti melanggar hukum internasional dan nasional Indonesia. “Tindakan kedua kapal itu sudah melecehkan kedaulatan Indonsia. Kami yakin ada sanksi pidana dari pelanggaran itu,” kata Laksdya Aan.
(Baca: Kemlu Panggil Dubes China Soal Beijing Izinkan Tembak Kapal Asing di LCS)
Dia mengungkapkan sempat kesulitan memproses hukum kedua kapal tersebut karena instansi yang berewenang melakukan penyidikan belum ada kesamaan visi. Menurut Bakamla, pelanggaran kedua kapal tersebut yaitu melakukan ship to ship dalam lintas damai dan telah keluar dari alur pelayaran internasional, mematikan AIS, dan menutup nama serta nomor lambung kapal. Kedua kapal juga melakukan oil spiling yang berdampak pada pencemaran lingkungan.
Karena itu Bakamla meminta pemerintah dan DPR untuk memperkuat dasar hukum Bakamla melalui RUU Keamanan Laut. Dalam RUU tersebut, dia berharap Bakamla diberikan fungsi penyidikan sebagai institusi penegak hukum di laut.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai bukti-bukti yang disampaikan Bakamla tersebut kurang kuat dan hanya berpotensi membuahkan sanksi administrasi. Sebaliknya, jika kapal-kapal tersebut terus ditahan tanpa dokumen pengadilan yang jelas, tidak menutup kemungkinan negara pemilik kapal akan menggugat balik Indonesia.
“Prosesnya sudah tidak benar dari awal. Penahanan tidak dilengkapi surat dari pengadilan. Bila didenda, harus diputuskan oleh pengadilan. Masalahnya, penahanan tidak naik sampai ke pengadilan,” ujar Siswanto, Jumat (5/2/2021).
(Baca: China Bolehkan Penjaga Pantai Tembak Kapal Asing, Indonesia Wajib Protes)
Dia juga mengaku memperoleh informasi bahwa Kementerian Luar Negeri Iran melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia telah menyiapkan langkah-langkah hukum untuk menuntut ganti rugi pelayaran kepada pemerintah Indonesia akibat penahanan tersebut. Hal ini sangat lumrah karena perusahaan pemilik kapal merasa sangat dirugikan. Dia yakin bahwa Iran juga sudah menyiapkan tim kuasa hukumnya.
“Karena ini tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Pihak yang akan mengenakan sanksi denda berpeluang akan digugat balik oleh perusahaan pelayaran pemilik kapal tersebut. Dari pihak Indonesia tentu juga sudah harus menyiapkan argumentasi yang kuat atas tindakannya itu,” pungkasnya.
Senada dengan Siswanto, pemerhati dan praktisi transportasi laut Harry Budiarto menyatakan bahwa kejadian ini bisa memiliki pengaruh yang besar kepada nama baik Indonesia di dunia internasional.
“Masalahnya, penangkapannya sudah sesuai prosedur atau belum? Bila sesuai maka harus ditindaklanjuti dengan sanksi hukum, kalau tidak sesuai dan kapal sudah ditahan bisa besar pengaruhnya terhadao image Indonesia di dunia internasional. Berdasarkan aturan penetapan sanksi berupa penahanan kapal juga berimbas pada kerugian operator kapal dan sanksinya yang tertulis dan diketahui adalah pada sanksi administratif,” tandasnya.
Bakamla sendiri telah berkoordinasi dengan instansi lain dalam penyidikan kasus ini. Walaupun banyak menemui kendala, Bakamla optimistis ada sanksi pidana untuk kedua kapal tersebut.
Kepala Bakamla Laksdya TNI Aan Kurnia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Selasa (2/2/2021) lalu menyatakan kedua kapal itu telah terbukti melanggar hukum internasional dan nasional Indonesia. “Tindakan kedua kapal itu sudah melecehkan kedaulatan Indonsia. Kami yakin ada sanksi pidana dari pelanggaran itu,” kata Laksdya Aan.
(Baca: Kemlu Panggil Dubes China Soal Beijing Izinkan Tembak Kapal Asing di LCS)
Dia mengungkapkan sempat kesulitan memproses hukum kedua kapal tersebut karena instansi yang berewenang melakukan penyidikan belum ada kesamaan visi. Menurut Bakamla, pelanggaran kedua kapal tersebut yaitu melakukan ship to ship dalam lintas damai dan telah keluar dari alur pelayaran internasional, mematikan AIS, dan menutup nama serta nomor lambung kapal. Kedua kapal juga melakukan oil spiling yang berdampak pada pencemaran lingkungan.
Karena itu Bakamla meminta pemerintah dan DPR untuk memperkuat dasar hukum Bakamla melalui RUU Keamanan Laut. Dalam RUU tersebut, dia berharap Bakamla diberikan fungsi penyidikan sebagai institusi penegak hukum di laut.
Direktur National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai bukti-bukti yang disampaikan Bakamla tersebut kurang kuat dan hanya berpotensi membuahkan sanksi administrasi. Sebaliknya, jika kapal-kapal tersebut terus ditahan tanpa dokumen pengadilan yang jelas, tidak menutup kemungkinan negara pemilik kapal akan menggugat balik Indonesia.
“Prosesnya sudah tidak benar dari awal. Penahanan tidak dilengkapi surat dari pengadilan. Bila didenda, harus diputuskan oleh pengadilan. Masalahnya, penahanan tidak naik sampai ke pengadilan,” ujar Siswanto, Jumat (5/2/2021).
(Baca: China Bolehkan Penjaga Pantai Tembak Kapal Asing, Indonesia Wajib Protes)
Dia juga mengaku memperoleh informasi bahwa Kementerian Luar Negeri Iran melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia telah menyiapkan langkah-langkah hukum untuk menuntut ganti rugi pelayaran kepada pemerintah Indonesia akibat penahanan tersebut. Hal ini sangat lumrah karena perusahaan pemilik kapal merasa sangat dirugikan. Dia yakin bahwa Iran juga sudah menyiapkan tim kuasa hukumnya.
“Karena ini tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Pihak yang akan mengenakan sanksi denda berpeluang akan digugat balik oleh perusahaan pelayaran pemilik kapal tersebut. Dari pihak Indonesia tentu juga sudah harus menyiapkan argumentasi yang kuat atas tindakannya itu,” pungkasnya.
Senada dengan Siswanto, pemerhati dan praktisi transportasi laut Harry Budiarto menyatakan bahwa kejadian ini bisa memiliki pengaruh yang besar kepada nama baik Indonesia di dunia internasional.
“Masalahnya, penangkapannya sudah sesuai prosedur atau belum? Bila sesuai maka harus ditindaklanjuti dengan sanksi hukum, kalau tidak sesuai dan kapal sudah ditahan bisa besar pengaruhnya terhadao image Indonesia di dunia internasional. Berdasarkan aturan penetapan sanksi berupa penahanan kapal juga berimbas pada kerugian operator kapal dan sanksinya yang tertulis dan diketahui adalah pada sanksi administratif,” tandasnya.
(muh)