Pembangunan Melek Bencana
loading...
A
A
A
Kejadian banjir yang sering terjadi adalah akibat lemahnya pengawasan pembangunan. Masyarakat dibiarkan membangun di pinggir sungai, saluran air yang berisiko bencana tinggi, menebang dan memperjualbelikan lahan di perbukitan. Bahkan, di saluran-saluran air kecil, masyarakat tidak segan untuk menimbun, menutup untuk mendirikan rumah atau bangunan di atasnya.
Penulis melihat solusinya adalah pengawasan pembangunan harus dilakukan dari pembangunan perumahan oleh rakyat sampai pembangunan oleh pengembang. Pemerintah harus menyampaikan kepada masyarakat kecil sekalipun bahwa membangun di pinggir sungai, di atas gorong-gorong, di daerah lereng, adalah berisiko tinggi. Harus diberikan edukasi dan penyadaran hidup aman, sehat, dan berkualitas. Kementerian PUPR harusnya melakukan kontrol sampai titik terbawah, tidak sekadar membangun jalan tol atau megaproyek infrastruktur sebagai bentuk keberhasilan. Indikator kinerja Kementerian PUPR seharusnya menyertakan berkurangnya perumahan terkena bencana dan berkurangnya pembangunan di daerah berisiko bencana tinggi. Cara pandang dan kerja yang radikal tapi harus dilakukan demi mewujudkan masyarakat yang sehat dan berkualitas.
Agenda ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi kepada masyarakat. Pembiaran hidup di pinggir sungai di daerah lembah, di kawasan berisiko harus diantisipasi dengan mulai memberikan edukasi rutin dan terjadwal.
Kelangkaan ruang untuk perumahan sudah mulai terjadi, keterbatasan sumber daya untuk pangan akan terus menggerogoti alam yang terus menurun kemampuannya. Hanya dengan edukasi, kita akan mendapati risiko bencana tersebut dapat dikelola. Indikator kinerja pemerintah ke depan tidak lagi sebatas persentase penyerapan anggaran, namun sampai pada tahap implementasi dan output program dan berkurangnya kerugian akibat bencana. Pembangunan yang melek bencana akan dapat mengurangi potensi risiko dan kerugian yang akan menjadi beban negara dalam jangka panjang. Saatnya menempatkan informasi risiko bencana dalam perencanaan ruang pembangunan dan investasi di negara ini.
Penulis melihat solusinya adalah pengawasan pembangunan harus dilakukan dari pembangunan perumahan oleh rakyat sampai pembangunan oleh pengembang. Pemerintah harus menyampaikan kepada masyarakat kecil sekalipun bahwa membangun di pinggir sungai, di atas gorong-gorong, di daerah lereng, adalah berisiko tinggi. Harus diberikan edukasi dan penyadaran hidup aman, sehat, dan berkualitas. Kementerian PUPR harusnya melakukan kontrol sampai titik terbawah, tidak sekadar membangun jalan tol atau megaproyek infrastruktur sebagai bentuk keberhasilan. Indikator kinerja Kementerian PUPR seharusnya menyertakan berkurangnya perumahan terkena bencana dan berkurangnya pembangunan di daerah berisiko bencana tinggi. Cara pandang dan kerja yang radikal tapi harus dilakukan demi mewujudkan masyarakat yang sehat dan berkualitas.
Agenda ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi kepada masyarakat. Pembiaran hidup di pinggir sungai di daerah lembah, di kawasan berisiko harus diantisipasi dengan mulai memberikan edukasi rutin dan terjadwal.
Kelangkaan ruang untuk perumahan sudah mulai terjadi, keterbatasan sumber daya untuk pangan akan terus menggerogoti alam yang terus menurun kemampuannya. Hanya dengan edukasi, kita akan mendapati risiko bencana tersebut dapat dikelola. Indikator kinerja pemerintah ke depan tidak lagi sebatas persentase penyerapan anggaran, namun sampai pada tahap implementasi dan output program dan berkurangnya kerugian akibat bencana. Pembangunan yang melek bencana akan dapat mengurangi potensi risiko dan kerugian yang akan menjadi beban negara dalam jangka panjang. Saatnya menempatkan informasi risiko bencana dalam perencanaan ruang pembangunan dan investasi di negara ini.
(bmm)