'Sport Development Index', Titik Tumpu Loncatan Daya Saing
loading...
A
A
A
Agus Kristiyanto
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tim Pengembang New Sport Development Index (SDI), Tim Penyusun Renstra KONI Pusat
SETIDAKNYA ada 4 (empat) agenda besar nasional pada pengujung 2020 yang energinya mengalir deras pada 2021. Energi yang terbentuk untuk membangun formula strategis dalam mewujudkan daya saing keolahragaan. Pertama, realisasi revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN), sebagai “aksi konstruktif” memberhasilkan agenda Prolegnas yang telah digulirkan sejak awal 2020. Kedua, penataan formula New Sport Development Index (New SDI) sebagai sebuah instrumen pengukur keberhasilan pembangunan olahraga yang sebenarnya telah ada sejak 2004.
Ketiga, cetak biru (blue print) berupa grand design keolahragaan yang disusun oleh Tim Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dikaitkan juga dengan keinginan mewujudkan impian Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Olimpiade pada 2032. Keempat, penyusunan Rencana Strategis KONI Pusat tentang formula strategis lima tahunan untuk mewujudkan prestasi dan daya saing olahraga di ranah lingkup olahraga prestasi atau lebih tepatnya pada elite atlet.
Benang Merah Daya Saing
Penyelenggaraan keempat agenda besar tersebut pantas untuk diapresiasi karena merefleksikan semangat tak kenal menyerah kendati dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Sebuah masa sulit karena semuanya serbamemerlukan adaptasi-adaptasi kebiasaan baru. Sepertinya ada satu pesan moral yang tengah terbangun, yakni kepemilikan daya saing keolahragaan itu memang tidak bisa ditempuh dengan jalan pintas. Pada saat tekanan pandemi, justru hadir keinginan berenergi besar untuk membuat perencanaan-perencanaan strategis.
Namun, terdapat kondisi lain yang perlu diciptakan ketika keempat hal tersebut telah berhasil diagendakan dan diarahkan menghasilkan luaran atau outcome ke depan. Kata kuncinya adalah integrasi antara keempatnya agar menjadi skenario sinergis yang saling menopang. Benang merahnya sebenarnya terletak pada sikap akomodatif para stakeholder olahraga dalam mengartikulasi gambar besar keolahragaan sebagai titik fokus yang saling memperkuat.
Titik fokus yang tak boleh diartikan sebagai sikap ego sektoral yang mengerucut pada cara pandang sempit, jangka pendek, orientasi instan, dan super-pragmatis. Langkah efektif menuju perwujudan prestasi dan daya saing memang harus dikedepankan, tetapi bukan dengan cara simplifikasi atau penyederhanaan yang meniadakan peran faktor penting yang lain. Menegakkan benang merah seperti ini merupakan “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan bersama agar “sulaman” gambar besar keolahragaan ke depan mewujud sebagai kain besar yang kuat, berwarna indah, dan bercorak sesuai dengan impian bersama.
Keempat agenda tersebut merupakan empat warna-warni pelangi yang memiliki tujuan untuk berkontribusi secara khas. Masing-masing agenda jika dicermati secara seksama, sebenarnya memiliki benang merah yang sama dan saling memperkuat, yakni formula daya saing keolahragaan. Artinya, UU SKN perlu direvisi salah satu tujuan intinya adalah melakukan revisi terhadap pasal-pasal tertentu agar “lebih sesuai” sebagai regulasi yuridis yang mengakselerasi daya saing keolahragaan yang menyistemik.
Pembenahan konten dan revitalisasi komponen New SDI dimaksudkan agar ke depan bangsa ini memiliki instrumen pengukur yang mendasar dan komprehensif menuju daya saing keolahragaan multilingkup. Grand design keolahragaan nasional perlu dimantapkan sebagai bagian dari proses modern membuat perencanaan menuju daya saing keolahragaan sesuai target kurun waktunya. Sementara Renstra KONI Pusat diperlukan sebagai bentuk rencana lima tahunan menuju tahap pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi, khususnya daya saing atlet elite olahraga.
Harapan Baru New SDI
Salah satu dari keempat agenda besar yang secara khusus perlu diinformasikan ke ranah publik tersebut adalah Sport Development Index (SDI). SDI adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur dan mendeteksi hasil pembangunan olahraga. SDI telah sukses terimplementasikan sejak 2004 hingga 2007 yang dikenal ada empat dimensi. Keempat dimensi tersebut adalah ruang terbuka olahraga, sumber daya manusia (SDM) olahraga, partisipasi, dan kebugaran. Dalam perjalanannya, keempat dimensi tersebut kemudian menjadi konten dari Standar Pelayanan Minimal Olahraga (SPM Olahraga). Setiap daerah dikatakan maju dan serius membangun olahraga, jika mengupayakan pertumbuhan indeks ruang terbuka, SDM olahraga, partisipasi, dan kebugaran masyarakatnya. Bagaimana dengan New SDI?
Ada dua paradigma besar yang menjadi titik tumpu pengembangan New SDI, yakni membangun olahraga (development of sport) dan membangun melalui olahraga (development trough sport). Terdapat perspektif kejayaan keolahragaan yang dibangun, juga ada perspektif kesejahteraan keolahragaan yang secara simultan menjadi sisi lain yang juga harus dibangun. Kejayaan tak bisa tumbuh dengan cara meninggalkan kesejahteraan (kondisi sehat, damai, dan makmur melalui olahraga).
Keempat dimensi pada Old SDI masih dipertahankan pada New SDI. Namun ada tambahan dimensi lain pada formula New SDI yang bertujuan untuk mewujudkan daya saing keolahragaan yang lebih lengkap. Formula yang ditambahkan ada lima dimensi baru sehingga indikator New SDI mengukur indeks dengan menggunakan 9 indikator. Kesembilan indikator tersebut adalah: ruang terbuka olahraga, SDM olahraga, partisipasi, kebugaran, performa, kesehatan, literasi fisik, perkembangan persona, dan ekonomi.
Pengukuran secara periodik New SDI menjadi rapor tahunan yang mengintegrasikan peran pentahelix keolahragaan tiap daerah untuk memastikan ketersediaan modalitas inti penciptaan daya saing keolahragaan secara nasional. SDI adalah indikator yang merepresentasikan peran bersama unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Modal bersama yang bersifat lengkap, meliputi prasyarat aksi masyarakat (partisipasi), sumber daya penggerak (SDM olahraga), aset dasar non-materi (kebugaran), modal lingkungan open space/public space (ruang terbuka), modal sosial dan karakter/values (literasi fisik dan perkembangan persona), modal potensi berprestasi dan skuad atlet (performa), modal kesehatan fisik mental sosial spiritual (kesehatan), serta modal kemakmuran olahraga (ekonomi).
Kesembilan dimensi New SDI tersebut menjadi orientasi dan “habitat” sistemik yang wajib disertakan sebagai bidang tumpuan proses apa pun untuk mewujudkan daya saing keolahragaan semua lingkup. Fokus pembinaan dan pengembangan yang diartikan sebagai aksi parsial dan sporadis tanpa bidang tumpuan yang mantap, hanya akan menghasilkan kerja keras berulang yang menguras energi, karena ibarat melakukan manuver di atas bidang rapuh yang “selalu bergoyang”. New SDI hadir dengan harapan menjadi titik tumpuan “loncatan ber-power” bagi para pengolahraga untuk mewujudkan daya saing terbaiknya. Terobosan apa pun tetap harus diupayakan, tetapi tidak ada jalan pintas yang bisa diterabas untuk menuju daya saing.
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Tim Pengembang New Sport Development Index (SDI), Tim Penyusun Renstra KONI Pusat
SETIDAKNYA ada 4 (empat) agenda besar nasional pada pengujung 2020 yang energinya mengalir deras pada 2021. Energi yang terbentuk untuk membangun formula strategis dalam mewujudkan daya saing keolahragaan. Pertama, realisasi revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN), sebagai “aksi konstruktif” memberhasilkan agenda Prolegnas yang telah digulirkan sejak awal 2020. Kedua, penataan formula New Sport Development Index (New SDI) sebagai sebuah instrumen pengukur keberhasilan pembangunan olahraga yang sebenarnya telah ada sejak 2004.
Ketiga, cetak biru (blue print) berupa grand design keolahragaan yang disusun oleh Tim Kementerian Pemuda dan Olahraga yang dikaitkan juga dengan keinginan mewujudkan impian Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Olimpiade pada 2032. Keempat, penyusunan Rencana Strategis KONI Pusat tentang formula strategis lima tahunan untuk mewujudkan prestasi dan daya saing olahraga di ranah lingkup olahraga prestasi atau lebih tepatnya pada elite atlet.
Benang Merah Daya Saing
Penyelenggaraan keempat agenda besar tersebut pantas untuk diapresiasi karena merefleksikan semangat tak kenal menyerah kendati dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung. Sebuah masa sulit karena semuanya serbamemerlukan adaptasi-adaptasi kebiasaan baru. Sepertinya ada satu pesan moral yang tengah terbangun, yakni kepemilikan daya saing keolahragaan itu memang tidak bisa ditempuh dengan jalan pintas. Pada saat tekanan pandemi, justru hadir keinginan berenergi besar untuk membuat perencanaan-perencanaan strategis.
Namun, terdapat kondisi lain yang perlu diciptakan ketika keempat hal tersebut telah berhasil diagendakan dan diarahkan menghasilkan luaran atau outcome ke depan. Kata kuncinya adalah integrasi antara keempatnya agar menjadi skenario sinergis yang saling menopang. Benang merahnya sebenarnya terletak pada sikap akomodatif para stakeholder olahraga dalam mengartikulasi gambar besar keolahragaan sebagai titik fokus yang saling memperkuat.
Titik fokus yang tak boleh diartikan sebagai sikap ego sektoral yang mengerucut pada cara pandang sempit, jangka pendek, orientasi instan, dan super-pragmatis. Langkah efektif menuju perwujudan prestasi dan daya saing memang harus dikedepankan, tetapi bukan dengan cara simplifikasi atau penyederhanaan yang meniadakan peran faktor penting yang lain. Menegakkan benang merah seperti ini merupakan “pekerjaan rumah” yang harus diselesaikan bersama agar “sulaman” gambar besar keolahragaan ke depan mewujud sebagai kain besar yang kuat, berwarna indah, dan bercorak sesuai dengan impian bersama.
Keempat agenda tersebut merupakan empat warna-warni pelangi yang memiliki tujuan untuk berkontribusi secara khas. Masing-masing agenda jika dicermati secara seksama, sebenarnya memiliki benang merah yang sama dan saling memperkuat, yakni formula daya saing keolahragaan. Artinya, UU SKN perlu direvisi salah satu tujuan intinya adalah melakukan revisi terhadap pasal-pasal tertentu agar “lebih sesuai” sebagai regulasi yuridis yang mengakselerasi daya saing keolahragaan yang menyistemik.
Pembenahan konten dan revitalisasi komponen New SDI dimaksudkan agar ke depan bangsa ini memiliki instrumen pengukur yang mendasar dan komprehensif menuju daya saing keolahragaan multilingkup. Grand design keolahragaan nasional perlu dimantapkan sebagai bagian dari proses modern membuat perencanaan menuju daya saing keolahragaan sesuai target kurun waktunya. Sementara Renstra KONI Pusat diperlukan sebagai bentuk rencana lima tahunan menuju tahap pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi, khususnya daya saing atlet elite olahraga.
Harapan Baru New SDI
Salah satu dari keempat agenda besar yang secara khusus perlu diinformasikan ke ranah publik tersebut adalah Sport Development Index (SDI). SDI adalah sebuah instrumen yang digunakan untuk mengukur dan mendeteksi hasil pembangunan olahraga. SDI telah sukses terimplementasikan sejak 2004 hingga 2007 yang dikenal ada empat dimensi. Keempat dimensi tersebut adalah ruang terbuka olahraga, sumber daya manusia (SDM) olahraga, partisipasi, dan kebugaran. Dalam perjalanannya, keempat dimensi tersebut kemudian menjadi konten dari Standar Pelayanan Minimal Olahraga (SPM Olahraga). Setiap daerah dikatakan maju dan serius membangun olahraga, jika mengupayakan pertumbuhan indeks ruang terbuka, SDM olahraga, partisipasi, dan kebugaran masyarakatnya. Bagaimana dengan New SDI?
Ada dua paradigma besar yang menjadi titik tumpu pengembangan New SDI, yakni membangun olahraga (development of sport) dan membangun melalui olahraga (development trough sport). Terdapat perspektif kejayaan keolahragaan yang dibangun, juga ada perspektif kesejahteraan keolahragaan yang secara simultan menjadi sisi lain yang juga harus dibangun. Kejayaan tak bisa tumbuh dengan cara meninggalkan kesejahteraan (kondisi sehat, damai, dan makmur melalui olahraga).
Keempat dimensi pada Old SDI masih dipertahankan pada New SDI. Namun ada tambahan dimensi lain pada formula New SDI yang bertujuan untuk mewujudkan daya saing keolahragaan yang lebih lengkap. Formula yang ditambahkan ada lima dimensi baru sehingga indikator New SDI mengukur indeks dengan menggunakan 9 indikator. Kesembilan indikator tersebut adalah: ruang terbuka olahraga, SDM olahraga, partisipasi, kebugaran, performa, kesehatan, literasi fisik, perkembangan persona, dan ekonomi.
Pengukuran secara periodik New SDI menjadi rapor tahunan yang mengintegrasikan peran pentahelix keolahragaan tiap daerah untuk memastikan ketersediaan modalitas inti penciptaan daya saing keolahragaan secara nasional. SDI adalah indikator yang merepresentasikan peran bersama unsur birokrasi, akademisi, pengusaha, komunitas, dan media. Modal bersama yang bersifat lengkap, meliputi prasyarat aksi masyarakat (partisipasi), sumber daya penggerak (SDM olahraga), aset dasar non-materi (kebugaran), modal lingkungan open space/public space (ruang terbuka), modal sosial dan karakter/values (literasi fisik dan perkembangan persona), modal potensi berprestasi dan skuad atlet (performa), modal kesehatan fisik mental sosial spiritual (kesehatan), serta modal kemakmuran olahraga (ekonomi).
Kesembilan dimensi New SDI tersebut menjadi orientasi dan “habitat” sistemik yang wajib disertakan sebagai bidang tumpuan proses apa pun untuk mewujudkan daya saing keolahragaan semua lingkup. Fokus pembinaan dan pengembangan yang diartikan sebagai aksi parsial dan sporadis tanpa bidang tumpuan yang mantap, hanya akan menghasilkan kerja keras berulang yang menguras energi, karena ibarat melakukan manuver di atas bidang rapuh yang “selalu bergoyang”. New SDI hadir dengan harapan menjadi titik tumpuan “loncatan ber-power” bagi para pengolahraga untuk mewujudkan daya saing terbaiknya. Terobosan apa pun tetap harus diupayakan, tetapi tidak ada jalan pintas yang bisa diterabas untuk menuju daya saing.
(bmm)