Iuran BPJS Naik Lagi, Pengamat: Jangan Nge-Prank, Enggak Lucu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Analis politik hukum Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus menilai keputusan pemerintah untuk tetap menaikan iuran BPJS Kesehatan sulit diterima akal sehat.
Apalagi, kenaikan diberlakukan di tengah kondisi ekonomi masyarakat dalam ketidakpastian akibat dampak penyebaran virus Corona atau Covid-19
Menurut dia, sudah ada putusan Mahkamah Agung Nomor 79/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019.
"Pada prinsipnya putusan MA memberikan warning kepada Presiden agar tidak membebani rakyat. Sekarang malah mengeluarkan perpres baru yang isinya tetap menaikan iuran BPJS? Ini terkesan mengakali regulasi," ujar Sulthan kepada SINDOnews, Jumat (15/5/2020). (Baca juga: Iuran Naik, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan)
Sulthan menganggap pemerintah lucu. Sebab Perpres kenaikan iuran BPJS bisa digugat kembali oleh masyarakat. Dia meminta pemerintah tidak melakukan akal-akalan terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini menilai pemerintah terkesan arogan karena tidak menghormati putusan peradilan.
Sultan mengingatkan, tata negara Indonesia ini dibangun atas pondasi pembagian kekuasaan yang jela, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pembagian ini lah yang menjadi dasar bagi masing-masing kekuasaan untuk menjalankan kewenangannya.
Dengan begitu, alumni hukum tata negara UGM ini menilai peristiwa seperti ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi sejarah hukum Indonesia ke depan.
"Seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan itu hak dasar warga negara yang mesti difasilitasi secara gratis. Intinya negara tidak boleh berbisnis pada kebutuhan dasar rakyatnya. Eh sekarang malah dinaikan lagi. Pemerintah jangan nge-prank (mengerjai-red) lah, enggak lucu," pungkasnya. (Rakhmat)
Apalagi, kenaikan diberlakukan di tengah kondisi ekonomi masyarakat dalam ketidakpastian akibat dampak penyebaran virus Corona atau Covid-19
Menurut dia, sudah ada putusan Mahkamah Agung Nomor 79/HUM/2020 yang membatalkan Pasal 34 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019.
"Pada prinsipnya putusan MA memberikan warning kepada Presiden agar tidak membebani rakyat. Sekarang malah mengeluarkan perpres baru yang isinya tetap menaikan iuran BPJS? Ini terkesan mengakali regulasi," ujar Sulthan kepada SINDOnews, Jumat (15/5/2020). (Baca juga: Iuran Naik, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan)
Sulthan menganggap pemerintah lucu. Sebab Perpres kenaikan iuran BPJS bisa digugat kembali oleh masyarakat. Dia meminta pemerintah tidak melakukan akal-akalan terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Alumni Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini menilai pemerintah terkesan arogan karena tidak menghormati putusan peradilan.
Sultan mengingatkan, tata negara Indonesia ini dibangun atas pondasi pembagian kekuasaan yang jela, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pembagian ini lah yang menjadi dasar bagi masing-masing kekuasaan untuk menjalankan kewenangannya.
Dengan begitu, alumni hukum tata negara UGM ini menilai peristiwa seperti ini berpotensi menjadi preseden buruk bagi sejarah hukum Indonesia ke depan.
"Seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan itu hak dasar warga negara yang mesti difasilitasi secara gratis. Intinya negara tidak boleh berbisnis pada kebutuhan dasar rakyatnya. Eh sekarang malah dinaikan lagi. Pemerintah jangan nge-prank (mengerjai-red) lah, enggak lucu," pungkasnya. (Rakhmat)
(dam)