KPK Sita Dokumen Bansos dari PT Junatama Foodia dan PT Mesail Cahaya Berkat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dokumen pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek usai menggeledah PT Junatama Foodia dan PT Mesail Cahaya Berkat. Penggeledahan di dua lokasi tersebut dilakukan pada Senin (11/1/2021) kemarin.
"Dari 2 lokasi ini, tim penyidik memperoleh dan mengamankan beragam dokumen yang berhubungan dengan penyediaan bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 yang diduga dikerjakan oleh kedua perusahaan tersebut," kata Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/1/2021).
Diduga dokumen-dokumen yang disita tersebut penting karena terkait kasus dugaan suap pengadaan bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek yang telah menjerat mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara. Maka dari itu, tim penyidik KPK segera memverifikasi dokumen-dokumen tersebut. ( )
"Berikutnya dokumen-dokumen dimaksud akan dilakukan verifikasi dan analisa lanjutan untuk kemudian akan dilakukan penyitaan," kata Ali.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan mantan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bansos dalam penanganan pandemi COVID-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Masing-masing pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos.
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke. ( alami Kasus Bansos, KPK Panggil Staf PT Tigapilar Agro Utama )
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10.000 per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, maka jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
"Dari 2 lokasi ini, tim penyidik memperoleh dan mengamankan beragam dokumen yang berhubungan dengan penyediaan bansos untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 yang diduga dikerjakan oleh kedua perusahaan tersebut," kata Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (12/1/2021).
Diduga dokumen-dokumen yang disita tersebut penting karena terkait kasus dugaan suap pengadaan bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek yang telah menjerat mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara. Maka dari itu, tim penyidik KPK segera memverifikasi dokumen-dokumen tersebut. ( )
"Berikutnya dokumen-dokumen dimaksud akan dilakukan verifikasi dan analisa lanjutan untuk kemudian akan dilakukan penyitaan," kata Ali.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan mantan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka penerima suap. Juliari Batubara diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa berupa bansos dalam penanganan pandemi COVID-19.
Selain Juliari Batubara, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya. Masing-masing pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek bantuan sosial (Bansos) COVID-19 di Kemensos.
Kemudian, dua tersangka pemberi suap yakni, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ardian Maddanatja, Presiden Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama atau PT Tigapilar Agro Utama (TPAU/TAU) dengan akronim TIGRA. Kedua, Sekretaris Umum Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jakarta Pusat periode 2017-2020 sekaligus advokat, Harry Van Sidabukke. ( alami Kasus Bansos, KPK Panggil Staf PT Tigapilar Agro Utama )
Diduga dalam kasus ini pelaksanaan proyek tersebut dilakukan dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui Matheus.
Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10.000 per paket sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar, yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari Peter Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari Oktober sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari. Kalau Rp8,8 miliar dijumlahkan dengan Rp8,2 miliar, maka jatah dugaan suap untuk Juliari sebesar Rp17 miliar.
(abd)