Epidemiolog Sarankan Pemerintah Pilih Skenario Terburuk Atasi Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
"Pintu masuknya di perbatasan tidak ketat. Sifat dari karantina juga bukan mandatori. Monitoring juga sangat loose. Kemudian, yang paling juga menentukan itu strategi surveilans kita tidak memadai. Testing, tracing, isolasi karantina di banyak wilayah kita mayoritas juga sangat tidak memadai atau rendah,” singgung lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung itu.
Kelemahan itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Hal itu dikarenakan pengetatan di pintu masuknya dan strategi testing tracing masih lemah sehingga sangat rawan terhadap penyebaran virus Corona , termasuk strain baru.
Itu sebabnya, Dicky mengingatkan pemerintah agar lebih memikirkan mengenai skenario terburuk sebagai antisipasi. Menurutnya, respons berlebih itu jauh lebih penting dibandingkan respons biasa.
Ia juga berpesan agar pemerintah sebaiknya memilih strategi risiko yang terburuk sebagai langkah utama yang harus dilakukan. Kalau memang berdasarkan data sains ternyata situasinya tidak seburuk yang diasumsikan, mungkin bisa melakukan pelonggaran pembatasan secara bertahap. "Memikirkan skenario terburuk lebih diperlukan, lebih penting dibandingkan yang respons biasa-biasa saja dan mengambil sikap everything will be oke. Itu berbahaya," pungkasnya.
Lihat Juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Agenda Terselubung Asing, Ini Alasan Ridwan Kamil Tanya soal Covid-19
Kelemahan itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Hal itu dikarenakan pengetatan di pintu masuknya dan strategi testing tracing masih lemah sehingga sangat rawan terhadap penyebaran virus Corona , termasuk strain baru.
Itu sebabnya, Dicky mengingatkan pemerintah agar lebih memikirkan mengenai skenario terburuk sebagai antisipasi. Menurutnya, respons berlebih itu jauh lebih penting dibandingkan respons biasa.
Ia juga berpesan agar pemerintah sebaiknya memilih strategi risiko yang terburuk sebagai langkah utama yang harus dilakukan. Kalau memang berdasarkan data sains ternyata situasinya tidak seburuk yang diasumsikan, mungkin bisa melakukan pelonggaran pembatasan secara bertahap. "Memikirkan skenario terburuk lebih diperlukan, lebih penting dibandingkan yang respons biasa-biasa saja dan mengambil sikap everything will be oke. Itu berbahaya," pungkasnya.
Lihat Juga: Dharma Pongrekun Sebut Pandemi Agenda Terselubung Asing, Ini Alasan Ridwan Kamil Tanya soal Covid-19
(zik)