Epidemiolog Sarankan Pemerintah Pilih Skenario Terburuk Atasi Pandemi Covid-19

Jum'at, 08 Januari 2021 - 15:16 WIB
loading...
Epidemiolog Sarankan...
Epidemiolog Sarankan Pemerintah Pilih Skenario Terburuk Atasi Pandemi Covid-19. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Guna menekan kasus Covid-19 , pembatasan kegiatan secara lebih ketat mulai diberlakukan pemerintah pada pekan depan, 11 hingga 25 Januari 2021 di wilayah Jawa dan Bali. Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman justru memiliki pandangan berbeda terhadap kebijakan tersebut.

Dicky membandingkan dengan keberanian pemerintah Queensland, negara bagian di Australia, yang menerapkan pembatasan kegiatan secara penuh atau lockdown . Penerapan selama tiga hari itu dilakukan mulai hari ini.

Dicky menjelaskan, kebijakan itu dilakukan lantaran adanya dugaan penularan strain baru virus Corona (SARS-CoV2) di masyarakat di Kota Brisbane dan sekitarnya yang disinyalir terdeteksi dari Afrika Selatan. Pemerintah setempat langsung memutuskan untuk lockdown selama tiga hari demi optimalisasi penelusuran (tracing) dan pemeriksaan (testing) yang dilakukan.

(Lihat Juga Foto: Cegah Meluasnya Covid-19, Warga Semprot Disinfektan di Permukiman ).

"Pemerintah setempat melarang warga asing atau dari negara lain untuk masuk ke wilayah tersebut, kecuali warga asli. Itu pun diperiksa secara ketat dan harus karantina selama dua minggu," tuturnya kepada SINDOnews, Jumat (8/1/2021).

Padahal, lanjut dia, negara tersebut menjadi salah satu wilayah yang paling bagus dalam pengendalian Covid-19 di Australia dibandingkan negara-negara lainnya. Hal itu juga ditunjukkan dengan tingkat reproduksi virus (R) kurang dari 1 dan TPR (test positivity rate) di bawah 1 persen.

( ).

"Selama ini pengetatan di pintu masuk sudah dilakukan sangat ketat dari delapan bulan lalu. R-nya kurang dari 1, TPR-nya kurang dari 1%. Toh ada yang lolos juga, ada kasus masuk. Padahal, selama ini malah tidak ada kasus," kata Dicky.

Belajar dari itu, ia berharap Indonesia bisa belajar dari strategi tersebut. Sebab, ia menduga strain baru dari Inggris maupun Afrika Selatan sudah ada di Indonesia karena penerapan pembatasan yang masih longgar.

( ).

"Pintu masuknya di perbatasan tidak ketat. Sifat dari karantina juga bukan mandatori. Monitoring juga sangat loose. Kemudian, yang paling juga menentukan itu strategi surveilans kita tidak memadai. Testing, tracing, isolasi karantina di banyak wilayah kita mayoritas juga sangat tidak memadai atau rendah,” singgung lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung itu.

Kelemahan itu sangat berbahaya bagi masyarakat. Hal itu dikarenakan pengetatan di pintu masuknya dan strategi testing tracing masih lemah sehingga sangat rawan terhadap penyebaran virus Corona , termasuk strain baru.

Itu sebabnya, Dicky mengingatkan pemerintah agar lebih memikirkan mengenai skenario terburuk sebagai antisipasi. Menurutnya, respons berlebih itu jauh lebih penting dibandingkan respons biasa.

Ia juga berpesan agar pemerintah sebaiknya memilih strategi risiko yang terburuk sebagai langkah utama yang harus dilakukan. Kalau memang berdasarkan data sains ternyata situasinya tidak seburuk yang diasumsikan, mungkin bisa melakukan pelonggaran pembatasan secara bertahap. "Memikirkan skenario terburuk lebih diperlukan, lebih penting dibandingkan yang respons biasa-biasa saja dan mengambil sikap everything will be oke. Itu berbahaya," pungkasnya.

(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Mitigasi Inklusif Kolaboratif...
Mitigasi Inklusif Kolaboratif Organisasi Jadi Model Ideal Hadapi Bencana Non Alam Pandemi
3 Orang Jadi Tersangka,...
3 Orang Jadi Tersangka, Kasus Pengadaan APD Covid-19 Rugikan Negara Rp319 Miliar
SBY Lapor ke Jokowi...
SBY Lapor ke Jokowi Jadi Penasihat Khusus Aliansi Sedunia Membasmi Malaria
WHO Sebut Tren Kerja...
WHO Sebut Tren Kerja Jarak Jauh Bisa Berdampak Buruk Bagi Kesehatan Pekerja
Sejumlah Menteri Dijadwalkan...
Sejumlah Menteri Dijadwalkan Hadiri Indonesia Re International Conference 2024
KPK Sebut Bansos Presiden...
KPK Sebut Bansos Presiden yang Dikorupsi Sebanyak 6 Juta Paket
KPK Usut Dugaan Korupsi...
KPK Usut Dugaan Korupsi Pengadaan Bansos 2020, Jokowi: Silakan Diproses
Pembangunan Daerah ke...
Pembangunan Daerah ke Depan (Pemikiran)
AstraZeneca Tuai Polemik...
AstraZeneca Tuai Polemik Usai Kasus Pembekuan Darah, BPOM: Sudah Tak Beredar di Indonesia
Rekomendasi
Pengumuman Kinerja APBN...
Pengumuman Kinerja APBN Molor, Sri Mulyani Ungkap Masalahnya
Kiper Bahrain Ketar-ketir:...
Kiper Bahrain Ketar-ketir: Timnas Indonesia Sama Sulitnya dengan Lawan Raksasa Asia
Bacaan Zikir Wanita...
Bacaan Zikir Wanita Haid di Bulan Ramadan
Berita Terkini
7 Fakta Penting Mutasi...
7 Fakta Penting Mutasi Polri Maret 2025, 10 Polwan Jadi Kapolres hingga 10 Kapolda Digeser
5 menit yang lalu
Eksepsi Ditolak, Tom...
Eksepsi Ditolak, Tom Lembong: Kami Hormati Putusan Majelis Hakim
15 menit yang lalu
Presiden Bakal Umumkan...
Presiden Bakal Umumkan Tunjangan Guru ASN Langsung ke Rekening
1 jam yang lalu
Menkomdigi Sebut Status...
Menkomdigi Sebut Status Seskab Berlandaskan Kewenangan Konstitusional
2 jam yang lalu
Ahok Penuhi Panggilan...
Ahok Penuhi Panggilan Kejagung: Apa yang Saya Tahu Akan Saya Sampaikan!
2 jam yang lalu
Daftar Lengkap 10 Kapolda...
Daftar Lengkap 10 Kapolda Baru pada Mutasi Polri Maret 2025, Ini Nama-namanya
3 jam yang lalu
Infografis
Penyebab Kasus Covid-19...
Penyebab Kasus Covid-19 di Indonesia Naik, Salah Satunya Mutasi Virus
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved