KPK Kulik Staf Istri Edhy Prabowo soal ATM Penampung Aliran Suap Benur

Rabu, 06 Januari 2021 - 12:16 WIB
loading...
KPK Kulik Staf Istri Edhy Prabowo soal ATM Penampung Aliran Suap Benur
Staf istri Edhy Prabowo diperiksa KPK soal adanya rekening dan ATM penampung aliran suap ekspor benur. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menelisik rekening bank dan kartu ATM sebagai penampung uang suap ekspor benur terhadap saksi Ainul Faqih. Ainul adalah staf anggota DPR Iis Rosita Dewi, istri mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo .

Ainul diperiksa pada Selasa (5/1/2021) terkait kasus suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Saksi Ainul Faqih, staf istri EP, dikonfirmasi tentang pengetahuannya mengenai adanya rekening bank dan kartu ATM yang diduga sebagai penampungan uang yang diduga berasal dari pihak eksportir benur lobster. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk kepentingan tersangka EP," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (6/1/2021).

(Baca: Kuasa Hukum Akui Edhy Prabowo Berkawan Lama dengan Bellaetrix Manuputty)

Selain Ainul, pada Selasa (5/1) penyidik juga memeriksa pihak swasta bernama Johan yaitu dari PT Sentosa Bahari Sukses.

"Johan, swasta dari PT sentosa bahari sukses, dikonfirmasi mengenai pengetahuannya terkait perijinan dan pengiriman benih lobster di KKP dan digali lbh lanjut soal dugaan adanya setoran uang kepada PT ACK," jelasnya.

Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.

Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).

(Baca: Suap Benur Edhy Prabowo, Eks Pimpinan Desak KPK Usut Korporasi Lain)

Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.

Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)

Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1418 seconds (0.1#10.140)