Pembelajaran 2020
loading...
A
A
A
Prof Candra Fajri Ananda PhD
Staf Khusus Menteri Keuangan
TAHUN telah berganti. Tahun 2020 telah berlalu dengan membawa catatan di bidang ekonomi yang tak biasa akibat badai pandemi. Virus Covid-19 menghantam ekonomi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Secara kumulatif, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I – III/2020 dibandingkan dengan kuartal I – III/2019 terkontraksi 2,03%. Pada kuartal III 2020, perekonomian Indonesia minus 3,49% (yoy); membaik dibanding kuartal sebelumnya yang minus 5,32% (yoy). Perbaikan ini menunjukkan proses pemulihan dan pembalikan arah (turning point) aktivitas ekonomi nasional menuju zona positif. Semua komponen pertumbuhan ekonomi sisi pengeluaran mengalami peningkatan.
Perbaikan kinerja perekonomian, terutama didorong oleh peran stimulus fiskal untuk penanganan pandemi Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Penyerapan belanja negara mengalami akselerasi pada kuartal III, sampai dengan akhir September tumbuh 15,5%, terutama ditopang oleh realisasi berbagai bantuan sosial dan dukungan untuk dunia usaha, khususnya bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Rilis BPS mengonfirmasi bahwa percepatan realisasi belanja negara ini membuat pertumbuhan konsumsi pemerintah tumbuh positif sebesar 9,8% (yoy), meningkat tajam dibanding kuartal II yang negatif 6,9%.
Kilas Balik Penerimaan dan Belanja 2020
Tahun 2020 menjadi periode yang sangat sulit bagi ekonomi Indonesia. Berkaca pada perjalanan ekonomi 2020, pandemi membawa kondisi keuangan negara berada pada situasi extraordinary yang mengharuskan pemerintah mengambil langkah-langkah luar biasa merespons krisis. Pandemi yang melemahkan aktivitas ekonomi membuat penerimaan pajak turun, sementara belanja negara harus menjadi pendorong utama ekonomi di tengah pandemi.
Pada sisi penerimaan, data menunjukkan bahwa pajak pada 2020 menurun akibat perekonomian yang melambat. Menteri Keuangan melaporkan, hingga 23 Desember 2020 penerimaan pajak baru sebesar Rp1.019,56 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 85,56% dari keseluruhan target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam Perpres 72 tahun 2020 sebesar Rp1.198,82 trilliun.
Penurunan penerimaan pajak pada tahun ini tidak terlepas dari peran pajak sebagai regulerend. Dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020, pemerintah menganggarkan insentif pajak Rp120,61 triliun.
Belanja negara menjadi tumpuan pemerintah untuk mendorong ekonomi keluar dari jurang resesi pada pengujung tahun. Pada masa pandemi APBN dituntut bekerja optimal sebagai instrumen kebijakan countercyclical. Hal itu tercermin dari belanja pemerintah pusat yang tumbuh tinggi mencapai 20,49% (yoy). Angka belanja negara dalam APBN 2020 mutlak harus dikerek ke atas hingga pagu belanja negara pada 2020 naik menjadi Rp2.739 triliun.
Kenaikan belanja tersebut telah termasuk stimulus fiskal untuk menghadapi Covid-19. Menteri Keuangan menyatakan, per 22 Desember 2020 realisasi belanja negara telah mencapai Rp2.468,01 triliun atau 90,1% dari total anggaran yang mencapai Rp2.739,2 triliun. Kementerian Keuangan memproyeksi serapan belanja negara hingga akhir 2020 hanya akan mencapai Rp2.639,8 triliun atau 96,4% dari pagu Rp2.739,2 triliun.
Menyongsong Ekonomi 2021
Pergantian tahun membawa secercah harapan baru bagi kondisi ekonomi Indonesia meski pandemi belum juga menepi. Penerimaan nasional yang menurun dan belum memenuhi target pada 2020 akibat dilema peran pajak pada masa pandemi perlu segera diperbaiki di tahun ini. Pemerintah perlu terus mencari dan memperluas basis pajak yang berpotensi memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara, salah satunya adalah bisnis e-commerce yang kian menjamur di masa pandemi.
Selain itu, untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada 2021, pemerintah juga perlu memperbaiki proses administrasi perpajakan agar lebih efektif dan efisien. Misalkan, dengan meningkatkan kualitas pelayanan melalui digital. Meski demikian, pemerintah tetap akan mengarahkan kebijakan perpajakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pada 2021 melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur bagi sektor yang masih terdampak pandemi.
Tahun 2021 adalah tahun pemulihan ekonomi meski badai pandemi belum juga usai. Pada tahun ini belanja negara masih menjadi tumpuan yang harus bekerja extraordinary untuk menstimulus ekonomi. Pada APBN 2021 target penerimaan perpajakan ditetapkan Rp1.444,5 triliun atau tumbuh 2,9% dibandingkan target 2020 dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.404,5 triliun.
Berkaca dari realisasi belanja negara tahun lalu yang masih belum sepenuhnya terserap. Salah satunya karena masih rendahnya penyerapan anggaran di daerah. Pasalnya, penyerapan anggaran di daerah menjadi salah satu kunci dalam pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi Covid-19. Kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana sehingga perlu upaya ekstra untuk merealisasikannya. Adanya dana Rp274 triliun yang mengendap di daerah merupakan bukti masih rendahnya realisasi penyerapan anggaran di daerah. Padahal, komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk mendorong kembali bangkitnya perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi.
Selama pandemi belum usai, peran pemerintah sebagai pendorong kegiatan ekonomi akan terus dibutuhkan. Artinya, pemerintah masih membutuhkan biaya yang besar untuk memenuhi belanja negara. Selama ini penerbitan surat berharga negara (SBN) masih menjadi salah satu penopang pembiayaan negara yang difokuskan untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Meski demikian, kini saatnya pemerintah perlu melakukan terobosan, mencari berbagai peluang, mengidentifikasi berbagai sumber potensial lain yang bisa mendorong pemasukan negara sehingga tidak hanya mengedepankan sumber pembiayaan konvensional.
Salah satu sumber pembiayaan lain yang saat ini dapat diupayakan melalui pengelolaan aset negara. Berbagai aset yang dimiliki negara seharusnya dikelola dengan lebih baik agar bisa memberikan kontribusi bagi penerimaan nasional. Perhatian pemerintah terkait pengelolaan aset negara sebagai alternatif sumber pembiayaan juga dapat menjadi langkah awal bagi pemerintah untuk mulai mencatat aset negara secara administrasi dalam neraca.
Sejatinya, selain dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan negara, memperbaiki manajemen pengelolaan aset dengan melalui penertiban administrasi aset negara juga dapat mengembalikan aset – aset negara yang hilang dalam pembukuan.
Aktivitas masyarakat dan perputaran roda ekonomi akan terus memiliki keterkaitan. Selama kesehatan masyarakat masih terancam akibat pandemi, ekonomi juga akan sulit berjalan dengan mulus. Salah satu upaya yang kini juga perlu diperhatikan oleh pemerintah untuk menunjang pemulihan ekonomi nasional ialah melalui ketersediaan vaksin.
Saat ini vaksin sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mampu meredam gejolak penyebaran virus Covid-19. Sayangnya, negara produsen vaksin Covid-19 masih terbatas dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat di seluruh dunia. Pemerintah perlu bisa menjamin distribusi vaksin agar merata ke seluruh Indonesia. Pemantauan, pengawasan, jaminan keamanan vaksin perlu dipastikan pemerintah agar semua berjalan lancar dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Semoga.
Staf Khusus Menteri Keuangan
TAHUN telah berganti. Tahun 2020 telah berlalu dengan membawa catatan di bidang ekonomi yang tak biasa akibat badai pandemi. Virus Covid-19 menghantam ekonomi berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Secara kumulatif, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I – III/2020 dibandingkan dengan kuartal I – III/2019 terkontraksi 2,03%. Pada kuartal III 2020, perekonomian Indonesia minus 3,49% (yoy); membaik dibanding kuartal sebelumnya yang minus 5,32% (yoy). Perbaikan ini menunjukkan proses pemulihan dan pembalikan arah (turning point) aktivitas ekonomi nasional menuju zona positif. Semua komponen pertumbuhan ekonomi sisi pengeluaran mengalami peningkatan.
Perbaikan kinerja perekonomian, terutama didorong oleh peran stimulus fiskal untuk penanganan pandemi Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Penyerapan belanja negara mengalami akselerasi pada kuartal III, sampai dengan akhir September tumbuh 15,5%, terutama ditopang oleh realisasi berbagai bantuan sosial dan dukungan untuk dunia usaha, khususnya bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Rilis BPS mengonfirmasi bahwa percepatan realisasi belanja negara ini membuat pertumbuhan konsumsi pemerintah tumbuh positif sebesar 9,8% (yoy), meningkat tajam dibanding kuartal II yang negatif 6,9%.
Kilas Balik Penerimaan dan Belanja 2020
Tahun 2020 menjadi periode yang sangat sulit bagi ekonomi Indonesia. Berkaca pada perjalanan ekonomi 2020, pandemi membawa kondisi keuangan negara berada pada situasi extraordinary yang mengharuskan pemerintah mengambil langkah-langkah luar biasa merespons krisis. Pandemi yang melemahkan aktivitas ekonomi membuat penerimaan pajak turun, sementara belanja negara harus menjadi pendorong utama ekonomi di tengah pandemi.
Pada sisi penerimaan, data menunjukkan bahwa pajak pada 2020 menurun akibat perekonomian yang melambat. Menteri Keuangan melaporkan, hingga 23 Desember 2020 penerimaan pajak baru sebesar Rp1.019,56 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 85,56% dari keseluruhan target penerimaan pajak yang ditetapkan dalam Perpres 72 tahun 2020 sebesar Rp1.198,82 trilliun.
Penurunan penerimaan pajak pada tahun ini tidak terlepas dari peran pajak sebagai regulerend. Dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020, pemerintah menganggarkan insentif pajak Rp120,61 triliun.
Belanja negara menjadi tumpuan pemerintah untuk mendorong ekonomi keluar dari jurang resesi pada pengujung tahun. Pada masa pandemi APBN dituntut bekerja optimal sebagai instrumen kebijakan countercyclical. Hal itu tercermin dari belanja pemerintah pusat yang tumbuh tinggi mencapai 20,49% (yoy). Angka belanja negara dalam APBN 2020 mutlak harus dikerek ke atas hingga pagu belanja negara pada 2020 naik menjadi Rp2.739 triliun.
Kenaikan belanja tersebut telah termasuk stimulus fiskal untuk menghadapi Covid-19. Menteri Keuangan menyatakan, per 22 Desember 2020 realisasi belanja negara telah mencapai Rp2.468,01 triliun atau 90,1% dari total anggaran yang mencapai Rp2.739,2 triliun. Kementerian Keuangan memproyeksi serapan belanja negara hingga akhir 2020 hanya akan mencapai Rp2.639,8 triliun atau 96,4% dari pagu Rp2.739,2 triliun.
Menyongsong Ekonomi 2021
Pergantian tahun membawa secercah harapan baru bagi kondisi ekonomi Indonesia meski pandemi belum juga menepi. Penerimaan nasional yang menurun dan belum memenuhi target pada 2020 akibat dilema peran pajak pada masa pandemi perlu segera diperbaiki di tahun ini. Pemerintah perlu terus mencari dan memperluas basis pajak yang berpotensi memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara, salah satunya adalah bisnis e-commerce yang kian menjamur di masa pandemi.
Selain itu, untuk mengoptimalkan penerimaan negara pada 2021, pemerintah juga perlu memperbaiki proses administrasi perpajakan agar lebih efektif dan efisien. Misalkan, dengan meningkatkan kualitas pelayanan melalui digital. Meski demikian, pemerintah tetap akan mengarahkan kebijakan perpajakan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pada 2021 melalui pemberian insentif perpajakan yang selektif dan terukur bagi sektor yang masih terdampak pandemi.
Tahun 2021 adalah tahun pemulihan ekonomi meski badai pandemi belum juga usai. Pada tahun ini belanja negara masih menjadi tumpuan yang harus bekerja extraordinary untuk menstimulus ekonomi. Pada APBN 2021 target penerimaan perpajakan ditetapkan Rp1.444,5 triliun atau tumbuh 2,9% dibandingkan target 2020 dalam Perpres 72/2020 senilai Rp1.404,5 triliun.
Berkaca dari realisasi belanja negara tahun lalu yang masih belum sepenuhnya terserap. Salah satunya karena masih rendahnya penyerapan anggaran di daerah. Pasalnya, penyerapan anggaran di daerah menjadi salah satu kunci dalam pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi Covid-19. Kenyataannya hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana sehingga perlu upaya ekstra untuk merealisasikannya. Adanya dana Rp274 triliun yang mengendap di daerah merupakan bukti masih rendahnya realisasi penyerapan anggaran di daerah. Padahal, komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam penanganan pandemi Covid-19 sangat diperlukan untuk mendorong kembali bangkitnya perekonomian yang sempat lesu akibat pandemi.
Selama pandemi belum usai, peran pemerintah sebagai pendorong kegiatan ekonomi akan terus dibutuhkan. Artinya, pemerintah masih membutuhkan biaya yang besar untuk memenuhi belanja negara. Selama ini penerbitan surat berharga negara (SBN) masih menjadi salah satu penopang pembiayaan negara yang difokuskan untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Meski demikian, kini saatnya pemerintah perlu melakukan terobosan, mencari berbagai peluang, mengidentifikasi berbagai sumber potensial lain yang bisa mendorong pemasukan negara sehingga tidak hanya mengedepankan sumber pembiayaan konvensional.
Salah satu sumber pembiayaan lain yang saat ini dapat diupayakan melalui pengelolaan aset negara. Berbagai aset yang dimiliki negara seharusnya dikelola dengan lebih baik agar bisa memberikan kontribusi bagi penerimaan nasional. Perhatian pemerintah terkait pengelolaan aset negara sebagai alternatif sumber pembiayaan juga dapat menjadi langkah awal bagi pemerintah untuk mulai mencatat aset negara secara administrasi dalam neraca.
Sejatinya, selain dapat memberikan kontribusi bagi penerimaan negara, memperbaiki manajemen pengelolaan aset dengan melalui penertiban administrasi aset negara juga dapat mengembalikan aset – aset negara yang hilang dalam pembukuan.
Aktivitas masyarakat dan perputaran roda ekonomi akan terus memiliki keterkaitan. Selama kesehatan masyarakat masih terancam akibat pandemi, ekonomi juga akan sulit berjalan dengan mulus. Salah satu upaya yang kini juga perlu diperhatikan oleh pemerintah untuk menunjang pemulihan ekonomi nasional ialah melalui ketersediaan vaksin.
Saat ini vaksin sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk mampu meredam gejolak penyebaran virus Covid-19. Sayangnya, negara produsen vaksin Covid-19 masih terbatas dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat di seluruh dunia. Pemerintah perlu bisa menjamin distribusi vaksin agar merata ke seluruh Indonesia. Pemantauan, pengawasan, jaminan keamanan vaksin perlu dipastikan pemerintah agar semua berjalan lancar dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Semoga.
(bmm)