Maklumat Kapolri, Koalisi Masyarakat Sipil Beberkan 3 Syarat Pembatasan Informasi

Minggu, 03 Januari 2021 - 10:54 WIB
loading...
Maklumat Kapolri, Koalisi...
Koalisi Masyarakat Sipil merespons Maklumat Kapolri tentang kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan penggunan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI). FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil merespons Maklumat Kapolri tentang kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan penggunan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI) .

Mewakili Koalisi Masyarakat Sipil, Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) menyinggung salah satu poin yang paling kontroversial adalah perihal larangan mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial, sebagaimana diatur oleh poin 2d, yang disertai ancaman tindakan hukum, seperti disebutkan dalam poin 3 Maklumat.

Akses terhadap konten internet dinilai merupakan bagian dari hak atas informasi yang dilindungi UUD 1945, khususnya dalam ketentuan Pasal 28F, dan juga sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 14 UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. ( )

"Oleh karenanya dalam melakukan setiap tindakan pembatasan terhadap hak-hak tersebut, harus sepenuhnya tunduk pada prinsip dan kaidah pembatasan, sebagaimana diatur Pasal 28J ayat (2) UUD 1945," tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam keterangannya, Sabtu (2/1/2021).

Selain itu, khusus pembatasan hak atas informasi, sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, juga tunduk pada mekanisme yang diatur Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (KIHSP), yang telah disahkan dalam hukum Indonesia melalui UU No 12/2005.

Dalam hukum hak asasi manusia, setidaknya ada tiga persyaratan yang harus diperhatikan untuk memastikan legitimasi dari suatu tindakan pembatasan yang dibolehkan (permissible restriction). "Ketiga syarat tersebut sering dikenal sebagai three part test (tiga uji elemen), yang mengharuskan setiap pembatasan," lanjut seruan sikap sejumlah lembaga yang tergabung dalam koalisi tersebut. ( )

Ketiga syarat tersebut di antaranya, diatur oleh hukum (prescribed by law), yang oleh sejumlah ahli ditafsirkan harus melalui undang-undang atau putusan pengadilan; untuk mencapai tujuan yang sah (legitimate aim), yaitu: keamanan nasional, keselamatan publik, moral publik, kesehatan publik, ketertiban umum, serta hak dan reputasi orang lain; pembatasan itu benar-benar diperlukan (necessity) dan dilakukan secara proporsional (proportionality).

Prinsip ini dimaksudkan untuk memastikan tidak dilanggarnya hak asasi warga negara dalam setiap tindakan pembatasan yang dilakukan.

"Dengan pertimbangan tersebut di atas, pertanyaannya kemudian apakah Maklumat Kapolri No 1/Mak/I/2021 telah memenuhi persyaratan prescribed by law, legitimate aim, dan necessity?," katanya.



Menurut koalisi, dasar keluarnya Maklumat yang berisi perintah pembatasan, hanya disandarkan pada SKB 8 pejabat negara, tentu jauh dari memenuhi persyaratan diatur oleh hukum. Lebih lanjut, SKB pada dasarnya merupakan suatu penetapan yang berbentuk Keputusan (beschikking), sehingga muatan normanya bersifat individual, konkret, dan sekali selesai (einmalig).

"Tidak semestinya dia bersifat mengatur keluar, luas, dan terus-menerus (dauerhaftig). Artinya, maklumat ini semestinya hanya ditujukan kepada anggota Polri, yang berisi perintah dari Kepala Polri. Wadah hukumnya tidak memungkinkan untuk mengatur materi yang berisi larangan atau pembatasan hak-hak publik," tutup seruan tersebut.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1214 seconds (0.1#10.140)