MA Terbitkan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif dalam Perkara Pidana
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan pedoman pelaksanaan keadilan restoratif (restorative justice) dalam penanganan dan penyelesaian perkara pidana di lingkungan peradilan umum di seluruh Indonesia untuk upaya pemulihan korban.
Hal ini tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) MA Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). SK ini terdiri atas lima halaman dengan 15 lampiran yang ditandatangani oleh Dirjen Badilum Prim Haryadi di Jakarta pada 22 Desember 2020.
SK ini diberlakukan dengan mempertimbangkan dua hal. Satu, untuk mendorong optimalisasi penerapan Peraturan MA, Surat Edaran MA, maupun Keputusan Ketua MA yang mengatur tentang pelaksanaan keadilan restoratif di pengadilan, maka perlu disusun pedoman tentang keadilan restoratif. Dua, perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku melainkan telah mengarah penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana. ( )
Dirjen Badilum MA Prim Haryadi menyatakan, ada empat diktum dalam SK Dirjen Badilum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020. Pertama, memberlakukan pedoman pelaksanaan keadilan restoratif sebagaimana dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SK ini.
Kedua, memerintahkan kepada seluruh hakim pengadilan negeri untuk melaksanakan untuk melaksanakan pedoman ini secara tertib dan bertanggung jawab. Ketiga, ketua pengadilan tinggi wajib melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi serta melaporkan pelaksanaan keadilan restoratif di wilayah hukum pengadilan tinggi yang bersangkutan.
"Keempat: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan catatan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya," kata Prim seperti SINDOnews di Jakarta, Minggu (3/1/2020). ( )
Pada Lampiran Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Lingkungan Peradilan Umum, terbagi menjadi tiga BAB. Untuk BAB II, terdapat empat tindak pidana yang diatur untuk keadilan restoratif. Masing-masing yakni keadilan restoratif pada perkara tindak pidana ringan, pada perkara anak, pada perkara perempuan berhadapan dengan hukum, dan pada perkara narkotika. Pada masing-masing tindak pidana di antaranya mencantumkan dasar hukum dan penerapan yang dirinci sesuai dengan tindak pidana dimaksud.
Sedangkan di BAB I Lampiran, tertera pengertian keadilan restoratif yakni alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
Hal ini tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) MA Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). SK ini terdiri atas lima halaman dengan 15 lampiran yang ditandatangani oleh Dirjen Badilum Prim Haryadi di Jakarta pada 22 Desember 2020.
SK ini diberlakukan dengan mempertimbangkan dua hal. Satu, untuk mendorong optimalisasi penerapan Peraturan MA, Surat Edaran MA, maupun Keputusan Ketua MA yang mengatur tentang pelaksanaan keadilan restoratif di pengadilan, maka perlu disusun pedoman tentang keadilan restoratif. Dua, perkembangan sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku melainkan telah mengarah penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana. ( )
Dirjen Badilum MA Prim Haryadi menyatakan, ada empat diktum dalam SK Dirjen Badilum Nomor: 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020. Pertama, memberlakukan pedoman pelaksanaan keadilan restoratif sebagaimana dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SK ini.
Kedua, memerintahkan kepada seluruh hakim pengadilan negeri untuk melaksanakan untuk melaksanakan pedoman ini secara tertib dan bertanggung jawab. Ketiga, ketua pengadilan tinggi wajib melakukan pengawasan, monitoring, dan evaluasi serta melaporkan pelaksanaan keadilan restoratif di wilayah hukum pengadilan tinggi yang bersangkutan.
"Keempat: Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan catatan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya," kata Prim seperti SINDOnews di Jakarta, Minggu (3/1/2020). ( )
Pada Lampiran Pedoman Penerapan Keadilan Restoratif di Lingkungan Peradilan Umum, terbagi menjadi tiga BAB. Untuk BAB II, terdapat empat tindak pidana yang diatur untuk keadilan restoratif. Masing-masing yakni keadilan restoratif pada perkara tindak pidana ringan, pada perkara anak, pada perkara perempuan berhadapan dengan hukum, dan pada perkara narkotika. Pada masing-masing tindak pidana di antaranya mencantumkan dasar hukum dan penerapan yang dirinci sesuai dengan tindak pidana dimaksud.
Sedangkan di BAB I Lampiran, tertera pengertian keadilan restoratif yakni alternatif penyelesaian perkara tindak pidana yang dalam mekanisme tata cara peradilan pidana berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku, dengan mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.
(abd)