KPK Telisik Aliran Uang Dari Para Eksportir Benur ke Edhy Prabowo

Rabu, 30 Desember 2020 - 05:12 WIB
loading...
KPK Telisik Aliran Uang...
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik aliran uang dari para eksportir ke mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik aliran uang dari para eksportir ke mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo . Hal itu dikonfirmasi tim penyidik saat memeriksa Edhy sebagai saksi untuk tersangka staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Keterangan itu juga digali dari Edhy saat diperiksa untuk tersangka lainnya.

"Penyidik mendalami terkait dugaan aliran uang dari berbagai pihak eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster maupun pengirimannya," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/12/2020). (Baca juga; Periksa Eksportir Benur, KPK Konfirmasi Setoran ke Edhy Prabowo )

Tim penyidik juga menggali keterangan dari Edhy terkait mekanisme pengurusan perizinan ekspor benih udang atau biasa disebut benur. "Disamping itu penyidik juga mendalami soal pengetahuan saksi mengenai mekanisme pengurusan untuk perizinan ekspor benur lobster tersebut," ungkap Ali.

(Baca Juga : Kerap Dikritik, Pimpinan KPK Sebut ICW Seperti Mengidap Diabetes )

Sebelumnya tim penyidik juga memeriksa Edhy Prabowo kemarin, penyidik mencecar Edhy soal aliran dana yang diterima dan dikelola oleh staf khususnya Amiril Mukminin. "Edhy Prabowo dikonfirmasi terkait dugaan penerimaan dan aliran sejumlah uang yang dikelola oleh tersangka AM (Amiril Mukminin)," kata Ali.

(Baca Juga : Sebut KPK Era Firli Lebih Baik, ICW Minta Mahfud MD Berbicara dengan Data )

Selain itu, Tim penyidik KPK juga mencecar salah satu eksportir benih bening lobster atau benur yakni Direktur Utama PT Samudra Bahari Sukses, Willy terkait kasus suap ekspor benur. Willy dicecar penyidik KPK mengenai uang yang disetorkan kepada Edhy Prabowo melalui biaya kargo sebesar Rp 1.800 per ekor benur.

"Dikonfirmasi terkait dengan proses dan pelaksanaan ekspor benih bening lobster (BBL) yang dikerjakan oleh perusahaan saksi dan dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada tersangka EP (Edhy Prabowo) melalui biaya kargo sebesar Rp 1.800 per ekor BBL," ujar Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (28/12/2020).

Diketahui KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo sebagai tersangka penerima suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster. (Baca juga; Suap Benur Edhy Prabowo, KPK Geledah Rumah Dinas Anggota DPR )

Selain Edhy, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah Stafsus Menteri KKP, Safri; staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Sementara satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).

Edhy bersama Safri, Andreau Pribadi Misanta, Siswadi, Ainul Faqih, dan Amril Mukminin diduga menerima suap sebesar Rp 10,2 miliar dan USD 100 ribu dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benur.

Sebagian uang suap tersebut digunakan oleh Edhy dan istrinya Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton serta baju Old Navy. (Pon)

Atas perbuatannya, para penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi suap, SJT disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(wib)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1279 seconds (0.1#10.140)