Menelisik Masa Depan Industri dan Cukai Hasil Tembakau
loading...
A
A
A
Menimbang Beban IHT
Perlu diakui bahwa kini beban IHT sangat besar. Selain kenaikan tarif cukai yang dalam dua tahun terakhir terus mengalami kenaikan, munculnya pandemi Covid 19 juga turut menambah deretan beban yang harus dihadapi IHT. Hasil riset Forum for Socio-Economic Studies (FOSES) menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok setiap tahun ternyata selalu memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah tenaga kerja serapan di sektor IHT. Data FOSES juga menunjukkan terjadinya penurunan jumlah tenaga kerja selama 2016 hingga 2018 akibat kenaikan cukai rokok sebesar 4,88% hingga 7,7%. Pasalnya, jumlah serapan tenaga kerja pada IHT adalah yang terbesar kelima di Tanah Air. Setidaknya sektor IHT dari hulu ke hilir terdapat 7 juta manusia yangmasih menggantungkan nasib di sektor pertembakauan.
Serangkaian kebijakan yang bersifat mengendalikan serta dampak pandemi Covid-19, akan berpengaruh terhadap produksi IHT yang berujung pada terganggunya penerimaan negara. Selain baban tenaga kerja, beban pajak, beban kesejahteraan pertanian, dan perdagangan IHT juga turut terdampak. Kebijakan kenaikan tarif cukai setiap tahun relatif tinggi dibanding angka inflasi maupun pertumbuhan ekonomi. Bahkan, kenaikan HJE meningkat dua kali lipat dibanding persentase kenaikan tarif pada sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) pada 2020.
Saat ini, penyusunan peta jalan (roadmap) IHT yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, dan pertanian mendesak untuk segera dilakukan oleh pemerintah. Kepastian tarif dan kebijakan CHT sangat diperlukan mengingat rantai produksi-distribusi usaha yang melibatkan banyak pihak dari petani, pabrik, buruh, distribusi, logistik, hingga pengecer warung. Oleh sebab itu, para stakeholders di sektor IHT perlu duduk bersama untuk menyelaraskan pemikiran dengan mengutamakan prinsip partisipatif, terbuka, dan holistik agar terciptanya kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang lebih deliberatif, inklusif, dan mengedepankan persaingan usaha yang sehat. Semoga.
Perlu diakui bahwa kini beban IHT sangat besar. Selain kenaikan tarif cukai yang dalam dua tahun terakhir terus mengalami kenaikan, munculnya pandemi Covid 19 juga turut menambah deretan beban yang harus dihadapi IHT. Hasil riset Forum for Socio-Economic Studies (FOSES) menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok setiap tahun ternyata selalu memberikan pengaruh negatif terhadap jumlah tenaga kerja serapan di sektor IHT. Data FOSES juga menunjukkan terjadinya penurunan jumlah tenaga kerja selama 2016 hingga 2018 akibat kenaikan cukai rokok sebesar 4,88% hingga 7,7%. Pasalnya, jumlah serapan tenaga kerja pada IHT adalah yang terbesar kelima di Tanah Air. Setidaknya sektor IHT dari hulu ke hilir terdapat 7 juta manusia yangmasih menggantungkan nasib di sektor pertembakauan.
Serangkaian kebijakan yang bersifat mengendalikan serta dampak pandemi Covid-19, akan berpengaruh terhadap produksi IHT yang berujung pada terganggunya penerimaan negara. Selain baban tenaga kerja, beban pajak, beban kesejahteraan pertanian, dan perdagangan IHT juga turut terdampak. Kebijakan kenaikan tarif cukai setiap tahun relatif tinggi dibanding angka inflasi maupun pertumbuhan ekonomi. Bahkan, kenaikan HJE meningkat dua kali lipat dibanding persentase kenaikan tarif pada sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) pada 2020.
Saat ini, penyusunan peta jalan (roadmap) IHT yang komprehensif dengan mempertimbangkan aspek kesehatan, ekonomi, pendapatan negara, tenaga kerja, dan pertanian mendesak untuk segera dilakukan oleh pemerintah. Kepastian tarif dan kebijakan CHT sangat diperlukan mengingat rantai produksi-distribusi usaha yang melibatkan banyak pihak dari petani, pabrik, buruh, distribusi, logistik, hingga pengecer warung. Oleh sebab itu, para stakeholders di sektor IHT perlu duduk bersama untuk menyelaraskan pemikiran dengan mengutamakan prinsip partisipatif, terbuka, dan holistik agar terciptanya kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) yang lebih deliberatif, inklusif, dan mengedepankan persaingan usaha yang sehat. Semoga.
(abd)