Survei Komnas HAM Ungkap Masyarakat Merasa Tak Bebas Kritik Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis hasil survei pandangan masyarakat mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi. Survei ini melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi yang dilakukan pada Juli-Agustus 2020.
Koordinator Badan Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mimin Dwi Hartono mengatakan dasar hukum dari kebebasan berpendapat dan berekspresi itu tercantum pada Pasal 28 E ayat 2 dan 3, serta Pasal 28 F. Pasal 28 E ayat 3 menyatakan: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (Baca juga: Din Syamsuddin: Indonesia Bangkrut Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi)
Mimin menerangkan negara memiliki kewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, khususnya, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. “Ini hak yang sangat mendasar sebagai pondasi bagi demokrasi,” ujarnya dalam paparan secara daring pada Selasa (15/12/2020). (Baca juga: Kualitas Kebebasan Berekspresi Saat Ini Dinilai Makin Menurun)
Dia menjelaskan dalam survei ini jumlah responden di Pulau Jawa 58,7% dan luar Jawa 41%. Dari 1.200 orang, 24,7% responden merupakan generasi Z (17-25), generasi Y (26-40) 40,2%, generasi X (41-55) 30,9%, dan baby boomers (56 ke atas) sebanyak 4,3%. Mimin menjabarkan 78,2% menyatakan sudah mengetahui kebebasan berpendapat dan berekspresi dilindungi UUD 1945. Yang menarik, masyarakat yang sadar akan hak ini banyak di wilayah Timur, yakni 87,5%. Sedangkan, wilayah Barat hanya 78% dan Tengah 77,2%. (Baca juga: Rencana Pemblokiran Medsos Dinilai Ancam Kebebasan Berekspresi)
Responden mendapatkan pengetahuan mengenai hak atas kebebasan berpendapat itu dari bangku sekolah dengan persentase 62,4%, media 44,6%, saudara atau teman 28%, dan sosial media 22,5%. “Mereka mengetahui itu bukan dari penyelenggara negara. Justru dari penyelenggara negara minim,” tutur Mimin.
Mimin mengungkapkan masyarakat saat ini merasa tidak bebas dalam mengeluarkan pendapat untuk mengritik pemerintah. Responden yang menyatakan itu sebanyak 29,4%. Kemudian, masyarakat tidak bebas dalam membawa atau memakai atribut yang menunjukkan kelompok tertentu 26%, menyatakan pilihan politik 22,5%, dan mengenakan simbol-simbol-simbol agama atau keyakinan sebanyak 21,8%. Masyarakat merasa paling bebas menyatakan pendapat di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar. Mereka justru takut menyatakan pendapat di media sosial. Ada sebanyak 36,2% yang menyatakan itu.
Generasi Z merupakan kelompok masyarakat yang merasa kebebasan paling banyak dilanggar dengan jumlah 31,4%. Komnas HAM mengungkapkan masyarakat menilai Polri menjadi pihak yang berpotensi melanggar kebebasan berpendapat dengan persentase 34,9%.
Pihak lain yang berpotensi melanggar, yakni pemerintah pusat 31%, organisasi masyarakat (Ormas) 30,2%, pemerintah daerah 19,6%, teror di dunia maya 17,3%, dan TNI 17,1%. Mimin mengatakan wilayah Indonesia Timur paling besar kekhawatiran terhadap pembatasan berpendapat dengan jumlah 93,8%. Wilayah Tengah 92,9% dan Barat 85,3%.
Beberapa kesimpulan dari survei itu, antara lain, hak atas informasi belum terpenuhi secara optimal. Sebab, ada 21,8 responden belum mengetahui hak menyatakan berpendapat dan berekspresi dilindungi konstitusi. “Minimnya, pemenuhan hak atas informasi dari pihak otoritatif berpotensi untuk memicu disinformasi, misinformasi, dan hoaks,” pungkasnya.
Lihat Juga: Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
Koordinator Badan Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Mimin Dwi Hartono mengatakan dasar hukum dari kebebasan berpendapat dan berekspresi itu tercantum pada Pasal 28 E ayat 2 dan 3, serta Pasal 28 F. Pasal 28 E ayat 3 menyatakan: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (Baca juga: Din Syamsuddin: Indonesia Bangkrut Demokrasi dan Kebebasan Berekspresi)
Mimin menerangkan negara memiliki kewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM, khususnya, hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. “Ini hak yang sangat mendasar sebagai pondasi bagi demokrasi,” ujarnya dalam paparan secara daring pada Selasa (15/12/2020). (Baca juga: Kualitas Kebebasan Berekspresi Saat Ini Dinilai Makin Menurun)
Dia menjelaskan dalam survei ini jumlah responden di Pulau Jawa 58,7% dan luar Jawa 41%. Dari 1.200 orang, 24,7% responden merupakan generasi Z (17-25), generasi Y (26-40) 40,2%, generasi X (41-55) 30,9%, dan baby boomers (56 ke atas) sebanyak 4,3%. Mimin menjabarkan 78,2% menyatakan sudah mengetahui kebebasan berpendapat dan berekspresi dilindungi UUD 1945. Yang menarik, masyarakat yang sadar akan hak ini banyak di wilayah Timur, yakni 87,5%. Sedangkan, wilayah Barat hanya 78% dan Tengah 77,2%. (Baca juga: Rencana Pemblokiran Medsos Dinilai Ancam Kebebasan Berekspresi)
Responden mendapatkan pengetahuan mengenai hak atas kebebasan berpendapat itu dari bangku sekolah dengan persentase 62,4%, media 44,6%, saudara atau teman 28%, dan sosial media 22,5%. “Mereka mengetahui itu bukan dari penyelenggara negara. Justru dari penyelenggara negara minim,” tutur Mimin.
Mimin mengungkapkan masyarakat saat ini merasa tidak bebas dalam mengeluarkan pendapat untuk mengritik pemerintah. Responden yang menyatakan itu sebanyak 29,4%. Kemudian, masyarakat tidak bebas dalam membawa atau memakai atribut yang menunjukkan kelompok tertentu 26%, menyatakan pilihan politik 22,5%, dan mengenakan simbol-simbol-simbol agama atau keyakinan sebanyak 21,8%. Masyarakat merasa paling bebas menyatakan pendapat di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitar. Mereka justru takut menyatakan pendapat di media sosial. Ada sebanyak 36,2% yang menyatakan itu.
Generasi Z merupakan kelompok masyarakat yang merasa kebebasan paling banyak dilanggar dengan jumlah 31,4%. Komnas HAM mengungkapkan masyarakat menilai Polri menjadi pihak yang berpotensi melanggar kebebasan berpendapat dengan persentase 34,9%.
Pihak lain yang berpotensi melanggar, yakni pemerintah pusat 31%, organisasi masyarakat (Ormas) 30,2%, pemerintah daerah 19,6%, teror di dunia maya 17,3%, dan TNI 17,1%. Mimin mengatakan wilayah Indonesia Timur paling besar kekhawatiran terhadap pembatasan berpendapat dengan jumlah 93,8%. Wilayah Tengah 92,9% dan Barat 85,3%.
Beberapa kesimpulan dari survei itu, antara lain, hak atas informasi belum terpenuhi secara optimal. Sebab, ada 21,8 responden belum mengetahui hak menyatakan berpendapat dan berekspresi dilindungi konstitusi. “Minimnya, pemenuhan hak atas informasi dari pihak otoritatif berpotensi untuk memicu disinformasi, misinformasi, dan hoaks,” pungkasnya.
Lihat Juga: Tom Lembong Ditahan Kejagung, Pakar Ingatkan Omongan Jokowi Minta Kebijakan Jangan Dikriminalisasi
(cip)