Temuan GeNose Terobosan Besar
loading...
A
A
A
JAKARTA - GeNose menjadi terobosan besar Indonesia sekaligus melengkapi berbagai temuan ilmuwan Tanah Air lainnya seperti ventilator, robot sterilisasi ruangan, alat tes antigen, pengembangan vaksin Merah Putih.
GeNose diprediksi mampu menghemat biaya dan memangkas waktu tes Covid-19. Alat tes hasil temuan tim peneliti UGM yang dimotori Prof Kuwat Triyana ini menggunakan sampel embusan napas untuk mendeteksi seseorang terpapar Covid atau tidak.
Untuk mengetahui hasil tes napas ini, GeNose hanya butuh waktu 80 detik. Ini sangat kontras dibandingkan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) yang membutuhkan waktu paling cepat sekitar 2 jam. Merujuk hasil uji klinis yang telah dilakukan tim, tingkat akurasi GeNose juga mencapai 95%.
Kuwat mengatakan, uji klinis tahap kedua telah selesai dilakukan. Uji klinis ini dilakukan di sembilan rumah sakit (RS) di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Semua data hasil rekam medis sedang dianalisis oleh para peneliti. “Total sampel sudah melampaui target. Dari semula 1.460, sekarang sudah di atas 1.500-an,” katanya, Minggu 13 Desember 2020.( )
Tim juga sudah mengirimkan hasil evaluasi ulang ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Nanti kami mengikuti interview untuk di-review oleh tim independen yang diketuai Akmal Taher (Ketua Tim Uji Klinik Alat Kesehatan Kemenkes). Kalau beliau meloloskan, izin edar akan keluar,” ujarnya.
Dalam uji klinis tahap dua tersebut, UGM mengikuti secara seksama aturan yang ada, seperti lokasi tes harus banyak, pengetes tidak mengetahui sebelumnya orang yang diperiksa positif atau negatif. Selain itu, hasil tes juga dibandingkan dengan model PCR dan melibatkan tim pemantau yang independen.( )
Kuwat menjelaskan, cara kerja GeNose mendeteksi senyawa volatile organic compounds (VOC). Senyawa itu merupakan hasil reaksi metabolik antara virus dengan inangnya, tubuh manusia tepatnya yang ada di saluran napas. Seseorang yang akan dites harus diambil embusan napasnya. Mula-mula pasien tersebut menghirup udara melalui hidung sebanyak dua kali dan dilepaskan. Baru pada embusan ketiga sampel itu dimasukan ke dalam kantong plastik khusus.
“Makanya, dalam SOP kami, orang yang dites harus menggunakan masker standar, medis. Agar ketika mengembuskan napas tertahan di masker, tidak kemana-mana sehingga mencegah penularan,” tuturnya.
Berdasarkan uji klinis terakhir, akurasi GeNose itu mencapai 95%. Sedangkan, untuk sensitivitas dalam mendeteksi Covid-19 mencapai 89%. Saat tes pertama sensitivitas GeNose bahkan mencapai 96%. Penurunan sensivitas itu, ungkap Kuwat, hal wajar karena sampel yang diambil pada tes kedua heterogen.
Kuwat mengungkapkan, saat ini sudah ada konsorsium yang bersedia memproduksi massal GeNose jika nantinya mendapatkan izin edar. Diperkirakan produksi GeNose mencapai 10.000 unit per bulan. Dalam hitungan kasarnya, dengan 10.000 unit GeNose maka bisa melakukan tes Covid-19 sebanyak 1 juta orang per hari. Sementara dengan tes PCR, saat ini di Indonesia baru mampu mengetes 50.000 orang per hari.
GeNose diprediksi mampu menghemat biaya dan memangkas waktu tes Covid-19. Alat tes hasil temuan tim peneliti UGM yang dimotori Prof Kuwat Triyana ini menggunakan sampel embusan napas untuk mendeteksi seseorang terpapar Covid atau tidak.
Untuk mengetahui hasil tes napas ini, GeNose hanya butuh waktu 80 detik. Ini sangat kontras dibandingkan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) yang membutuhkan waktu paling cepat sekitar 2 jam. Merujuk hasil uji klinis yang telah dilakukan tim, tingkat akurasi GeNose juga mencapai 95%.
Kuwat mengatakan, uji klinis tahap kedua telah selesai dilakukan. Uji klinis ini dilakukan di sembilan rumah sakit (RS) di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Semua data hasil rekam medis sedang dianalisis oleh para peneliti. “Total sampel sudah melampaui target. Dari semula 1.460, sekarang sudah di atas 1.500-an,” katanya, Minggu 13 Desember 2020.( )
Tim juga sudah mengirimkan hasil evaluasi ulang ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Nanti kami mengikuti interview untuk di-review oleh tim independen yang diketuai Akmal Taher (Ketua Tim Uji Klinik Alat Kesehatan Kemenkes). Kalau beliau meloloskan, izin edar akan keluar,” ujarnya.
Dalam uji klinis tahap dua tersebut, UGM mengikuti secara seksama aturan yang ada, seperti lokasi tes harus banyak, pengetes tidak mengetahui sebelumnya orang yang diperiksa positif atau negatif. Selain itu, hasil tes juga dibandingkan dengan model PCR dan melibatkan tim pemantau yang independen.( )
Kuwat menjelaskan, cara kerja GeNose mendeteksi senyawa volatile organic compounds (VOC). Senyawa itu merupakan hasil reaksi metabolik antara virus dengan inangnya, tubuh manusia tepatnya yang ada di saluran napas. Seseorang yang akan dites harus diambil embusan napasnya. Mula-mula pasien tersebut menghirup udara melalui hidung sebanyak dua kali dan dilepaskan. Baru pada embusan ketiga sampel itu dimasukan ke dalam kantong plastik khusus.
“Makanya, dalam SOP kami, orang yang dites harus menggunakan masker standar, medis. Agar ketika mengembuskan napas tertahan di masker, tidak kemana-mana sehingga mencegah penularan,” tuturnya.
Berdasarkan uji klinis terakhir, akurasi GeNose itu mencapai 95%. Sedangkan, untuk sensitivitas dalam mendeteksi Covid-19 mencapai 89%. Saat tes pertama sensitivitas GeNose bahkan mencapai 96%. Penurunan sensivitas itu, ungkap Kuwat, hal wajar karena sampel yang diambil pada tes kedua heterogen.
Kuwat mengungkapkan, saat ini sudah ada konsorsium yang bersedia memproduksi massal GeNose jika nantinya mendapatkan izin edar. Diperkirakan produksi GeNose mencapai 10.000 unit per bulan. Dalam hitungan kasarnya, dengan 10.000 unit GeNose maka bisa melakukan tes Covid-19 sebanyak 1 juta orang per hari. Sementara dengan tes PCR, saat ini di Indonesia baru mampu mengetes 50.000 orang per hari.