Peninjauan Kembali Kandas, Edy Nasution Tetap Dibui 8 Tahun
loading...
A
A
A
Putusan ini diputuskan dalam rapat musyawarah majelis hakim pada Kamis, 17 Oktober 2019 oleh Suhadi sebagai ketua majelis bersama dua orang anggota yaitu Krisna Harahap dan Maruap Dohmatiga Pasaribu.
Putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh ketua majelis dengan dihadiri dua hakim anggota serta Maruli Tumpal Sirait sebagai panitera pengganti. JPU pada KPK dan terpidana Edy Nasution tidak hadir saat pengucapan putusan.
Masih dalam salinan putusan, termaktub bahwa oleh karena hakim agung Maruap Dohmatiga Pasaribu sebagai hakim anggota II telah meninggal dunia pada Rabu, 25 Maret 2020, maka putusan ini ditandatangani oleh Suhadi sebagai ketua majelis dan Krisna Harahap sebagai hakim anggota I.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, surat tuntutan, dan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terbukti bahwa khusus uang suap yang diterima Edy Nasution untuk pengurusan beberapa perkara anak perusahaan Lippo Group. Pertama, penundaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), anak perusahaan Lippo Group melawan Kwang Yang Motor Co Ltd (PT KYMCO).
Sebelumnya berdasarkan putusan Singapore Internasional Abitration Centre (SIAC) pada PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar USD11,1 juta.
Kedua, untuk pengurusan pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh UU. Dalam proses pengajuan PK ini ada bantuan dari Nurhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung saat itu.
Dalam memuluskan perbuatan, Edy Nasution dkk menggunakan berbagai macam sandi komunikasi korupsi baik subjek maupun objek. Sandi merujuk subjek di antaranya, 'kawan pusat' untuk Edy Nasution, 'ED' untuk Eddy Sindoro, hingga 'promotor' dan 'Pak WU' untuk Nurhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung saat itu. Sandi merujuk objek uang suap di antaranya 'titipan', 'leasing', angka '100', angka '500', hingga angka '1,5'.
Putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga oleh ketua majelis dengan dihadiri dua hakim anggota serta Maruli Tumpal Sirait sebagai panitera pengganti. JPU pada KPK dan terpidana Edy Nasution tidak hadir saat pengucapan putusan.
Masih dalam salinan putusan, termaktub bahwa oleh karena hakim agung Maruap Dohmatiga Pasaribu sebagai hakim anggota II telah meninggal dunia pada Rabu, 25 Maret 2020, maka putusan ini ditandatangani oleh Suhadi sebagai ketua majelis dan Krisna Harahap sebagai hakim anggota I.
Berdasarkan fakta-fakta persidangan, surat tuntutan, dan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terbukti bahwa khusus uang suap yang diterima Edy Nasution untuk pengurusan beberapa perkara anak perusahaan Lippo Group. Pertama, penundaan proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP), anak perusahaan Lippo Group melawan Kwang Yang Motor Co Ltd (PT KYMCO).
Sebelumnya berdasarkan putusan Singapore Internasional Abitration Centre (SIAC) pada PT MTP dinyatakan wanprestasi dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada PT KYMCO sebesar USD11,1 juta.
Kedua, untuk pengurusan pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (PT AAL) meskipun telah lewat batas waktu yang ditentukan oleh UU. Dalam proses pengajuan PK ini ada bantuan dari Nurhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung saat itu.
Dalam memuluskan perbuatan, Edy Nasution dkk menggunakan berbagai macam sandi komunikasi korupsi baik subjek maupun objek. Sandi merujuk subjek di antaranya, 'kawan pusat' untuk Edy Nasution, 'ED' untuk Eddy Sindoro, hingga 'promotor' dan 'Pak WU' untuk Nurhadi Abdurachman selaku Sekretaris Mahkamah Agung saat itu. Sandi merujuk objek uang suap di antaranya 'titipan', 'leasing', angka '100', angka '500', hingga angka '1,5'.
(abd)