Tembak Mati 6 Anggota FPI, Tim Independen Mendesak karena 6 Kejanggalan Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Ray Rangkuti menilai pernyataan kepolisian soal tewasnya enama orang laskar Front Pembela Islam (FPI) yang mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) masih jauh dari meyakinkan. Ada beberapa pertanyaan yang kiranya butuh jawaban yang lebih dapat diterima nalar.
Pertama, menurut Ray, apa tujuan polisi menguntit iring-iringan rombongan HRS? Kedua, ketika rombongan Habib Rizieq tahu dikuntit, kenapa tidak ada upaya dari polisi untuk mengelabui pengawal bahwa seolah-olah tidak sedang melakukan penguntitan (berdasarkan rekaman yang beredar)?
"Umumnya penguntitan dirahasiakan agar yang dikuntit tidak curiga dan tetap melakukan aktivitas sesuai tujuannya. Kalau penguntitan sudah diketahui, kok tetap aktivitas itu dilakukan, sulit menyebut itu sebagai penguntitan," tutur Ray saat dihubungi SINDOnews, Rabu (9/12/2020).
(Baca: 4 Fakta Perkembangan Terbaru Kasus Penembakan 6 Anggota Laskar FPI)
Ketiga, lanjut Ray, jenis kejahatan apa sebenarnya yang dilakukan HRS sehingga penting untuk menguntitnya. Apakah HRS mencapai kejahatan extra ordinary crime seperti terorisme, korupsi, narkoba? Atau, apakah karena dugaan adanya pengumpulan masa di masa covid-19 maka seseorang harus dikuntit?
Keempat, kata Ray, bukankah polisi punya jejaring yang mungkin untuk mengawasi aktivitas HRS di manapun dia berada. Selain itu, kelima, Ray mempertanyakan, apakah HRS dikhawatirkan akan kabur sehingga terus menerus dikuntit?
"Tapi bukankah HRS masih dalam pemanggilan kedua. Sementara upaya paksa baru bisa dilakukan bila mangkir dalam pemanggilan ketiga," ujar mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini.
Kelima, Ray melihat, sejauh yang ia dapatkan, belum terdengar ada kesaksian publik terkait dengan peristiwa ini. Menurutnya, jika kasus ini terjadi di jalan tol KM 50 seperti diklaim polisi, biasanya akan ada kerumunan. Karena di dalam tol, dengan sendirinya akan menimbulkan kemacetan.
(Baca: MPUII Duga Enam Anggota FPI yang Tewas Ditembak Polisi untuk Alihkan Isu Besar)
"Lagipula, peristiwa tembak-menembak itu akan menimbulkan penutupan jalan dan karena itu bisa terjadi kemacetan. Namun, sejauh yang kita tahu belum ada sejauh yang kita dengar," beber dia.
Keenam, CCTV juga dalam keadaan mati sehingga tidak dapat dipergunakan untuk melihat kejadian yang sesungguhnya di jalan.
Menurut Ray, dengan semua pertanyaan-pertanyaan di atas, dia pun merasa kasus ini sudah sepatutnya diusut tim investigaai independen. Ini penting supaya diperoleh gambaran peristiwa secara utuh dan dengan sendirinya jawaban atas berbagai pertanyaan di atas.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
"Kepolisian tidak perlu resisten dengan dorongan pembentukan tim ini. Hal ini sekaligus sebagai upaya meyakinkan publik dan menepis keraguan masyarakat atas professionalisme polisi," tutur dia.
Ray juga berharap presiden dapat memastikan bahwa aparat penegak hukum kita bertindak profesional dan humanis. Menjauhkan pendekatan refresif. Pun begitu juga dengan komisi III DPR agar mengawasi dengan ketat setiap upaya penegakan hukum yang berakhir dengan kematian. "Komisi III untuk ikut serta memastikan institusi polisi yang lebih reformis dan humanis," pungkasnya.
Pertama, menurut Ray, apa tujuan polisi menguntit iring-iringan rombongan HRS? Kedua, ketika rombongan Habib Rizieq tahu dikuntit, kenapa tidak ada upaya dari polisi untuk mengelabui pengawal bahwa seolah-olah tidak sedang melakukan penguntitan (berdasarkan rekaman yang beredar)?
"Umumnya penguntitan dirahasiakan agar yang dikuntit tidak curiga dan tetap melakukan aktivitas sesuai tujuannya. Kalau penguntitan sudah diketahui, kok tetap aktivitas itu dilakukan, sulit menyebut itu sebagai penguntitan," tutur Ray saat dihubungi SINDOnews, Rabu (9/12/2020).
(Baca: 4 Fakta Perkembangan Terbaru Kasus Penembakan 6 Anggota Laskar FPI)
Ketiga, lanjut Ray, jenis kejahatan apa sebenarnya yang dilakukan HRS sehingga penting untuk menguntitnya. Apakah HRS mencapai kejahatan extra ordinary crime seperti terorisme, korupsi, narkoba? Atau, apakah karena dugaan adanya pengumpulan masa di masa covid-19 maka seseorang harus dikuntit?
Keempat, kata Ray, bukankah polisi punya jejaring yang mungkin untuk mengawasi aktivitas HRS di manapun dia berada. Selain itu, kelima, Ray mempertanyakan, apakah HRS dikhawatirkan akan kabur sehingga terus menerus dikuntit?
"Tapi bukankah HRS masih dalam pemanggilan kedua. Sementara upaya paksa baru bisa dilakukan bila mangkir dalam pemanggilan ketiga," ujar mantan aktivis 98 asal UIN Jakarta ini.
Kelima, Ray melihat, sejauh yang ia dapatkan, belum terdengar ada kesaksian publik terkait dengan peristiwa ini. Menurutnya, jika kasus ini terjadi di jalan tol KM 50 seperti diklaim polisi, biasanya akan ada kerumunan. Karena di dalam tol, dengan sendirinya akan menimbulkan kemacetan.
(Baca: MPUII Duga Enam Anggota FPI yang Tewas Ditembak Polisi untuk Alihkan Isu Besar)
"Lagipula, peristiwa tembak-menembak itu akan menimbulkan penutupan jalan dan karena itu bisa terjadi kemacetan. Namun, sejauh yang kita tahu belum ada sejauh yang kita dengar," beber dia.
Keenam, CCTV juga dalam keadaan mati sehingga tidak dapat dipergunakan untuk melihat kejadian yang sesungguhnya di jalan.
Menurut Ray, dengan semua pertanyaan-pertanyaan di atas, dia pun merasa kasus ini sudah sepatutnya diusut tim investigaai independen. Ini penting supaya diperoleh gambaran peristiwa secara utuh dan dengan sendirinya jawaban atas berbagai pertanyaan di atas.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
"Kepolisian tidak perlu resisten dengan dorongan pembentukan tim ini. Hal ini sekaligus sebagai upaya meyakinkan publik dan menepis keraguan masyarakat atas professionalisme polisi," tutur dia.
Ray juga berharap presiden dapat memastikan bahwa aparat penegak hukum kita bertindak profesional dan humanis. Menjauhkan pendekatan refresif. Pun begitu juga dengan komisi III DPR agar mengawasi dengan ketat setiap upaya penegakan hukum yang berakhir dengan kematian. "Komisi III untuk ikut serta memastikan institusi polisi yang lebih reformis dan humanis," pungkasnya.
(muh)