Mungkinkah Prabowo-Puan Berduet di 2024? Begini Hitung-hitungannya

Minggu, 06 Desember 2020 - 17:22 WIB
loading...
Mungkinkah Prabowo-Puan Berduet di 2024? Begini Hitung-hitungannya
uan Maharani bersama sang ibu Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Foto/Instagram Puan
A A A
JAKARTA - Prabowo Subianto dan Puan Maharani disebut-sebut berpotensi diduetkan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) di Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024.

Meski duet Prabowo-Puan akan memadukan kekuatan dua partai besar, yakni PDIP dan Gerindra, namun tidak berarti keduanya mudah meraih kemenangan.

Secara matematika, penggabungan kekuatan PDIP dan Gerindra memang cukup dahsyat. PDIP adalah partai pemenang pemilu dengan jumlah kursi terbanyak di DPR saat ini yakni 128,. Sedangkan Gerindra pemilik kursi ketiga terbesar di parlemen, yakni 78 kursi.( )

Dari sisi popularitas, Prabowo masih cukup populer karena sudah tiga kali mengikuti pilpres. Dua kali sebagai calon presiden (capres), yakni pada 2014 dan 2019, dan sekali sebagai calon wakil presiden (cawapres), yakni pada Pilpres 2009.

Prabowo bertengger di urutan kedua capres favorit berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada September 2020. Prabowo di urutan kedua dengan elektabilitas 16,8%. Posisi teratas ditempati Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dengan elektabilitas 18,7%.( )

Adapun Puan, meskipun sejauh ini hasil surveinya masih rendah, namun peluang untuk menaikkan elektabilitasnya masih terbuka. Jabatan Puan sebagai Ketua DPR bisa jadi panggung baginya untuk menunjukkan kinerja yang baik agar elektabilitasnya terus terdongkrak.

Dari sisi konfigurasi politik, duet Prabowo-Puan juga cukup menarik karena memadukan sosok militer dengan sipil, politisi senior dengan politisi muda, dan juga merepresentasikan keterwakilan laki-laki dan perempuan.

Prabowo-Puan pernah diwacanakan berpasangan pada Pilpres 2009. Namun, saat itu keinginan Prabowo menggandeng Puan tidak mendapat restu PDIP. Meskipun saat itu, kedua partai tetap berkoalisi, Prabowo batal jadi capres di detik-detik akhir pendaftaran calon.

Prabowo akhirnya harus puas di posisi cawapres mendampingi Megawati yang jadi capres. Duet Mega-Prabowo dan juga Jusuf Kalla-Wiranto akhirnya kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Koalisi PDIP dan Gerindra saat itu kalah telak hanya dalam satu putaran.( )

Jika nanti PDIP dan Gerindra kembali berkoalisi mengusung Prabowo-Puan, apakah akan menang? Atau justru akan menderita kekalahan untuk kedua kalinya? Menarik untuk dinantikan.

Namun, kabar baiknya adalah kondisi Pilpres 2009 dengan saat ini jauh berbeda. Statistik hasil pemilu berikut ini layak membuat PDIP dan Gerindra menepuk dada. Saat Mega-Prabowo maju di Pilpres 2009, PDIP saat itu bukan partai pemenang pemilu.

Demokrat dengan SBY terlalu digdaya dengan perolehan suara pemilu legislatif (pileg) sebesar 20,85%. Demokrat menguasai 150 dari 560 kursi DPR. PDIP saat itu hanya nomor tiga perolehan suara pileg (14,03%) dan hanya mendapatkan 95 kursi DPR. Beda cerita dengan kondisi sekarang. PDIP saat ini merajai parlemen dengan 128 kursi dengan perolehan suara Pileg 2019 sebesar 19,33%.

Gerindra pun demikian. Di Pileg 2009 partai ini tergolong medioker, hanya ada di urutan 8 dengan perolehan suara 4,46%. Jumlah kursi di DPR hanya 26 buah. Namun, kekuatan Gerindra kini jauh berbeda. Pada Pileg 2019 partai ini berada di posisi 3 perolehan suara (12,57%) dan meraup 78 kursi parlemen.

Lantas, apakah statistik mentereng kedua partai ini bisa jadi garansi dalam memenangi pertarungan Pilpres 2024?

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai, duet Prabowo-Puan secara matematika sangat mungkin terwujud, bahkan juga berpeluang memenangi pertarungan. Namun, dia mengingatkan politik bukan semata angka matematis atau statistik.

“Politik bukan soal matematika, jadi itu bukan jaminan. Apalagi, PDIP-Gerindra bila disatukan pernah memiliki sejarah kalah,” ujarnya kepada SINDONews, Sabtu (5/12/2020).

Kans untuk menang kian mendapat tantangan lantaran Prabowo pada 2024 nanti bisa jadi akan kehilangan pemilih yang dalam dua pilpres terakhir menjadi pendukung setianya.

Pemilih dari kalangan umat Islam, terutama pendukung atau sinpatisan gerakan Aksi 212, berpotensi hengkang lantaran kecewa Prabowo bergabung ke pemerintahan Jokowi.

Faktor lain yang juga bisa menjadi kelemahan adalah faktor Prabowo yang sering disebut tidak punya hoki di pilpres. Dalam tiga kali percobaan dia selalu gagal. Pilpres 2024 adalah pertarungan keempat bagi mantan Danjen Kopassus itu. “Selain koalisi PDIP-Gerindra punya sejarah kalah, fakta lain adalah Prabowo sendiri di pilpres kalah terus,” ujar Hendri.
(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2691 seconds (0.1#10.140)