3 Negara ASEAN Ini Dinilai Bisa Dicontoh Indonesia untuk Atasi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengajak negara-negara ASEAN untuk bekerja sama menanggulangi pandemi virus Corona (Covid-19). Kuncinya, ada di komunikasi dan saling tukar informasi.
(Baca juga: Satgas Covid-19: Pastikan Tidak Terjadi Penumpukan dan Kerumunan di TPS Pilkada)
Epidemiologi Kamaluddin Latief mengatakan, kerja sama antarnegara itu penting. Dia menceritakan dalam penyebaran virus flu burung, para peneliti Indonesia dengan Singapura, Thailand, dan Vietnam, bekerja sama.
Memang tidak dalam bingkai formal. Cara-cara kerja sama seperti ini bisa dilakukan untuk menangani pandemi Covid-19 ini. (Baca juga: Sudah Ada Tersangka, 5 Pejabat Swasta Diperiksa KPK Terkait Korupsi Stadion Mandala)
Kamaluddin mengungkapkan, Thailand sudah mulai membuka sekolahnya. Indonesia bisa mempelajari bagaimana penerapan protokol kesehatan di sana.
"Kita bisa belajar bagaimana Vietnam mengoptimalkan teknologinya untuk melakukan tracing dan tracking. Kita bisa melihat Singapura bagaimana sistem surveillance-nya sangat maju," kata Kamaluddin saat dihubungi SINDOnews, Jumat (27/11/2020).
Dalam menghadapi virus yang menular ini, Kamaluddin mengingatkan tentang pengawasan ketat di pintu perbatasan. Dia menceritakan pengalaman saat berada di Jepang ketika Virus Sars Cov-II baru merebak di Wuhan.
China, Jepang, dan Korea Selatan, saling berkomunikasi mengenai aturan buka-tutup perbatasan. "Hal-hal seperti itu bisa kita adopsi," ucapnya.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu menegaskan, yang harus dilakukan Indonesia itu menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara konsisten. Itu yang menjadi kunci negara-negara maju bisa mengendalikan penyebaran virus Sars Cov-II. Bukan rahasia lagi, penegakan protokol kesehatan di Tanah Air angin-anginan.
Terakhir, penegakan protokol kesehatan dilakukan secara ketat ketika DKI Jakarta memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II. Setelah itu, pengawasan dari pemerintah kembali lengah dan masyarakat pun abai menerapkan protokol kesehatan. Harus diakui, literasi kesehatan warga di negara maju telah di atas Indonesia.
"Kita harus harus melihat bagaimana kebijakan bisa dilakukan di waktu yang pas dan diimplementasikan. Bukan membuat kebijakan ketika pandemi belu terkendali. Kita bisa belajar dari Vietnam dan Malaysia, yang peralatannya relatif sederhana dibandingkan kita. Akan tetapi, indikator keberhasilannya jauh lebih bagus," tuturnya.
Kamaluddin memaparkan jika dilihat lebih dalam, mereka menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dengan sepenuhnya di fasilitas kesehatan. Di Indonesia, sebenarnya ada sistem akreditasi. "Sistem akreditasi lebih banyak formalitas daripada untuk memperkuat sistem dan benar-benar dijalankan. Sampai pandemi membuka mata kita," kritiknya.
Dia menilai, boleh menginisiasi kerja sama. Namun, ini perlu dilanjut dengan duduk bersama untuk saling tukar informasi. Indonesia tidak perlu langsung jor-joran membangun fasilitas riset dan laboratorium. Dia menyarankan Indonesia memperkuat sistem kesehatan dan membenahi berbagai laboratorium yang ada.
Saat flu burung melanda, kelemahan kapasitas laboratorium Indonesia telah menjadi bahasan kala itu. "Kita memperkuat sistem dulu, bukan untuk jangka pendek. Akan tetapi membangun pertahanan untuk ke depan. Yang namanya penyakit menular bisa muncul sewaktu-waktu. Kita tidak boleh tergantung pada suatu negara. Kita mesti punya pertahanan sendiri," pungkasnya.
(Baca juga: Satgas Covid-19: Pastikan Tidak Terjadi Penumpukan dan Kerumunan di TPS Pilkada)
Epidemiologi Kamaluddin Latief mengatakan, kerja sama antarnegara itu penting. Dia menceritakan dalam penyebaran virus flu burung, para peneliti Indonesia dengan Singapura, Thailand, dan Vietnam, bekerja sama.
Memang tidak dalam bingkai formal. Cara-cara kerja sama seperti ini bisa dilakukan untuk menangani pandemi Covid-19 ini. (Baca juga: Sudah Ada Tersangka, 5 Pejabat Swasta Diperiksa KPK Terkait Korupsi Stadion Mandala)
Kamaluddin mengungkapkan, Thailand sudah mulai membuka sekolahnya. Indonesia bisa mempelajari bagaimana penerapan protokol kesehatan di sana.
"Kita bisa belajar bagaimana Vietnam mengoptimalkan teknologinya untuk melakukan tracing dan tracking. Kita bisa melihat Singapura bagaimana sistem surveillance-nya sangat maju," kata Kamaluddin saat dihubungi SINDOnews, Jumat (27/11/2020).
Dalam menghadapi virus yang menular ini, Kamaluddin mengingatkan tentang pengawasan ketat di pintu perbatasan. Dia menceritakan pengalaman saat berada di Jepang ketika Virus Sars Cov-II baru merebak di Wuhan.
China, Jepang, dan Korea Selatan, saling berkomunikasi mengenai aturan buka-tutup perbatasan. "Hal-hal seperti itu bisa kita adopsi," ucapnya.
Lulusan Universitas Indonesia (UI) itu menegaskan, yang harus dilakukan Indonesia itu menerapkan protokol kesehatan Covid-19 secara konsisten. Itu yang menjadi kunci negara-negara maju bisa mengendalikan penyebaran virus Sars Cov-II. Bukan rahasia lagi, penegakan protokol kesehatan di Tanah Air angin-anginan.
Terakhir, penegakan protokol kesehatan dilakukan secara ketat ketika DKI Jakarta memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) jilid II. Setelah itu, pengawasan dari pemerintah kembali lengah dan masyarakat pun abai menerapkan protokol kesehatan. Harus diakui, literasi kesehatan warga di negara maju telah di atas Indonesia.
"Kita harus harus melihat bagaimana kebijakan bisa dilakukan di waktu yang pas dan diimplementasikan. Bukan membuat kebijakan ketika pandemi belu terkendali. Kita bisa belajar dari Vietnam dan Malaysia, yang peralatannya relatif sederhana dibandingkan kita. Akan tetapi, indikator keberhasilannya jauh lebih bagus," tuturnya.
Kamaluddin memaparkan jika dilihat lebih dalam, mereka menjalankan standar operasional prosedur (SOP) dengan sepenuhnya di fasilitas kesehatan. Di Indonesia, sebenarnya ada sistem akreditasi. "Sistem akreditasi lebih banyak formalitas daripada untuk memperkuat sistem dan benar-benar dijalankan. Sampai pandemi membuka mata kita," kritiknya.
Dia menilai, boleh menginisiasi kerja sama. Namun, ini perlu dilanjut dengan duduk bersama untuk saling tukar informasi. Indonesia tidak perlu langsung jor-joran membangun fasilitas riset dan laboratorium. Dia menyarankan Indonesia memperkuat sistem kesehatan dan membenahi berbagai laboratorium yang ada.
Saat flu burung melanda, kelemahan kapasitas laboratorium Indonesia telah menjadi bahasan kala itu. "Kita memperkuat sistem dulu, bukan untuk jangka pendek. Akan tetapi membangun pertahanan untuk ke depan. Yang namanya penyakit menular bisa muncul sewaktu-waktu. Kita tidak boleh tergantung pada suatu negara. Kita mesti punya pertahanan sendiri," pungkasnya.
(maf)