Kader Terlilit Korupsi, Prabowo dan Gerindra Diyakini Tetap Kuat di 2024

Jum'at, 27 November 2020 - 15:12 WIB
loading...
Kader Terlilit Korupsi, Prabowo dan Gerindra Diyakini Tetap Kuat di 2024
Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Foto/Instagram
A A A
JAKARTA - Figur Prabowo Subianto dan Partai Gerindra diprediksi tetap kuat di Pemilu 2024. Elektabilitas Prabowo dan Gerindra dinilai tak terpengaruh dengan kasus dugaan korupsi benih lobster yang melibatkan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Partai Gerindra diprediksi bisa bertahan. Prabowo Subianto juga masih akan tetap kuat. Nahkoda tangguh itu tidak lahir di lautan yang tenang, tapi lahir di laut yang penuh dengan ombak dan badai," ujar Pengamat Politik dari Universitas Jayabaya, Igor Dirgantara kepada SINDOnews, Jumat (27/11/2020).

( )

Director Survey dan Polling Indonesia (SPIN) ini mengatakan, gemuruh berita operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo itu ramai di media sosial (Medsos). Istilahnya, kata dia, hanya menjadi trending topics.

Namun, lanjut dia, kenyataan politik bisa berkata lain. "Kurang heboh bagaimana kasus kader PDIP Harun Masiku itu di mata publik. Sangat buruk. Beberapa kali jadi trending topic. Sosoknya pun seperti hilang tanpa jejak," ungkapnya.

Bahkan, lanjut dia, nyaris tak terdengar dari Presiden Jokowi bersuara lantang agar Harun Masiku segera ditangkap. "Mungkin karena partainya sama. Tapi sudahlah, lihat saja semua hasil survei politik yang ada sekarang. PDIP tetap juara, bertengger gagah di puncak elektabilitas parpol politik di Indonesia," tuturnya.

( o)

Begitu juga, sambung dia, sebelumnya dengan kasus mantan Menteri Sosial yang merupakan kader Partai Golkar Idrus Marham, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga politikus PKB Imam Nachrawi, Lutfi Hasan Ishaaq yang merupakan mantan Presiden PKS, dan Patrice Rio Capella yang merupakan mantan Sekjen Nasdem.

"Keempat tokoh partai ini juga di OTT KPK. Riuh di medsos, tapi Golkar, Nasdem, PKB, dan PKS tetap bertengger sebagai Parpol papan atas. Bagaimana dengan kasus Demokrat yang berjaya pada 10 tahun pemerintahan SBY (2004-2014), tapi elektabilitasnya turun drastis pada pemilu 2019 ? Bukankah karena banyak kadernya yang terjerat kasus korupsi, padahal sudah mengatakan tidak pada korupsi? Benar," ungkapnya.

Tetapi, kata dia, ekpose kasus korupsi kader Partai Demokrat yang tersohor pada saat SBY berkuasa lebih dari satu orang, bahkan terlalu banyak. Waktu itu, lanjut dia, mulai dari anggota DPR Angelina Sondakh, Sutan Bhatoegana, Menpora Andi Malaranggeng, Menteri ESDM Jero Wacik, bahkan sampai ketua umum partai Demokrat, bendahara dan Dewan Pembinanya, yaitu Anas Urbaningrum, Muhammad Nazaruddin, dan Hartati Murdaya.

"Bagaimanapun toh Partai Demokrat masih tetap lolos di sepuluh besar parpol yang lolos ambang batas parlemen di Senayan. Tetapi semakin banyak ekpose kasus korupsi, maka semakin besar juga peluang turunnya elektabiltas dari parpol yang bersangkutan," katanya.

Untuk itu, dia menilai sebuah partai politik perlu tegas dan keras kepada seluruh kadernya yang menonjol di publik agar tidak ada perbuatan korupsi atau muncul ekpose kasus korupsi lagi. Menurut dia, dalam kasus korupsi, elektabilitas individu selaku kader partai sangat berbeda dengan elektabilitas partai politiknya.

"Sekali kader politik melakukan tindak pidana korupsi dan terekpose oleh media, maka habislah sudah elektabilitas dan kredibilitasnya sebagai figur politik. Namun belum tentu partai politiknya juga mengalami penurunan elektabilitas, karena ada spiral of silence yang dipercaya bahwa tidak semua kader parpol suka korupsi, bahkan sebenarnya banyak juga yang antikorupsi," imbuhnya.

Dia melanjutkan, kecuali jika masyarakat akhirnya jenuh dan mual saat melihat efek demonstrasi adanya satu partai politik yang kadernya selalu muncul terjerat kasus korupsi dan terekspose terus di media.

"Nah sekarang apakah kasus OTT Menteri KKP Edhy Prabowo akan mempengaruhi dukungan publik untuk Partai Gerindra, misalnya terkait dalam perhelatan Pilkada 9 Desember 2020 yang sudah di depan mata? Belum tentu. Lihat saja nanti faktanya," ujarnya.

Dia menuturkan, KPK sudah menyebut penangkapan Edhy Prabowo terkait dugaan korupsi izin ekspor benih lobster. Kata dia, setiap orang bisa saja berdalih atau berargumentasi di medsos. "Tetapi secara riil politik kasus korupsi akan dipersepsikan oleh publik atau pemilih (votter) sebagai urusan dan proyek pribadi, tidak ada hubungan yang signifikan dengan muara partai politiknya," ucapnya.

Dia pun mengingatkan bahwa berita negatif malah bisa menjadi berita positif, tergantung bagaimana situasi darurat tersebut disikapi. Dia berpendapat, jika Prabowo dan Gerindra merespons dengan konsisten dan sikap tegas terhadap kader partai yang korupsi, maka publik pasti akan mengapresiasi.

"Jika Prabowo dan Gerindra legowo KPK memeroses hukum kader partainya yang terkena OTT itu juga akan menuai simpati masyarakat, sekaligus bisa menjadi contoh yang baik bagi dunia politik di Indonesia. Kasus OTT Menteri KKP tidak ada kaitan sama sekali dengan Prabowo, tetapi murni masalah dari salah satu kadernya saja. Publik akan bisa melihatnya. Simpe;," katanya.

Dia menilai Prabowo justru bisa menjadikan peristiwa kasus Edhy Prabowo sebagai momentum memulihkan citra (image restoration) sekaligus mempertahankan kredibilitas Gerindra dengan tetap menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.

"Faktanya, Edhy Prabowo juga tidak bertele-tele menyatakan maaf dan mundur, baik itu sebagai Menteri KKP, ataupun sebagai kader dan pengurus Partai Gerindra. Ini respons yang baik dan positif," katanya.

(dam)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1265 seconds (0.1#10.140)