Pertama di Indonesia, Dua Doktor Siber Ini Lulus Ujian Secara Online
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi virus Corona atau Covid-19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak menjadi penghalang bagi Agung Nugraha dan Sulistyo dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk meraih gelar Doktor Siber yang pertama di Indonesia.
Agung (49 tahun) dan Sulistyo (48 tahun) berhasil meraih gelar tersebut dengan nilai A (sangat memuaskan) setelah lulus Sidang Ujian Doktor Terbuka Bidang Hubungan Internasional Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran secara online melalui video conference, Rabu 15 April 2020.
Pada sidang terbuka tersebut, Agung yang merupakan lulusan Akademi Sandi Negara tahun 1993 ini berhasil mempertahankan disertasinya yang bertajuk 'Penanggulangan Terorisme Siber pada Media Sosial di Indonesia.'
(Baca juga: Waspada Ancaman Siber Menyamar di Balik Zoom Cs)
Menurut Agung, terorisme siber merupakan ancaman nyata bagi Indonesia. "Teknologi digital, media sosial, dan media layanan pesan telah dimanfaatkan oleh kelompok teroris dalam melakukan aktivitas kejahatan, seperti propaganda, radikalisasi, rekrutmen anggota, perencanaan serangan, sarana interaksi dan komunikasi, serta pendanaan kelompok terorisme," kata Agung, Kamis (16/4/2020).
Agung menjelaskan, Pemerintah Indonesia perlu segera merancang strategi penanggulangan ancaman siber ini. "Seperti membuat regulasi keamanan siber, memperkuat kerja sama, baik dengan aktor negara dan non-negara di bidang siber, serta membangun pemahaman sosialisasi tentang bahaya terorisme siber ke masyarakat," jelasnya.
Adapun Sulistyo yang merupakan lulusan Akademi Sandi Negara tahun 1994, berhasil mempertahankan disertasinya dengan tajuk 'Diplomasi Siber Indonesia dalam Menghadapi Potensi Konflik Siber.'
Dalam paparannya, dia mengatakan, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkrit dengan membentuk BSSN. "Guna mencegah dan mengantisipasi munculnya potensi konflik siber, Pemerintah Indonesia melalui BSSN melakukan diplomasi siber dengan berbagai aktor, baik aktor negara maupun non-negara," paparnya.
Sulistyo menambahkan, rekonstruksi politik hukum diplomasi siber perlu diperkuat agar bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia. Peran BSSN juga sangat penting dalam pelaksanaan operasionalisasi kesepakatan-kesepakatan.
"Guna menguatkan peran dan kerja sama di antara aktor negara maupun aktor non negara untuk mengantisipasi dan mendeteksi ancaman siber sekaligus meningkatkan kemampuan mitigasi risiko serangan siber yang dapat memicu konflik siber," tuturnya.
Agung (49 tahun) dan Sulistyo (48 tahun) berhasil meraih gelar tersebut dengan nilai A (sangat memuaskan) setelah lulus Sidang Ujian Doktor Terbuka Bidang Hubungan Internasional Program Pascasarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran secara online melalui video conference, Rabu 15 April 2020.
Pada sidang terbuka tersebut, Agung yang merupakan lulusan Akademi Sandi Negara tahun 1993 ini berhasil mempertahankan disertasinya yang bertajuk 'Penanggulangan Terorisme Siber pada Media Sosial di Indonesia.'
(Baca juga: Waspada Ancaman Siber Menyamar di Balik Zoom Cs)
Menurut Agung, terorisme siber merupakan ancaman nyata bagi Indonesia. "Teknologi digital, media sosial, dan media layanan pesan telah dimanfaatkan oleh kelompok teroris dalam melakukan aktivitas kejahatan, seperti propaganda, radikalisasi, rekrutmen anggota, perencanaan serangan, sarana interaksi dan komunikasi, serta pendanaan kelompok terorisme," kata Agung, Kamis (16/4/2020).
Agung menjelaskan, Pemerintah Indonesia perlu segera merancang strategi penanggulangan ancaman siber ini. "Seperti membuat regulasi keamanan siber, memperkuat kerja sama, baik dengan aktor negara dan non-negara di bidang siber, serta membangun pemahaman sosialisasi tentang bahaya terorisme siber ke masyarakat," jelasnya.
Adapun Sulistyo yang merupakan lulusan Akademi Sandi Negara tahun 1994, berhasil mempertahankan disertasinya dengan tajuk 'Diplomasi Siber Indonesia dalam Menghadapi Potensi Konflik Siber.'
Dalam paparannya, dia mengatakan, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah konkrit dengan membentuk BSSN. "Guna mencegah dan mengantisipasi munculnya potensi konflik siber, Pemerintah Indonesia melalui BSSN melakukan diplomasi siber dengan berbagai aktor, baik aktor negara maupun non-negara," paparnya.
Sulistyo menambahkan, rekonstruksi politik hukum diplomasi siber perlu diperkuat agar bisa beradaptasi dengan perkembangan dunia. Peran BSSN juga sangat penting dalam pelaksanaan operasionalisasi kesepakatan-kesepakatan.
"Guna menguatkan peran dan kerja sama di antara aktor negara maupun aktor non negara untuk mengantisipasi dan mendeteksi ancaman siber sekaligus meningkatkan kemampuan mitigasi risiko serangan siber yang dapat memicu konflik siber," tuturnya.