Nadiem Akui Belajar Jarak Jauh Picu Banyak Dampak Negatif bagi Anak

Jum'at, 20 November 2020 - 19:20 WIB
loading...
Nadiem Akui Belajar...
Mendikbud Nadiem Makarim mengungkapkan dampak negatif PJJ mulai ancaman putus sekolah hingga kekerasan yang dialami anak. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud ) menyadari banyak persoalan yang terjadi selama penerapan pembelajaran jarak jauh (PJJ) di masa pandemi Covid-19. Bahkan, semakin lama kebijakan itu dilakukan justru telah berdampak negatif terhadap anak.

Mendikbud Nadiem Makarim menyampaikan dampak negatif itu meliputi ancaman putus sekolah, terhambatnya tumbuh kembang anak, tekanan psikososial hingga terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak.

”Dampak negatif yang terjadi pada anak itu suatu hal yang nyata. Kalau terus menerus (pembelajaran jarak jauh) dilaksanakan, bisa menjadi suatu risiko yang permanen,” jelas Nadiem saat memaparkan penyelenggaraan pembelajaran semester genap tahun ajaran 2020/2021 yang disiarkan secara daring, Jumat (20/11/2020).

(Baca: Sekolah Tatap Muka Boleh Dimulai Januari 2021, Ini Tiga Pihak yang Berkepentingan)

Ia mengatakan banyak anak terpaksa bekerja membantu keuangan keluarga akibat terdampak pandemi. Di sisi lain, banyak orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar apabila pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka. Kondisi itu menyebabkan anak berpotensi terancam putus sekolah.

Demikian juga proses tumbuh kembang anak menjadi terhambat. Nadiem menyampaikan, perbedaan akses dan kualitas daerah yang semakin sulit melakukan PJJ menyebabkan kesenjangan capaian belajar.

“Tren keikusertaan dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) sejak penerapan PJJ semakin menurun drastis. Ini bisa menyebabkan dampak permanen terhadap tumbuh kembang anak yang tidak optimal,” ujarnya.

Selain itu, hilangnya pembelajaran tatap muka yang berisiko panjang, baik terhadap kemampuan kognitif maupun karakter anak. Persoalan itu berisiko menyebabkan adanya pembelajaran yang hilang (learning loss).

(Baca: Mendikbud: Kapasitas Sekolah Tatap Muka hanya 50%)

Lebih ironisnya, tekanan psikososial karena minimnya interaksi antara guru dengan murid dan lingkungan luar serta tekanan akibat PJJ menyebabkan anak mudah stres. Bahkan, kondisi itu juga dialami orang tua karena harus membagi waktu antara bekerja dan mendampingi anak yang belajar dari rumah.

Persoalan tersebut tidak dimungkiri ikut memicu terjadinya insiden kekerasan di rumah tangga. Bahkan, tindakan itu dialami anak-anak selama PJJ di rumah.

Lantaran itu, Nadiem bersama Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri menyepakati surat keputusan bersama (SKB) yang memberikan kelonggaran sekolah dibolehkan kembali melakukan belajar secara tatap muka. Pelaksanaannya dimulai pada Januari 2021 yaitu awal semester genap tahun ajaran 2020/2021.

“Kebijakan ini berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. Jadinya bulan Januari 2021. Daerah dan sekolah diharapkan dari sekarang, kalau siap untuk melakukan tatap muka harus meningkatkan kesiapannya,” jelas dia.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2094 seconds (0.1#10.140)