Golkar, Gerindra dan PAN Minta Draf RUU Pemilu Dikembalikan

Kamis, 19 November 2020 - 20:25 WIB
loading...
Golkar, Gerindra dan...
Baleg DPR menyatakan RUU Pemilu belum memenuhi ketentuan pembentukan perundang-undangan yaitu dalam UU Nomor 15 Tahun 2019. Foto/ilustrasi.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu ( RUU Pemilu ) tengah masuk tahapan harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR . Namun, 3 fraksi yakni Fraksi Partai Golkar, Partai Gerindra, dan PAN di Baleg DPR RI meminta draf RUU itu dikembalikan ke Komisi II DPR untuk disempurnakan.

Anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar Firman Soebagyo menyatakan RUU Pemilu sebaiknya dikembalikan ke Komisi II DPR sebagai pengusul untuk dilakukan penyempurnaan. Menurutnya, draf RUU Pemilu yang disampaikan Komisi II DPR belum memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Lazimnya, itu kita kembalikan kepada pengusul, karena kalau ini kita lanjutkan pembacaan isi maka Baleg melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Kita harus taat azas, apalagi UU ini sangat sensitif karena ini penyelenggaraan pemilu,” kata Firman dalam rapat di Baleg DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (19/11/2020).

(Baca: RUU Pemilu, PKS Usulkan Dapil Nasional untuk Elite Parpol)

Anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan mengatakan, fraksinya belum bisa melihat arah yang hendak dituju dari RUU Pemilu. Menurutnya, RUU Pemilu yang telah disampaikan Komisi II DPR pun telah melebar dari azas pembentukan sebuah regulasi.

Untuk itu, sambungnya, fraksinya mengusulkan agar RUU Pemilu dikembalikan ke Komisi II DPR untuk disempurnakan lebih dahulu.

“Mungkin akan lebih baik dikembalikan ke pengusul untuk disempurnakan, karena apapun yang terjadi ini keputusan politik nanti, sehingga untuk saat ini kalau kita harus membahas tampakya belum,” kata Firman di kesempatan yang sama.

(Baca: DPR Sebut RUU Pemilu Terdiri Atas 741 Pasal dan 6 Buku)

Senada, anggota Baleg dari Fraksi PAN Ali Taher Parasong mengatakan, bahwa RUU Pemilu masih memerlukan pendalaman dari sisi filosofis, sosiologis, serta yuridis yang semakin mendalam. Ia pun menyarankan agar draf RUU Pemilu dikembalikan ke Komisi II DPR lebih dahulu. Sehingga, Baleg DPR disarankan tidak perlu mengambil alih RUU Pemilu menjadi RUU inisiatif.

“Baleg itu enggak usah terlalu dalam mengambil kewenangan yang ada pada Komisi, kembalikan ke Komisi II meskipun secara aspek prosedural harus melalui Baleg,” ungkapnya.

Berdasarkan hasil kajian Tim Ahli Baleg DPR , RUU Pemilu dinyatakan belum memenuhi ketentuan dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

(Baca: Keserentakan Pilkada Mundur di 2027, DPR Tengah Finalisasi RUU Pemilu)

Dari aspek teknis, terdapat 177 pasal dari 741 pasal dalam RUU Pemilu yang memuat alternatif norma. Sementara dari aspek substansi, terdapat beberapa pasal yang di dalam satu pasal merumuskan substansi yang berbeda, karena ada pilihan alternatif atas substansi pasal tersebut. Sehingga, pembulatan dan pengharmonisasian konsep RUU Pemilu sulit dirumuskan.

Beberapa isu pun dianggap belum memenuhi UU PPP, seperti soal keserentakan Pemilu terdapat pada Pasal 4, 5 dan 6; lalu sistem pemilu di Pasal 201 dan 206; besaran kursi daerah pemilihan di Pasal 207 dan 208; ambang batas pencalonan presiden yang terdapat di pasal 187; serta ambang batas parlemen di Pasal 217 dan konversi suara hasil pemilu di Pasal 218.

Berdasarkan aspek teknis dan substansi, RUU Pemilu secara garis besar juga dinilai belum memenuhi asas pembentukan perundang-undangan terutama dari asas kejelasan tujuan dan kejelasan rumusan.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1040 seconds (0.1#10.140)