Mutasi COVID-19 Lebih Gahar untuk Menular, Guru Besar FK Unpad Sebut Mitos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa waktu terakhir ada informasi bahwa mutasi virus COVID-19 lebih berbahaya atau lebih gahar menular dibandingkan dengan strain awal yang menyebar di Wuhan, China.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ( Unpad ) sekaligus Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita menegaskan bahwa mutasi COVID-19 lebih gahar hanya mitos. (Baca juga: Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Meningkat Signifikan Usai Libur Panjang)
“Iya betul itu mitos, karena dimana-mana juga ada mutasi, dan mutasinya juga sama tapi waktu timbulnya itu berbeda,” ujar Cissy dalam dialog KPC PEN Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta secara virtual, Senin (16/11/2020).
Selain itu, Cissy juga menegaskan bahwa pengembangan vaksin tidak terpengaruh oleh adanya mutasi virus COVID-19. “Terbukti sampai sekarang sudah hampir 100 ribu lebih mungkin, relawan di dunia dan aman saat dilakukan uji vaksin COVID-19,” katanya.
Meskipun, kata Cissy, ada beberapa relawan yang mengalami efek dari vaksin namun hanya ringan dan tidak sampai sakit berat. “Ada beberapa yang mengalami efek simpang rapi ringan, kemudian info-info atau berita-berita mengenai adanya yang meninggal, ada yang sakit berat, ada yang sakit punggung dan lain itu ternyata tidak terbukti dalam uji itu,” jelasnya.
Efek samping itu, justru bukan dari vaksin yang sedang diuji tapi dari plasebo yang diberikan ke relawan. “Waktu dilakukan penelitian, banyak yang ternyata itu adalah yang dapat plasebo justru ya. Dan juga ternyata kejadiannya tidak berhubungan sama sekali dengan vaksinasi.”
Hal-hal seperti ini, tambah Cissy, harus diinformasikan kepada masyarakat agar menjadi tenang sehingga tidak terjadi disinformasi. (Baca juga: Masih Ada 30% Masyarakat Ragu-ragu Diberikan Vaksin COVID-19)
“Pertama memang sosialisasi itu harus berlomba-lomba dengan mitos-mitos, dengan apa info-info yang kurang tepat, kurang benar, mengenai katanya efek samping, mengenai berbagai yang sementara teori mungkin bisa terjadi. Dan itu yang harus diinformasikan oleh media media, oleh pemerintah ke masyarakat, sehingga masyarakat kemudian tenang,” terangnya.
Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ( Unpad ) sekaligus Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita menegaskan bahwa mutasi COVID-19 lebih gahar hanya mitos. (Baca juga: Kasus Positif Covid-19 di Jakarta Meningkat Signifikan Usai Libur Panjang)
“Iya betul itu mitos, karena dimana-mana juga ada mutasi, dan mutasinya juga sama tapi waktu timbulnya itu berbeda,” ujar Cissy dalam dialog KPC PEN Keamanan Vaksin dan Menjawab Mitos dengan Fakta secara virtual, Senin (16/11/2020).
Selain itu, Cissy juga menegaskan bahwa pengembangan vaksin tidak terpengaruh oleh adanya mutasi virus COVID-19. “Terbukti sampai sekarang sudah hampir 100 ribu lebih mungkin, relawan di dunia dan aman saat dilakukan uji vaksin COVID-19,” katanya.
Meskipun, kata Cissy, ada beberapa relawan yang mengalami efek dari vaksin namun hanya ringan dan tidak sampai sakit berat. “Ada beberapa yang mengalami efek simpang rapi ringan, kemudian info-info atau berita-berita mengenai adanya yang meninggal, ada yang sakit berat, ada yang sakit punggung dan lain itu ternyata tidak terbukti dalam uji itu,” jelasnya.
Efek samping itu, justru bukan dari vaksin yang sedang diuji tapi dari plasebo yang diberikan ke relawan. “Waktu dilakukan penelitian, banyak yang ternyata itu adalah yang dapat plasebo justru ya. Dan juga ternyata kejadiannya tidak berhubungan sama sekali dengan vaksinasi.”
Hal-hal seperti ini, tambah Cissy, harus diinformasikan kepada masyarakat agar menjadi tenang sehingga tidak terjadi disinformasi. (Baca juga: Masih Ada 30% Masyarakat Ragu-ragu Diberikan Vaksin COVID-19)
“Pertama memang sosialisasi itu harus berlomba-lomba dengan mitos-mitos, dengan apa info-info yang kurang tepat, kurang benar, mengenai katanya efek samping, mengenai berbagai yang sementara teori mungkin bisa terjadi. Dan itu yang harus diinformasikan oleh media media, oleh pemerintah ke masyarakat, sehingga masyarakat kemudian tenang,” terangnya.
(kri)