Hadapi Dampak Perubahan Iklim, Pusat-Daerah Mesti Bersinergi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perubahan iklim merupakan tantangan global yang tengah dihadapi dunia saat ini. Merujuk pada Laporan Kajian ke-5 (AR5) Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), suhu bumi meningkat sekitar 0,8 derajat Celcius selama seabad terakhir.
Peningkatan suhu global ditaksir terus meningkat 1,8-4 derajat Celcius pada akhir 2100 dibandingkan rata-rata suhu pada periode 1980-1999. Kenaikan itu setara dengan 2,5-4,7 derajat Celcius jika dibandingkan periode pra-industri atau sekitar 1750-an.
Laporan IPCC juga menegaskan bahwa terjadinya perubahan iklim berupa meningkatnya emisi gas rumah kaca diakibatkan aktivitas manusia. Peningkatan emisi gas rumah kaca dalam 50 tahun terakhir menunjukkan yang tertinggi dalam sejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya sejak 800 ribu tahun yang lalu.
(Baca: Suhu Naik 4 Derajat Celcius, Antartika Kerek Tinggi Air Laut hingga 6,5 Meter)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai pemerintah pusat dan daerah perlu terus bersinergi dalam pengendalian perubahan iklim di Indonesia melalui berbagai kebijakan yang dibuat. Lantaran itu, KLHK melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) menyelenggarakan sosialisasi hasil-hasil perundingan perubahan iklim dan implementasinya di tingkat nasional. Salah satunya untuk wilayah Sulawesi Tenggara.
“Sosialisasi ini bertujuan agar para pemangku kepentingan mendapatkan informasi akurat mengenai hasil-hasil pencapaian perundingan perubahan iklim dan beberapa catatan tindak lanjut di tingkat nasional. Selain itu, diharapkan juga memiliki persamaan persepsi terhadap dan implementasinya di tingkat nasional serta dapat memberikan input konstruktif untuk implementasi pengendalian perubahan iklim di daerah,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Ruandha A Sugardiman dalam penjelasannya, Kamis (12/11/2020).
Ia mengungkapkan, tahun ini menjadi cukup monumental bagi pengendalian perubahan iklim global. Hal tersebut dikarenakan 2020 merupakan tahun pertama bagi negara-negara yang tergabung dalam Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) mengimplementasikan komitmennya di bawah Paris Agreement.
Indonesia turut menjadi Negara Pihak pada beberapa perjanjian turunan dari UNFCCC, yaitu Kyoto Protocol yang diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto. Kemudian, Doha Amendment diterima melalui instrument Piagam Penerimaan Doha Amendment to the Kyoto Protocol pada 6 Agustus 2014. Adapun yang terbaru adalah Paris Agreement yang diratifikasi melalui UU No. 16 Tahun 2016 pada 24 Oktober 2016.
“Sebagai tahun pertama pelaksanaan Paris Agreement, Negara Pihak dihadapkan pada tantangan lain yang tidak kalah hebatnya dengan perubahan iklim itu sendiri, yaitu timbulnya pandemi global Covid-19,” ungkap Ruandha.
(Baca: Meskipun Perubahan Iklim Dikendalikan, Es Antartika Akan Terus Mencair)
Peningkatan suhu global ditaksir terus meningkat 1,8-4 derajat Celcius pada akhir 2100 dibandingkan rata-rata suhu pada periode 1980-1999. Kenaikan itu setara dengan 2,5-4,7 derajat Celcius jika dibandingkan periode pra-industri atau sekitar 1750-an.
Laporan IPCC juga menegaskan bahwa terjadinya perubahan iklim berupa meningkatnya emisi gas rumah kaca diakibatkan aktivitas manusia. Peningkatan emisi gas rumah kaca dalam 50 tahun terakhir menunjukkan yang tertinggi dalam sejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya sejak 800 ribu tahun yang lalu.
(Baca: Suhu Naik 4 Derajat Celcius, Antartika Kerek Tinggi Air Laut hingga 6,5 Meter)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai pemerintah pusat dan daerah perlu terus bersinergi dalam pengendalian perubahan iklim di Indonesia melalui berbagai kebijakan yang dibuat. Lantaran itu, KLHK melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) menyelenggarakan sosialisasi hasil-hasil perundingan perubahan iklim dan implementasinya di tingkat nasional. Salah satunya untuk wilayah Sulawesi Tenggara.
“Sosialisasi ini bertujuan agar para pemangku kepentingan mendapatkan informasi akurat mengenai hasil-hasil pencapaian perundingan perubahan iklim dan beberapa catatan tindak lanjut di tingkat nasional. Selain itu, diharapkan juga memiliki persamaan persepsi terhadap dan implementasinya di tingkat nasional serta dapat memberikan input konstruktif untuk implementasi pengendalian perubahan iklim di daerah,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK Ruandha A Sugardiman dalam penjelasannya, Kamis (12/11/2020).
Ia mengungkapkan, tahun ini menjadi cukup monumental bagi pengendalian perubahan iklim global. Hal tersebut dikarenakan 2020 merupakan tahun pertama bagi negara-negara yang tergabung dalam Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) mengimplementasikan komitmennya di bawah Paris Agreement.
Indonesia turut menjadi Negara Pihak pada beberapa perjanjian turunan dari UNFCCC, yaitu Kyoto Protocol yang diratifikasi melalui UU No. 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto. Kemudian, Doha Amendment diterima melalui instrument Piagam Penerimaan Doha Amendment to the Kyoto Protocol pada 6 Agustus 2014. Adapun yang terbaru adalah Paris Agreement yang diratifikasi melalui UU No. 16 Tahun 2016 pada 24 Oktober 2016.
“Sebagai tahun pertama pelaksanaan Paris Agreement, Negara Pihak dihadapkan pada tantangan lain yang tidak kalah hebatnya dengan perubahan iklim itu sendiri, yaitu timbulnya pandemi global Covid-19,” ungkap Ruandha.
(Baca: Meskipun Perubahan Iklim Dikendalikan, Es Antartika Akan Terus Mencair)