Ini Alasan PKS Ngotot Kembali Usulkan RUU Minuman Beralkohol
loading...
A
A
A
JAKARTA - Beberapa anggota dari Fraksi PPP, PKS , dan Partai Gerindra mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol ( RUU Minol ) sebagai inisiatif DPR. Padahal, RUU ini sempat dibahas di DPR 2014-2019 dari awal hingga akhir masa kerja, dan menguap begitu saja.
Terkait hal itu, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengungkapkan alasan fraksinya ngotot mengusulkan RUU Minol. "Alasan kenapa kita usulkan? Secara sosiologi, secara fakta sosial, bahaya terhadap minol ini sudah cukup lampu merah menurut saya. Karena paling tidak 58% dari total kriminal yang terjadi di negara kita karena konsumsi minuman keras," kata Bukhori saat dihubungi SINDOnews, Jumat (13/11/2020).
"Kedua, kematian terhadap manusia di WHO sendiri mencatat pada 2011 sudah ada 2 koma sekian juta. Pada tahun 2014, lebih dari 3,3 juta yang meninggal dunia karena itu. Dan di negara kita, yang mengkonsumsi minol untuk anak muda yang jumlah 60 jutaan itu sekitar 14 juta 400 orang itu mengkonsumsi alkohol, ini data tahun 2014," katanya. ( )
Artinya, Bukhori melanjutkan, ini merupakan fakta-fakta sosial yang mengkhawatirkan. Kalau kemudian DPR sebagai bagian dari negara ini dan punya kewenangan untuk melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, maka akan berdosa. Berdosa kepada negara, berkhianat pada janji sebagai wakil rakyat dan berdosa kepada Allah. "Makannya menurut saya ini perlu ada regulasi bisa memberikan solusi," katanya.
Dia melihat, selama ini berbagai macam regulasi, baik itu UU, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Pemerintah (PP) dan bahkan Peraturan Daerah (Perda) itu sudah mengatur untuk mengendalikan minol ini. Artinya, regulasi itu politik hukumnya adalah mengatur dan mengendalikan, tetapi faktanya, pengendalian yang dilakukan pemerintah dengan seluruh pelengkapnya itu tidak berhasil.
"Dengan bukti bahwa masyarakat dan anak-anak muda kita tidak menjadi sasaran, karena apa? Karena tidak ada suatu pengaturan yang jelas dan komprehensif," kata Bukhori.
Menurutnya, kebijakan politiknya memang melarang minol, tetapi ada pengecualian terhadap beberapa alasan. Misalnya, alasan pariwisata khusus bagi wisatawan dari Eropa dan negara lain di hotel tertentu, alasan budaya, alasan terkait peribadatan atau keyakinan tertentu, alasan pengobatan, alasan farmasi. Pengecualian itu akan dibuka dalam UU tersebut. ( )
"Sebab tidak mungkin ada suatu aturan tanpa ada jalan keluar. UUD saja yang pada dasarnya pembuat UU siapa? DPR dan presiden. Tetapi, dalam kegentingan memaksa presiden bisa mengeluarkan Perppu. Itu namanya exit, sama dengan demikian. Misalnya di Papua, pemda Papua saja itu menerbitkan perda yang isinya menolak itu. Kenapa kemudian kita terlalu khawatir kalau minol ditolak lalu akan menyebabkan kerugian negara, enggak kok. Karena nilai devisanya juga sangat kecil. Tapi kerusakannya begitu besar," katanya.
Bukhori menjelaskan, dalam konteks pelarangan tentu ada sanksi karena di KUHP tidak ada sanksi terkait dengan orang yang mengkonsumsi. Pasal 300 KUHP itu merupakan sanksi bagi orang yang menawarkan atau menyodorkan miras bagi orang sudah kelihatan mabuk yang artinya sudah minum duluan, yang dilarang bukan minumnya tapi memberikan orang yang sudah mabuk, meminumnya sendiri tidak dilarang.
"Oleh karena itu, di rancangan UU ini kita menawarkan satu solusi agar berbagai ancaman regulasi yang ada itu ditampung kemudian merujuk pada suatu UU, ada payung yang kemudian kuat dan jelas dan payung itu sifatnya minol. Karena yang ada itu berbagai macam regulasi tidak secara khusus menyebutkan minol tetapi minuman yang mengandung alkohol yang beroplosan ada di Bab Makanan dan Minuman. Kita khusus minol," katanya. (Baca Juga: PPP Ajak Koalisi Keumatan Lakukan Langkah Nyata Perjuangkan RUU Minol)
Oleh karena itu, anggota Komisi VIII DPR ini menegaskan, alasan pihaknya kembali mengusulkan itu karena optimisme untuk menunjukkan konsistensi dari fraksi yang punya perhatian khusus kepada moral bangsa. Pihaknya juga ingin menunjukkan kepada publik bahwa ini persoalan penting. Dalam persoalan nanti anggota tidak menyetujui, itu perdebatan yang bisa terjadi di mana saja. Dan dengan fakta bahwa anggota DPR ini latarnya beragam, ada yang berlatar pendidikan, pengusaha, dan seterusnya. Itu semua mempengaruhi kepada pengambilan keputusan nanti.
"Itulah kenapa kita tetap harus usulkan, itu pertama memberikan kesan kepada publik ini barang penting, ini sesuatu yang sangat penting dan perlu mendapatkan dukungan. Jadi tidak cukup melihat dari sisi politik dan tidak hanya dari sisi bisnisnya, tapi dari sisi moralitas. Kenapa kami ngotot? Karena ini berkaitan dengan penyelamatan moralitas anak bangsa, menyelamatkan nasib generasi masa depan kita, menyelamatkan pewarisan calon-calon pemimpin masa depan kita. Tiga hal itu yang membuat kita terus," katanya.
Terkait hal itu, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengungkapkan alasan fraksinya ngotot mengusulkan RUU Minol. "Alasan kenapa kita usulkan? Secara sosiologi, secara fakta sosial, bahaya terhadap minol ini sudah cukup lampu merah menurut saya. Karena paling tidak 58% dari total kriminal yang terjadi di negara kita karena konsumsi minuman keras," kata Bukhori saat dihubungi SINDOnews, Jumat (13/11/2020).
"Kedua, kematian terhadap manusia di WHO sendiri mencatat pada 2011 sudah ada 2 koma sekian juta. Pada tahun 2014, lebih dari 3,3 juta yang meninggal dunia karena itu. Dan di negara kita, yang mengkonsumsi minol untuk anak muda yang jumlah 60 jutaan itu sekitar 14 juta 400 orang itu mengkonsumsi alkohol, ini data tahun 2014," katanya. ( )
Artinya, Bukhori melanjutkan, ini merupakan fakta-fakta sosial yang mengkhawatirkan. Kalau kemudian DPR sebagai bagian dari negara ini dan punya kewenangan untuk melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, maka akan berdosa. Berdosa kepada negara, berkhianat pada janji sebagai wakil rakyat dan berdosa kepada Allah. "Makannya menurut saya ini perlu ada regulasi bisa memberikan solusi," katanya.
Dia melihat, selama ini berbagai macam regulasi, baik itu UU, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Pemerintah (PP) dan bahkan Peraturan Daerah (Perda) itu sudah mengatur untuk mengendalikan minol ini. Artinya, regulasi itu politik hukumnya adalah mengatur dan mengendalikan, tetapi faktanya, pengendalian yang dilakukan pemerintah dengan seluruh pelengkapnya itu tidak berhasil.
"Dengan bukti bahwa masyarakat dan anak-anak muda kita tidak menjadi sasaran, karena apa? Karena tidak ada suatu pengaturan yang jelas dan komprehensif," kata Bukhori.
Menurutnya, kebijakan politiknya memang melarang minol, tetapi ada pengecualian terhadap beberapa alasan. Misalnya, alasan pariwisata khusus bagi wisatawan dari Eropa dan negara lain di hotel tertentu, alasan budaya, alasan terkait peribadatan atau keyakinan tertentu, alasan pengobatan, alasan farmasi. Pengecualian itu akan dibuka dalam UU tersebut. ( )
"Sebab tidak mungkin ada suatu aturan tanpa ada jalan keluar. UUD saja yang pada dasarnya pembuat UU siapa? DPR dan presiden. Tetapi, dalam kegentingan memaksa presiden bisa mengeluarkan Perppu. Itu namanya exit, sama dengan demikian. Misalnya di Papua, pemda Papua saja itu menerbitkan perda yang isinya menolak itu. Kenapa kemudian kita terlalu khawatir kalau minol ditolak lalu akan menyebabkan kerugian negara, enggak kok. Karena nilai devisanya juga sangat kecil. Tapi kerusakannya begitu besar," katanya.
Bukhori menjelaskan, dalam konteks pelarangan tentu ada sanksi karena di KUHP tidak ada sanksi terkait dengan orang yang mengkonsumsi. Pasal 300 KUHP itu merupakan sanksi bagi orang yang menawarkan atau menyodorkan miras bagi orang sudah kelihatan mabuk yang artinya sudah minum duluan, yang dilarang bukan minumnya tapi memberikan orang yang sudah mabuk, meminumnya sendiri tidak dilarang.
"Oleh karena itu, di rancangan UU ini kita menawarkan satu solusi agar berbagai ancaman regulasi yang ada itu ditampung kemudian merujuk pada suatu UU, ada payung yang kemudian kuat dan jelas dan payung itu sifatnya minol. Karena yang ada itu berbagai macam regulasi tidak secara khusus menyebutkan minol tetapi minuman yang mengandung alkohol yang beroplosan ada di Bab Makanan dan Minuman. Kita khusus minol," katanya. (Baca Juga: PPP Ajak Koalisi Keumatan Lakukan Langkah Nyata Perjuangkan RUU Minol)
Oleh karena itu, anggota Komisi VIII DPR ini menegaskan, alasan pihaknya kembali mengusulkan itu karena optimisme untuk menunjukkan konsistensi dari fraksi yang punya perhatian khusus kepada moral bangsa. Pihaknya juga ingin menunjukkan kepada publik bahwa ini persoalan penting. Dalam persoalan nanti anggota tidak menyetujui, itu perdebatan yang bisa terjadi di mana saja. Dan dengan fakta bahwa anggota DPR ini latarnya beragam, ada yang berlatar pendidikan, pengusaha, dan seterusnya. Itu semua mempengaruhi kepada pengambilan keputusan nanti.
"Itulah kenapa kita tetap harus usulkan, itu pertama memberikan kesan kepada publik ini barang penting, ini sesuatu yang sangat penting dan perlu mendapatkan dukungan. Jadi tidak cukup melihat dari sisi politik dan tidak hanya dari sisi bisnisnya, tapi dari sisi moralitas. Kenapa kami ngotot? Karena ini berkaitan dengan penyelamatan moralitas anak bangsa, menyelamatkan nasib generasi masa depan kita, menyelamatkan pewarisan calon-calon pemimpin masa depan kita. Tiga hal itu yang membuat kita terus," katanya.
(abd)