Money Follow Program di Tengah Covid-19

Selasa, 10 November 2020 - 22:00 WIB
loading...
Money Follow Program...
Irfan Ridwan Maksum
A A A
Irfan Ridwan Maksum
Guru Besar tetap, Ketua Pengmas Desa dan Klaster DeLOGO-FIA-UI

DI KALANGAN birokrasi Indonesia berkecamuk ihwal refocusing anggaran penanganan wabah Covid-19, baik di pusat maupun di daerah di semua lini dan sektor. Marahnya Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu pun jika ditelisik akarnya adalah kegamangan refocusing anggaran tersebut. Birokrasi adalah budget maximizer dalam ekonomi-politik, sehingga dengan refocusing tentu benturan antar-lini dan sektor menjadi tak terhindarkan. Birokrasi juga terbiasa dalam zona nyaman dan status quo maka refocusing cenderung dihindari. Akibatnya mesin birokrasi pun lamban bahkan lumpuh.

Artikel ini berasumsi akar kegamangan refocusing adalah karena adanya pergeseran basis pola perumusan anggaran dari money follow function ke money follow program. Sejatinya dua hal tersebut tidak bertentangan. Pertentangan ini menyebabkan seolah harus memilih di antara keduanya, dan money follow program (MFP) yang kini diacu menjadi sumber kegamangan tersebut.

Tidak Beroposan
Anggaran turun dari perencanaan, perencanaan turun dari arah kebijakan. Dari perencanaan diputus berbagai program-program dan dilanjutkan menjadi berbagai proyek, kemudian proyek-proyek turun kepada aktivitas-aktivitas dan akhirnya dinilai dengan uang. Telah lama dari aktivitas ke nilai uang menjadi teori dalam perumusan anggaran dengan konsep money follow function (MFF).

Jalannya waktu konsep tersebut identik dengan money follow sector. Proses rumusan perencanaan menjadi program proyek kegiatan kemudian menjadi nilai uang itu berada dalam organisasi pemerintahan. Dalam ilmu organisasi, tata kelola pembagian kerja adalah utama. Oleh karena itu visi, misi, dan sasaran organisasi yang dijalankan pemerintah RI dibagi tugaskan kepada para menteri yang membidangi sektor. Jadilah program proyek harus sesuai dengan sektor-sektor yang ada menurut fungsi-fungsi dalam pembagian tugas yang dibuat.

Sektor-sektor tersebut membawahi berbagai kegiatan yang turun dari program dan perencanaan. Sektor-sektor mengusung berbagai perencanaan program dan proyek. Seolah menjadi bancaan tiap sektor dan sulit berkoordinasi serta berkolaborasi. Tiap sektor memiliki kavling yang tidak boleh sektor lain memasukinya.

Sebetulnya ini adalah persoalan pada perlunya terobosan untuk membangun kolaborasi. Apa lacur sudah didobrak dengan money follow program. Seolah pula bahwa tiap sektor dapat mengusung program yang sama dengan basis perspektif sektornya. Jadilah berbagai program identik dapat tersebar di berbagai kementerian/lembaga (K/L) dan bahkan dapat dikerubuti bareng dengan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota dengan syarat urusan konkuren.

Jika memperhatikan Sistem Akutabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), sebetulnya antara MFF dan MFP adalah satu genus. Tidak perlu dipertentangkan, syaratnya sistem perencanaan secara nasional terjaga kuat, penuh komitmen dan dibangun berjenjang-rapi. Daerah otonom mengikuti koridor sistem perencanaan tersebut dengan ruang otonomi yang ada. Tata kerja berbasis teori organisasi pemerintah menjadi platform.

Disamping itu, pertentangan tersebut tidak perlu terjadi karena kepentingan sebagai satu genus harus diyakini dan dipastikan untuk kepentingan efisiensi dan efektivitas anggaran. Dalam hal refocusing untuk anggaran Covid-19, dengan basis MFP yang dipertentangkan dengan MFF sebagai dasar rumusan, maka tiap sektor saling adu ketangkasan untuk menjadi yang terdepan. Tercatat Badan Intelejen Negara (BIN) saja melakukan test swab dan PCR serta rapid test di mana-mana sebagai program kerjanya. Tidak menerima sektor kesehatan dan bencana sebagai panglima, akhirnya tidak pernah bertemu, dan celakanya semua sektor menjadi gamang untuk refocusing, dan kemudian mandek atau melamban.

Kembali Ke MFF
Baik MFF maupun MFP tidak bertentangan. Rumusan anggaran dengan nilai uang dipastikan turun dari kegiatan-kegiatan yang berasal dari program dan proyek. Oleh karena itu, jika refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19 ditetapkan maka yakinkan bahwa fokusnya berbasis fungsi atau kegiatan-kegiatan yang dipilih. Dalam hal ini jelas sudah dimunculkan adalah kesehatan dan bencana.

Dari dua kelompok kegiatan/ fungsi tersebut, disusunlah perencanaan penanganan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional. visi, misi, arah dan sasaran harus dipastikan di sini yang dilanjutkan dengan berbagai program-program yang akan dilaksanakan untuk mewujudkannya.

Program-program tersebut harus disusun berdasarkan skala prioritas. Terdapat program inti (utama) didampingi program pendukung (supporting) dilanjutkan program tambahan dan dapat dirumuskan program pendukung tambahan. Dapat pula susunannya dimulai dari primer, sekunder, tersier, kwarter.

Sangat diyakini program utama/ inti yang muncul adalah (1) mitigasi ketersebaran penderita Covid-19; (2) penanganan pasien penderita Covid-19; (3) penetapan dan pengawasan pelaksanaan PSBB; (4) penetapan dan pelaksanaan new-normal. Anggaran nasional di dalam APBN dan APBD harus difokuskan dalam ke empat program di atas. Di Indonesia sudah terlanjur penanganan Covid-19 ini menjadi urusan konkuren yang idealnya adalah urusan mutlak pemerintah pusat karena bencana nasional.

Dari program tersebut keluar proyek dan kegiatan yang dinilai dengan uang sebagai basis refocusing anggaran. Di samping program utama/ inti tersebut, maka seterusnya program pendukung dan tambahan dan pendukung tambahan. Dapat disebutkan berbagai program-program yang menjadi pendukung penanganan wabah Covid-19, antara lain: (1) berbagai program terkait pembenahan sistem transportasi (perhubungan), khususnya transportasi massal; (2) berbagai program terkait Infra struktur/ ke-PU-an khususnya prasarana perekenomian, jalan raya, sistem kebersihan lingkungan; (3) berbagai program terkait pengelola ASN terkait sistem kerja, WFH, kinerja dan lain-lain; dan (4) berbagai program terkait pengadaan dan penjagaan sistem logistik. Dan, akhirnya, sesuai pembagian urusan di dalam UU Pemda tetap berjalan dengan fokus Covid-19. Dengan demikian APBN dan APBD ditata kembali supaya terjadi kesinambungan dan sinkronisasi.

Program-program terkait pertahanan dan keamanan yang menuntut refocusing APBN juga terjadi di sini disamping program-program terkait pengelolaan BUMN. Sudah diakui bahwa BUMN menjadi garda pendukung penanganan Covid-19.

Untuk program-program terkait (1) sosial ekonomi, (2) pendidikan, (3) industri perdagangan, (4) koperasi, UMKM, dan industri kreatif; (5) Investasi; (6) pertanian perkebunan kehutanan kelautan; (7) ESDM; dan pariwisata merupakan program terdampak Covid-19. Program-program yang diusung adalah penguatan berbagai subjek terdampak. APBN dan APBD harus dikerjakan untuk menguatkan kembali subjek terdampak.

Program-program terkait hubungan luar negeri, moneter, peradilan dan agama yang juga terdampak perlu juga memerlukan dukungan refocusing APBN. Dengan menggunakan dasar skala prioritas di atas, maka diharapkan kegamangan tidak perlu. Akhirnya anggaran refocusing di pusat dan di daerah segera dilakukan sehingga mesin birokrasi segera menggeliat lebih cepat kembali. Untuk menjamin kapasitasnya juga bagus, maka harus dikendalikan man behind the gun melalui pengelolaan ASN yang manjur. Semoga.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1246 seconds (0.1#10.140)