Burhanuddin Diputus Bersalah oleh PTUN, Kejaksaan Agung Ajukan Banding
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin akan mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta yang mengabulkan gugatan keluarga korban Semanggi I-II. Burhanuddin merasa putusan tersebut tidak tepat sehingga akan mengajukan banding.
"Tim jaksa pengacara negara selaku kuasa tergugat akan mempelajari terlebih dahulu isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: PTUN Putuskan Jaksa Agung Melawan Hukum soal Tragedi Semanggi)
Banding diajukan sesuai ketentuan Pasal 122 maupun 131 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009. Kejagung merasa putusan tersebut tidak tepat, namun, Kejagung tetap menghormati putusan Pengadilan TUN Jakarta nomor 99/G/TUN/2020/PTUN.JKT. "Sangat menghormati atas putusan Pengadilan TUN tersebut," jelasnya. (Baca juga: Komnas HAM Siap Dikonfrontasi dengan Jaksa Agung Soal Kasus Semangi I-II)
Sebelumnya, tiga hakim yang menjadi pengadil dalam perkara yakni Hakim Ketua Andi Muhammad Ali Rahman, dan dua anggota Hakim Umar Dani, dan Hakim Syafaat memutuskan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan tersebut, terkait dengan gugatan ajuan dari keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II 1998. Dalam putusannya, majelis hakim, menolak seluruh eksepsi Kejaksaan Agung (Kejakgung). “Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya,” begitu petikan putusan majelis hakim, yang dikutip dari laman resmi PTUN Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Ada empat amar dalam putusan majelis hakim. Selain mengabulkan gugatan para keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II, majelis juga menyatakan, pernyataan Burhanuddin sebagai perbuatan melanggar hukum. Burhanuddin, sebagai representasi dari pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 16 Januari menyatakan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998, bukan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Dalam rapat kerja itu, Burhanuddin juga menyatakan, Komisi Nasional (Komnas) HAM tak perlu menindaklanjuti peristiwa penembakan para mahasiswa yang terjadi 18 tahun lalu itu dan tak perlu mendesak dibentuknya Pengadilan HAM Adhoc terkait peristiwa tersebut.
“Menyatakan Tindakan Pemerintah berupa Penyampaian Tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020 yang menyampaikan: ‘…Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR yang menyatakan peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM’, adalah perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan,” petikan kedua putusan PTUN.
Majelis PTUN juga, dalam putusannya memerintahkan Burhanuddin, harus membayar biaya perkara senilai Rp285.000 dan selaku Jaksa Agung membuat pernyatan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya kepada Komisi III dalam rapat kerja selanjutnya. “Sepanjang belum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya,” kata hakim.
"Tim jaksa pengacara negara selaku kuasa tergugat akan mempelajari terlebih dahulu isi putusan tersebut dan yang pasti akan melakukan upaya hukum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono dalam keterangan tertulis, Rabu (4/11/2020). (Baca juga: PTUN Putuskan Jaksa Agung Melawan Hukum soal Tragedi Semanggi)
Banding diajukan sesuai ketentuan Pasal 122 maupun 131 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha sebagaimana telah dirubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009. Kejagung merasa putusan tersebut tidak tepat, namun, Kejagung tetap menghormati putusan Pengadilan TUN Jakarta nomor 99/G/TUN/2020/PTUN.JKT. "Sangat menghormati atas putusan Pengadilan TUN tersebut," jelasnya. (Baca juga: Komnas HAM Siap Dikonfrontasi dengan Jaksa Agung Soal Kasus Semangi I-II)
Sebelumnya, tiga hakim yang menjadi pengadil dalam perkara yakni Hakim Ketua Andi Muhammad Ali Rahman, dan dua anggota Hakim Umar Dani, dan Hakim Syafaat memutuskan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan tersebut, terkait dengan gugatan ajuan dari keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II 1998. Dalam putusannya, majelis hakim, menolak seluruh eksepsi Kejaksaan Agung (Kejakgung). “Mengabulkan gugatan para penggugat seluruhnya,” begitu petikan putusan majelis hakim, yang dikutip dari laman resmi PTUN Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Ada empat amar dalam putusan majelis hakim. Selain mengabulkan gugatan para keluarga korban Tragedi Semanggi I dan II, majelis juga menyatakan, pernyataan Burhanuddin sebagai perbuatan melanggar hukum. Burhanuddin, sebagai representasi dari pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada 16 Januari menyatakan peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998, bukan merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.
Dalam rapat kerja itu, Burhanuddin juga menyatakan, Komisi Nasional (Komnas) HAM tak perlu menindaklanjuti peristiwa penembakan para mahasiswa yang terjadi 18 tahun lalu itu dan tak perlu mendesak dibentuknya Pengadilan HAM Adhoc terkait peristiwa tersebut.
“Menyatakan Tindakan Pemerintah berupa Penyampaian Tergugat dalam Rapat Kerja antara Komisi III DPR RI dan Jaksa Agung RI pada tanggal 16 Januari 2020 yang menyampaikan: ‘…Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang sudah ada hasil rapat paripurna DPR yang menyatakan peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat, seharusnya Komnas HAM tidak menindaklanjuti karena tidak ada alasan untuk dibentuknya Pengadilan ad hoc berdasarkan hasil rekomendasi DPR RI kepada Presiden untuk menerbitkan Keppres pembentukan Pengadilan HAM ad hoc sesuai Pasal 43 ayat (2) UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM’, adalah perbuatan melawan hukum oleh Badan dan/atau pejabat pemerintahan,” petikan kedua putusan PTUN.
Majelis PTUN juga, dalam putusannya memerintahkan Burhanuddin, harus membayar biaya perkara senilai Rp285.000 dan selaku Jaksa Agung membuat pernyatan terkait penanganan dugaan pelanggaran HAM berat Semanggi I dan II sesuai dengan keadaan yang sebenarnya kepada Komisi III dalam rapat kerja selanjutnya. “Sepanjang belum ada keputusan yang menyatakan sebaliknya,” kata hakim.
(cip)