Ambisi China Kuasai Indo-Pasific Hambat Indonesia Jadi Pusat Ekonomi Maritim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menyebut Indonesia berpotensi menjadi pusat aktivitas ekonomi maritim dunia. Hal itu lantaran letak geostrategis Indonesia yang sangat menguntungkan, berada di antara dua benua dan dua samudera.
"Geostrategis Indonesia berada dalam jalur perdagangan internasional, berada di antara Benua Australia dan Asia dan di antara Samudera Hindia serta Pasifik menempatkan Indonesia memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional," ungkapnya dalam Seminar Maritim Seskoal Tahun 2020 yang ditayangkan virtual, Selasa (3/11/2020).
(Baca: Pengamat Militer Minta TNI AL Perkuat Diplomasi Pertahanan Maritim)
Keuntungan selain geostrategis pun disebutkan perempuan yang akrab disapa Nuning. Menurutnya, dari sembulan choke point atau titik sempit yang ada di dunia, Indonesia memiliki empat. Dari choke point itulah banyak keuntungan yang diperoleh Indonesia, salah satunya ihwal perdagangan.
"Indonesia memiliki empat choke point dari sembilan choke point di dunia dengan lebih dari 40 persen total perdagangan dunia melalui perairan Indonesia. 70 persen perikananan dunia berada di Asia Pasifik dan 30 persen produk perikanan dunia dipasok dari Indonesia," tuturnya.
Akan tetapi, Nuning mencatat akibat dari banyak kentungan di atas, kondisi Indonesia amat rentan terhadap ancaman global. Ancaman itu, sambung Nuning tentunya akan berdampak pada instabilitas bangsa Indonesia.
"Selain itu hal ini juga dapat menjadikan Indonesia rentan terhadap ancaman keamanan yang dapat menyebabkan instabilitas di kawasan," ucapnya.
Dia menjelaskan, saat ini China yang memiliki kekuatan besar ekonomi dan militer sedang agresif untuk menguasai jalur perdagangan Indo-pasifik dengan membangun beberapa pelabuhan di negara partisipan. Menurutnya, hal itu dilakukan guna kepentingan strategis China, yang akan membawa ancaman di kawasan.
(Baca: TNI AL Kembali Tangkap Dua Kapal Ikan Berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara)
Oleh karenanya, dia mengimbau, peran dan fungsi TNI AL dalam menjaga kedaulatan laut yuridiksi nasional dan stabilitas keamanan maritim harus menjadi konsentrasi utama. Baik itu dalam berbagai operasi militer di bidang unilateral, bilateral, ataupun multilateral.
"Untuk itu, kualitas dan kuantitas operasi militer harus lebih efektif dan efisien dalam memfasilitaai dinamika dan perkembangan teknologi yang memengaruhi pola dan jenis gelar operasi militer," ujarnya.
Secara khusus, sambung Naning, kemampuan diplomasi dan kerjasama antar Angkatan Laut di negara-negara ASEAN juga harus kuat. Hal itu sangat dibutuhkan guna menjaga stabilitas keamanan dan menjaga sentralitas ASEAN.
"Seluruh stekholder harus mengembangkan maritim domain awarness karena wilayah indonesia adalah dua per tiga dari Asia Tenggara dan menjadi urat nadi jalur perdanganan internasional merupakan kunci stabilitas kawasan," ungkapnya.
"Geostrategis Indonesia berada dalam jalur perdagangan internasional, berada di antara Benua Australia dan Asia dan di antara Samudera Hindia serta Pasifik menempatkan Indonesia memiliki perairan yang menjadi salah satu urat nadi perdagangan internasional," ungkapnya dalam Seminar Maritim Seskoal Tahun 2020 yang ditayangkan virtual, Selasa (3/11/2020).
(Baca: Pengamat Militer Minta TNI AL Perkuat Diplomasi Pertahanan Maritim)
Keuntungan selain geostrategis pun disebutkan perempuan yang akrab disapa Nuning. Menurutnya, dari sembulan choke point atau titik sempit yang ada di dunia, Indonesia memiliki empat. Dari choke point itulah banyak keuntungan yang diperoleh Indonesia, salah satunya ihwal perdagangan.
"Indonesia memiliki empat choke point dari sembilan choke point di dunia dengan lebih dari 40 persen total perdagangan dunia melalui perairan Indonesia. 70 persen perikananan dunia berada di Asia Pasifik dan 30 persen produk perikanan dunia dipasok dari Indonesia," tuturnya.
Akan tetapi, Nuning mencatat akibat dari banyak kentungan di atas, kondisi Indonesia amat rentan terhadap ancaman global. Ancaman itu, sambung Nuning tentunya akan berdampak pada instabilitas bangsa Indonesia.
"Selain itu hal ini juga dapat menjadikan Indonesia rentan terhadap ancaman keamanan yang dapat menyebabkan instabilitas di kawasan," ucapnya.
Dia menjelaskan, saat ini China yang memiliki kekuatan besar ekonomi dan militer sedang agresif untuk menguasai jalur perdagangan Indo-pasifik dengan membangun beberapa pelabuhan di negara partisipan. Menurutnya, hal itu dilakukan guna kepentingan strategis China, yang akan membawa ancaman di kawasan.
(Baca: TNI AL Kembali Tangkap Dua Kapal Ikan Berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara)
Oleh karenanya, dia mengimbau, peran dan fungsi TNI AL dalam menjaga kedaulatan laut yuridiksi nasional dan stabilitas keamanan maritim harus menjadi konsentrasi utama. Baik itu dalam berbagai operasi militer di bidang unilateral, bilateral, ataupun multilateral.
"Untuk itu, kualitas dan kuantitas operasi militer harus lebih efektif dan efisien dalam memfasilitaai dinamika dan perkembangan teknologi yang memengaruhi pola dan jenis gelar operasi militer," ujarnya.
Secara khusus, sambung Naning, kemampuan diplomasi dan kerjasama antar Angkatan Laut di negara-negara ASEAN juga harus kuat. Hal itu sangat dibutuhkan guna menjaga stabilitas keamanan dan menjaga sentralitas ASEAN.
"Seluruh stekholder harus mengembangkan maritim domain awarness karena wilayah indonesia adalah dua per tiga dari Asia Tenggara dan menjadi urat nadi jalur perdanganan internasional merupakan kunci stabilitas kawasan," ungkapnya.
(muh)