Eks Dirut Garuda Emirsyah Satar Divonis 8 Tahun Penjara, Soetikno 6 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar dengan pidana penjara selama 8 tahun disertai pidana tambahan uang pengganti lebih SGD2,1 juta dan pengusaha Soetikno Soedarjo dengan pidana penjara selama 6 tahun.
Persidangan berlangsung secara virtual pada Jumat (8/5/2020). Majelis hakim berada dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK serta Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo mengikuti persidangan dari ruang berbeda di Gedung Merah Putih KPK. Persidangan Emirsyah dan Soetikno dilakukan dalam dua persidangan terpisah.
Majelis hakim yang dipimpin Rosmina menilai, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) 2005-2014 dan dan Soetikno Soedarjo selaku pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, dan Connaught International Pte Ltd telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan masing-masing dua perbuatan pidana. Pertama, Emirsyah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri.
Emirsyah bersama Hadinoto Soedigno (tersangka) selaku Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kurun 2007-2012 sekaligus Direktur Produksi PT Citilink Indonesia kurun 2012 hingga 2017 dan Captain Agus Wahyudo selaku Executive Project Manager PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menerima suap dengan sandi 'tanda terima kasih' berupa uang sebesar Rp5.859.794.797, USD884.200, dan EUR1.020.975 serta SGD1.189.208.
Selain itu, Emirsyah juga telah menerima fasilitas penginapan di tiga vila yang berada di Bvlgari Resort Bali dengan total biaya Rp69.794.797, fasilitas jamuan makan malam di Four Seasons Hotel, dan fasilitas penyewaan jet pribadi dari Bali ke Jakarta senilai USD4.200.
Majelis memastikan, uang suap yang diterima Emirsyah secara bersama-sama terbukti berasal dari Airbus S.A.S, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport Régional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc. Sedangkan tiga fasilitas berasal dari terdakwa pemberi suap Soetikno Soedarjo selaku pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, dan Connaught International Pte Ltd.
Pidana pertama untuk Soetikno, terbukti memberikan suap Rp5.859.794.797, USD882.200, EUR1.020.975, dan SGD1.189.208 serta tiga fasilitas kepada Emirsyah. Jika dikonversikan maka nilai suap yang diberikan Soetikno mencapai lebih Rp46,5 miliar. Majelis hakim menegaskan, Soetikno dan perusahaannya juga menjadi perantara pemberi suap dari empat perusahaan kepada Emirsyah.
Majelis hakim memastikan, suap yang ditransaksikan terbukti untuk pengurusan realisasi sejumlah kegiatan atau pengadaan. Masing-masing pengadaaan berupa total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Trent 700 TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
Berikutnya, pengadaan 10 unit pesawat Airbus A330-300/200 dengan menggunakan mesin RR Trent 700 dengan metode perawatan TCP dari Rolls-Royce Total Care Service Ltd, pengadaan 21 unit pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1.000, pengadaan 15 unit pesawat ATR 72-600 dan penyewaan 12 unit pesawat Bombardier CJR1.000NG, dan pengadaaan 10 unit pesawat Airbus A330-300/200. Proyek pengadaaan dan perawatan dilakukan oleh PT Garuda Indonesia.
Pidana kedua untuk Emirsyah dan Soetikno, keduanya terbukti secara bersama-sama melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dikualifikasikan menjadi tujuh perbuatan. Pertama, mentransfer uang menggunakan rekening atas nama Woodlake International Limited di Union Bank of Switzerland (UOB) nomor rekening 153029 ke empat rekening bank. Masing-masing ke rekening milik Mia Badilla Suhodo di HSBC nomor rekening 047790886496 berjumlah SGD291.785.
Uang dari rekening milik Mia kemudian ditransfer sebesar SGD162.124 ke rekening atas nama Sandrina Abubakar (istri Emirsyah, meninggal awal Agustus 2018) di Bank Central Asia (BCA) dengan nomor rekening 1781111746 kurun 24 Juli 2012 hingga 12 Juni 2013, sejumlah SGD45.300 ke rekening atas nama Sandrani Abubakar di BCA dengan Nomor rekening 1781111738 kurun 31 Mei 2012 hingga 4 Juli 2012, dan sebesar SGD2.476 ke rekening atas mana Eghadana Rasyid Satar (anak Emirsyah) di Commonwealth Bank of Australia dengan nomor rekening 10589423.
Kedua, membayarkan sejumlah USD841.919 untuk pelunasan hutang kredit di PT Bank United Overseas Bank (UOB) Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174. Ketiga, membayarkan uang SGD104.999 dengan menggunakan rekening milik Mia Badilla Suhodo di HSBC dengan nomor rekening 047790886496, rekening BCA atas nama Sandrina Abubakar dengan nomor rekening 1781111746, dan rekening BCA atas nama Sadrani Abubakar dengan nomor rekening 1781111738 untuk pembayaran biaya renovasi rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK Persil Nomor 7 dan Persil Nomor 8.
Keempat, membayarkan pembelian apartemen Unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia dengan harga USD835.000. Untuk pembayaran ini, anak Emirsyah yakni Egadhana Rasyid Satar telah mengkonversikan uang tersebut menjadi AUD805.984,56 dan dibayarkan ke Lily Ong.
Kelima, menempatkan rumah di Jalan Rubi Blok G Nomor 46 d/h Permata Hijau F.2 Blok G Persil 46 Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dengan SHM No.2468/Kelurahan Grogol Utara atas nama Sandrina Abubakar. Rumah ini untuk jaminan memperoleh kredit dari PT Bank UOB Indonesia sebesar USD840.000 sebagaimana Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 antara PT UOB Indonesia dan Emirsyah.
Keenam, menitipkan uang sebesar USD1.458.364,28 dalam rekening Woodlake International Limited di UBS nomor rekening 153029 ke rekening milik Soetikno Soedarjo di Standard Chartered Bank nomor 0374000735. Ketujuh, Emirsyah mengalihkan kepemilikan 1 (satu) unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore 449306 kepada Innospace Invesment Holding.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Emirsyah Satar dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 3 bulan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 3 bulan," tegas Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan atas nama Emirsyah dan Soetikno, dalam dua persidangan berbeda.
Hakim Rosmina melanjutkan, terhadap Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar SGD2.117.315,27. Jika nanti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Emirsyah tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang guna menutupi kekurangan uang pengganti.
"Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun," tegasnya.
Majelis juga memutuskan, merampas untuk negara aset maupun uang yang sebelumnya telah disita oleh KPK di tahap penyidikan. Atas penerimaan suap, Emirsyah telah melanggar Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Untuk pemberian suap, Soetikno terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Atas perbuatan TPPU, Emirsyah dan Soetikno terbukti melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan dan Pencegahan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Sebagaimana dakwaan alternatif kesatu pertama dan dakwaa kedua," ucap hakim Rosmina.
Majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan JPU sebelumnya terhadap Soetikno yakni pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sejumlah USD14.619.937,58 dan EUR11.553.190,65 subsider pidana penjara selama 10 tahun.
Anggota majelis hakim Anwar mengatakan, dalam menjatuhkan putusan majelis hakim mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan bagi Emirsyah dan Soetikno. Yang meringankan, Emirsyah dan Soetikno berlaku sopan selama persidangan, mengakui dan berterus-terang atas pertanyaannya, menyesali perbuatannya, serta belum pernah dihukum dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Khusus untuk Emirsyah, pertimbangan meringankan juga yakni Emirsyah telah membawa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ke jenjang yang diakui dunia sebagai perusahaan penerbangan yang bergengsi.
Hakim Anwar membeberkan, pertimbangan memberatkan bagi Emirsyah dan Soetikno yakni perbuatan keduanya bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.
"Terdakwa Emirsyah Satar sebagai pemimpin seharusnya menjadi panutan bagi Garuda Indonesia, namun terdakwa melakukan tindakan yang mencurangi perusahaan di mana banyak karyawan menggantungkan kehidupan kepada perusahaan tersebut," ucap Hakim Anwar.
Atas putusan majelis hakim, Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo serta tim penasihat hukum masing-masing dan JPU pada KPK menyatakan sikap akan pikir-pikir selama tujuh hari apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding.
Persidangan berlangsung secara virtual pada Jumat (8/5/2020). Majelis hakim berada dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK serta Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo mengikuti persidangan dari ruang berbeda di Gedung Merah Putih KPK. Persidangan Emirsyah dan Soetikno dilakukan dalam dua persidangan terpisah.
Majelis hakim yang dipimpin Rosmina menilai, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) 2005-2014 dan dan Soetikno Soedarjo selaku pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, dan Connaught International Pte Ltd telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan masing-masing dua perbuatan pidana. Pertama, Emirsyah melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri.
Emirsyah bersama Hadinoto Soedigno (tersangka) selaku Direktur Teknik PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk kurun 2007-2012 sekaligus Direktur Produksi PT Citilink Indonesia kurun 2012 hingga 2017 dan Captain Agus Wahyudo selaku Executive Project Manager PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menerima suap dengan sandi 'tanda terima kasih' berupa uang sebesar Rp5.859.794.797, USD884.200, dan EUR1.020.975 serta SGD1.189.208.
Selain itu, Emirsyah juga telah menerima fasilitas penginapan di tiga vila yang berada di Bvlgari Resort Bali dengan total biaya Rp69.794.797, fasilitas jamuan makan malam di Four Seasons Hotel, dan fasilitas penyewaan jet pribadi dari Bali ke Jakarta senilai USD4.200.
Majelis memastikan, uang suap yang diterima Emirsyah secara bersama-sama terbukti berasal dari Airbus S.A.S, Roll-Royce Plc dan Avions de Transport Régional (ATR) melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc. Sedangkan tiga fasilitas berasal dari terdakwa pemberi suap Soetikno Soedarjo selaku pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) Group, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, dan Connaught International Pte Ltd.
Pidana pertama untuk Soetikno, terbukti memberikan suap Rp5.859.794.797, USD882.200, EUR1.020.975, dan SGD1.189.208 serta tiga fasilitas kepada Emirsyah. Jika dikonversikan maka nilai suap yang diberikan Soetikno mencapai lebih Rp46,5 miliar. Majelis hakim menegaskan, Soetikno dan perusahaannya juga menjadi perantara pemberi suap dari empat perusahaan kepada Emirsyah.
Majelis hakim memastikan, suap yang ditransaksikan terbukti untuk pengurusan realisasi sejumlah kegiatan atau pengadaan. Masing-masing pengadaaan berupa total care program (TCP) mesin Rolls-Royce (RR) Trent 700 TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
Berikutnya, pengadaan 10 unit pesawat Airbus A330-300/200 dengan menggunakan mesin RR Trent 700 dengan metode perawatan TCP dari Rolls-Royce Total Care Service Ltd, pengadaan 21 unit pesawat Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, pengadaan pesawat Bombardier CRJ1.000, pengadaan 15 unit pesawat ATR 72-600 dan penyewaan 12 unit pesawat Bombardier CJR1.000NG, dan pengadaaan 10 unit pesawat Airbus A330-300/200. Proyek pengadaaan dan perawatan dilakukan oleh PT Garuda Indonesia.
Pidana kedua untuk Emirsyah dan Soetikno, keduanya terbukti secara bersama-sama melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dikualifikasikan menjadi tujuh perbuatan. Pertama, mentransfer uang menggunakan rekening atas nama Woodlake International Limited di Union Bank of Switzerland (UOB) nomor rekening 153029 ke empat rekening bank. Masing-masing ke rekening milik Mia Badilla Suhodo di HSBC nomor rekening 047790886496 berjumlah SGD291.785.
Uang dari rekening milik Mia kemudian ditransfer sebesar SGD162.124 ke rekening atas nama Sandrina Abubakar (istri Emirsyah, meninggal awal Agustus 2018) di Bank Central Asia (BCA) dengan nomor rekening 1781111746 kurun 24 Juli 2012 hingga 12 Juni 2013, sejumlah SGD45.300 ke rekening atas nama Sandrani Abubakar di BCA dengan Nomor rekening 1781111738 kurun 31 Mei 2012 hingga 4 Juli 2012, dan sebesar SGD2.476 ke rekening atas mana Eghadana Rasyid Satar (anak Emirsyah) di Commonwealth Bank of Australia dengan nomor rekening 10589423.
Kedua, membayarkan sejumlah USD841.919 untuk pelunasan hutang kredit di PT Bank United Overseas Bank (UOB) Indonesia berdasarkan Akta Perjanjian Kredit Nomor 174. Ketiga, membayarkan uang SGD104.999 dengan menggunakan rekening milik Mia Badilla Suhodo di HSBC dengan nomor rekening 047790886496, rekening BCA atas nama Sandrina Abubakar dengan nomor rekening 1781111746, dan rekening BCA atas nama Sadrani Abubakar dengan nomor rekening 1781111738 untuk pembayaran biaya renovasi rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK Persil Nomor 7 dan Persil Nomor 8.
Keempat, membayarkan pembelian apartemen Unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne Australia dengan harga USD835.000. Untuk pembayaran ini, anak Emirsyah yakni Egadhana Rasyid Satar telah mengkonversikan uang tersebut menjadi AUD805.984,56 dan dibayarkan ke Lily Ong.
Kelima, menempatkan rumah di Jalan Rubi Blok G Nomor 46 d/h Permata Hijau F.2 Blok G Persil 46 Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dengan SHM No.2468/Kelurahan Grogol Utara atas nama Sandrina Abubakar. Rumah ini untuk jaminan memperoleh kredit dari PT Bank UOB Indonesia sebesar USD840.000 sebagaimana Akta Perjanjian Kredit Nomor 174 antara PT UOB Indonesia dan Emirsyah.
Keenam, menitipkan uang sebesar USD1.458.364,28 dalam rekening Woodlake International Limited di UBS nomor rekening 153029 ke rekening milik Soetikno Soedarjo di Standard Chartered Bank nomor 0374000735. Ketujuh, Emirsyah mengalihkan kepemilikan 1 (satu) unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore 449306 kepada Innospace Invesment Holding.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Emirsyah Satar dengan pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 3 bulan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Soetikno Soedarjo dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 3 bulan," tegas Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan atas nama Emirsyah dan Soetikno, dalam dua persidangan berbeda.
Hakim Rosmina melanjutkan, terhadap Emirsyah juga dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar SGD2.117.315,27. Jika nanti dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Emirsyah tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita oleh Jaksa dan dilelang guna menutupi kekurangan uang pengganti.
"Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi maka terdakwa dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun," tegasnya.
Majelis juga memutuskan, merampas untuk negara aset maupun uang yang sebelumnya telah disita oleh KPK di tahap penyidikan. Atas penerimaan suap, Emirsyah telah melanggar Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Untuk pemberian suap, Soetikno terbukti melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Atas perbuatan TPPU, Emirsyah dan Soetikno terbukti melanggar Pasal 3 UU Pemberantasan dan Pencegahan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
"Sebagaimana dakwaan alternatif kesatu pertama dan dakwaa kedua," ucap hakim Rosmina.
Majelis hakim tidak mengabulkan tuntutan JPU sebelumnya terhadap Soetikno yakni pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sejumlah USD14.619.937,58 dan EUR11.553.190,65 subsider pidana penjara selama 10 tahun.
Anggota majelis hakim Anwar mengatakan, dalam menjatuhkan putusan majelis hakim mempertimbangkan hal-hal meringankan dan memberatkan bagi Emirsyah dan Soetikno. Yang meringankan, Emirsyah dan Soetikno berlaku sopan selama persidangan, mengakui dan berterus-terang atas pertanyaannya, menyesali perbuatannya, serta belum pernah dihukum dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Khusus untuk Emirsyah, pertimbangan meringankan juga yakni Emirsyah telah membawa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk ke jenjang yang diakui dunia sebagai perusahaan penerbangan yang bergengsi.
Hakim Anwar membeberkan, pertimbangan memberatkan bagi Emirsyah dan Soetikno yakni perbuatan keduanya bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.
"Terdakwa Emirsyah Satar sebagai pemimpin seharusnya menjadi panutan bagi Garuda Indonesia, namun terdakwa melakukan tindakan yang mencurangi perusahaan di mana banyak karyawan menggantungkan kehidupan kepada perusahaan tersebut," ucap Hakim Anwar.
Atas putusan majelis hakim, Emirsyah Satar dan Soetikno Soedarjo serta tim penasihat hukum masing-masing dan JPU pada KPK menyatakan sikap akan pikir-pikir selama tujuh hari apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding.
(kri)