Bahan Baku Didominasi Barang Impor, Batik Butuh UU Ketahanan Sandang

Selasa, 03 November 2020 - 08:35 WIB
loading...
Bahan Baku Didominasi Barang Impor, Batik Butuh UU Ketahanan Sandang
Hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur ketahanan sandang terkait bahan-bahan baku yang digunakan untuk membatik, menenun, dan membuat kain songket. Foto/Koran SINDO/Yorri Farli
A A A
JAKARTA - Batik adalah produk lokal yang sudah diakui Unesco sebagai warisan budaya tak benda sejak 2009. Bahkan, Indonesia juga memilik hari Batik Nasional setiap 2 Oktober. Sayangnya, hingga saat ini belum ada undang-undang yang mengatur ketahanan sandang terkait bahan-bahan baku yang digunakan untuk membatik, menenun, dan membuat kain songket.



Pernyataan itu disampaikan Humas Asosiasi Pengusaha dan Pengrajin Batik Indonesia (APPBI) Budi Darmawan dalam Diskusi Budaya dengan Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Hendardji Soepandji dan Anggota Dewan Pengawas RRI Hasto Kuncoro di Rumah Budaya KSBN Cipayung, Jakarta Timur, kemarin. (Baca: Syafaat dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya)

Menurut Budi, saat ini bahan-bahan kain untuk membatik didominasi barang impor. “Indonesia belum memiliki aturan ketahanan sandang. Kita bisa membuat tenun, songket, batik, tapi bahan bakunya belum dilindungi negara. Bahan baku atau kainnya masih impor. Sementara Malaysia dan Filipina, sudah punya bahan baku yang tidak boleh diekspor,” ujar Budi.

Karena itu, APPBI mendorong pemerintah untuk segera mengeluarkan UU Ketahanan Sandang. Ini penting untuk menjaga bahan-bahan kain lokal, sehingga bahan-bahan yang digunakan untuk batik , tenun, songket berasal dari produk dalam negeri.

Selain concern dengan aturan ketahanan sandang, Budi menegaskan bahwa APPBI juga fokus pada sertifikasi pembatik dan penyanting. Hal itu dilakukan agar pembatik dan penyanting tetap bertahan meskipun saat ini banyak usaha batik yang terdampak Covid-19. “Pembatik itu sudah menjadi profesi yang sudah disertifikasi. Itu supaya pengrajin batik tidak punah. Biaya sertifikasi memang ada. Tapi, itu tidak ditanggung si pembatik, melainkan kerja sama dengan Kementerian Perindustrian dan Bekraf,” ujar Budi. (Baca juga: Ribuan Formasi CPNS Guru Kosong, Ini Langkah Kemendikbud)

Dia menegaskan, saat ini ada 15.000 pembatik yang sudah disertifikasi dari total 200.000 pembatik di Indonesia. Itu artinya, kemampuan mereka sebagai pengrajin batik sudah sangat berkompeten. Begitu pun penyanting, saat ini sedang ditatakelola agar bisa menjadi profesi yang berkompetensi. “Mereka harus dirangkul sebagai penyanting. Dampak Covid-19 ini, 90 persen berubah profesi. Karena itu, mereka harus dirangkul. Begitu Covid selesai, mereka sudah menjadi profesi,” ujar Budi.

Di sisi lain, APPBI juga mengapresiasi langkah KSBN yang turut mengawal batik Indonesia. Terbukti, KSBN mendirikan rumah budaya yang di dalamnya tersimpan berbagai jenis batik dari banyak daerah. Di antaranya, Batik Pakualaman, Batik Garut, Batik Gobang DKI Jakarta, dll. Termasuk kain-kain khas dari berbagai daerah lainnya seperti Lampung lewat kain tapisnya, Kalimantan Selatan dengan kain Sasirangannya, serta berbagai jenis kain khas lainnya dari Kalimantan Timur, Aceh, Tidore, dll. (Baca juga: Usai Liburan Kembali Bugar dengan Olahraga Ringan)

Bahkan, selain produk-produk kerajinannya, Rumah Budaya KSBN juga memiliki pendopo yang bisa multifungsi, termasuk menggelar workdshop-workshop membatik, menenun, menari, melukis, dll. “Salah satu langkah kami mengawal UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan adalah dengan membangun Rumah Budaya KSBN di Kawasan Mandor Hasan, Cipayung, Jakarta Timur. Di rumah budaya itulah kami ejawantahkan 10 objek yang ada dalam UU tersebut, dan batik adalah salah satunya,” ujar Hendardji, yang dalam diskusi itu didampingi Ketua KSBN Kalimantan Tengah Lisa Lambung dan Ketua KSBN Merauke Ian Gebze.

Faktanya begitu, batik adalah bagian dari objek seni yang ada dalam UU No.5 Tahun 2017. Jadi wajar jika KSBN juga sangat concern dalam membantu mengembangkan dan mempromosikan batik Indonesia lewat rumah budayanya. (Lihat videonya: Gubernur DKI Umumkan Kenaikan UMP 2021 di Tengah Pandemi)

Hasto menambahkan bahwa lembaga penyiaran publik seperti RRI harus peduli dengan budaya. Karena itu, pihaknya siap berkomitmen untuk meningkatkan konten-konten tentang pemajuan kebudayaan. “Kami merasa bahwa budaya belum menjadi tuan rumah di negeri ini, budaya belum menjadi panglima di negeri ini. Itu yang membuat saya makin termotivasi membuat konten-konten siaran RRI untuk memajukan budaya nasional harus diperbanyak. Kami merasa bahwa KSBN adalah mitra strategis kami,” tegasnya. (M Ridwan)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2209 seconds (0.1#10.140)