Presiden RI Keenam, SBY Ajak Pimpinan Negara Islam dan Barat Menahan Diri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden RI ke-VI Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY ) menuliskan pesan kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait apa yang disampaikannya karikatur Nabi Muhammad SAW dan Islam. Meskipun menyesalkan pernyataan Macron, SBY meminta pemimpin negara Islam dan negara Barat tetap menahan diri.
(Baca juga: Satgas Sebut Angka Corona Global Meningkat, di Tanah Air Menurun)
Pesan ini ditulis SBY di kediamannya di Puri Cikeas dan dibacakan oleh staf pribadi SBY, Ossy Dermawan dalam podcast yang diunggah di akun resmi SBY di Instagram, Youtube dan Facebook, pada Senin (2/11/2020) dini hari tadi.
(Baca juga: Pascalibur Panjang Waspadai Kenaikan Kasus Covid-19)
SBY mengakui, dirinya hanyalah warga negara dan warga dunia biasa, ia pun tak punya kekuasaan (power) sebagaimana yang dimiliki oleh para pemimpin dunia. Namun, hati dan pikirannya tergerak untuk ikut mencari solusi yang tepat dan bijak atas benturan dan pertikaian yang tak kunjung henti ini.
"Masalah dan benturan terjadi , sejak penggambaran karikatur Nabi Muhammad di Denmark tahun 2005, penerbitan karikatur yang serupa oleh Charlie Hebdo di Paris tahun 2015, penerbitan ulang karikatur yang dimuat Charlie Hebdo di tahun 2020 ini, dan yang paling akhir adalah dipertontonkannya karikatur Nabi Muhammad kepada publik akhir-akhir ini. Tentu dibarengi dengan berbagai reaksi dan respons dari kalangan umat Islam, yang sebagian dari padanya dinilai melampaui batas dan tak bisa dibenarkan," kata SBY dalam podcastnya.
Tapi, sambung Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini, dirinya juga mengecam aksi-aksi teror dan kekerasan lainnya yang terjadi di Prancis sehubungan dengan kemelut karikatur Nabi Muhammad itu. Atas nama apa pun, tindakan terorisme tak bisa dibenarkan.
"Kita, dan saya yakin para pemimpin lain di seluruh dunia, berada dalam satu perahu dalam soal ini. Yang saya pikirkan adalah bagaimana aksi-aksi kekerasan dan teror itu tak terus terjadi, baik di Prancis maupun wilayah mana pun di dunia," ujarnya.
Presiden RI periode 2004-2014 ini melihat, bahwa saat ini situasi memang sedang panas. Sudah semestinya pemimpin dari pihak mana pun, baik pemimpin Barat maupun pemimpin Islam, bisa menahan diri serta tidak memprovokasi dan mengagitasi, agar situasinya tidak semakin buruk dan berbahaya.
"Yang diperlukan adalah kepedulian, tekad dan aksi nyata para pemimpin, untuk mencari solusi agar pertikaian ini tak terus berlangsung," ajak mantan Menko Polhukam era Megawati itu.
Atas pertimbangan itu semua, SBY berharap bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron sebagaimana yang telah ia uraikan. Ia yakin bahwa harapannya juga harapan umat Islam di seluruh dunia, untjkuk menghentikan penggambaran dan publikasi karikatur Nabi Muhammad. Kalau ini bisa dilakukan, itu sebuah awal yang menjanjikan harapan (a good beginning, a new beginning).
"Kalau orang seperti saya berani mengatakan bahwa membunuh dan melakukan aksi kekerasan terhadap yang dinilai menghina Islam itu salah, artinya masih ada cara lain, mestinya Anda juga berani mengatakan bahwa yang membuat dan mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad itu juga salah. Mulailah dari itu dulu. Mari kita putus mata rantai “balas membalas” yang bisa terus terjadi," pintanya.
Kemudian, SBY mengharapkan agar Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard berkenan mengkomunikasikan inti sari dari pesan dan harapannya ini meskipun, Presiden Jokowi juga telah mengeluarkan pernyataan resmi. Ia pum memahami bahwa tidak mudah untuk mengubah suatu keyakinan dan cara pandang, bahkan seolah tak akan mungkin dilakukan. Tapi, bagi para pemimpin politik, sering kali harus berpikir beyond politics (di atas kepentingan politik) manakala memasukiworld of wisdom (dunia kebijaksaan).
"Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin yang hebat sering membuat sesuatu yang seolah tidak mungkin, menjadi mungkin. Make the impossible, possible," ujarnya.
Lebih dari itu, SBY juga menyampaikan pesan khusus untuk rakyat Indonesia yang sangat majemuk dan berbeda-beda identitasnya. Dia meminta agar apa yang disampaikannya ini sebagai cermin. Artinya, tidak ada yang lebih baik untuk menjadikan Indonesia yang dicintai inj sebagai Tanah Air yang damai, selain dengan senantiasa menjaga persatuan, kerukunan dan persaudaraan di antara semua. Karena, identitas bukanlah untuk memisahkan, tapi keragaman identitas adalah anugerah Tuhan, yang harus disyukuri untuk menjadikan bangsa Indonesia besar dan kuat.
"Karenanya, jangan sekali-kali menjadikan identitas sebagai komoditas politik. Itu sangat berbahaya. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang terbelah (divided nation)," tegas ayah AHY dan Ibas itu.
"Taman kehidupan yang harus kita bangun adalah suasana yang damai dan indah, di mana di antara kita terbangun sikap saling sayang menyayangi, saling hormat menghormati serta saling bertoleransi dan bertenggang rasa. Ingat, para pendiri republik mendambakan negeri ini menjadi rumah besar bagi semua. Rumah besar bagi bangsa yang damai, adil dan makmur. Insya Allah, kita semua tengah menuju ke situ," demikian SBY.
(Baca juga: Satgas Sebut Angka Corona Global Meningkat, di Tanah Air Menurun)
Pesan ini ditulis SBY di kediamannya di Puri Cikeas dan dibacakan oleh staf pribadi SBY, Ossy Dermawan dalam podcast yang diunggah di akun resmi SBY di Instagram, Youtube dan Facebook, pada Senin (2/11/2020) dini hari tadi.
(Baca juga: Pascalibur Panjang Waspadai Kenaikan Kasus Covid-19)
SBY mengakui, dirinya hanyalah warga negara dan warga dunia biasa, ia pun tak punya kekuasaan (power) sebagaimana yang dimiliki oleh para pemimpin dunia. Namun, hati dan pikirannya tergerak untuk ikut mencari solusi yang tepat dan bijak atas benturan dan pertikaian yang tak kunjung henti ini.
"Masalah dan benturan terjadi , sejak penggambaran karikatur Nabi Muhammad di Denmark tahun 2005, penerbitan karikatur yang serupa oleh Charlie Hebdo di Paris tahun 2015, penerbitan ulang karikatur yang dimuat Charlie Hebdo di tahun 2020 ini, dan yang paling akhir adalah dipertontonkannya karikatur Nabi Muhammad kepada publik akhir-akhir ini. Tentu dibarengi dengan berbagai reaksi dan respons dari kalangan umat Islam, yang sebagian dari padanya dinilai melampaui batas dan tak bisa dibenarkan," kata SBY dalam podcastnya.
Tapi, sambung Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat ini, dirinya juga mengecam aksi-aksi teror dan kekerasan lainnya yang terjadi di Prancis sehubungan dengan kemelut karikatur Nabi Muhammad itu. Atas nama apa pun, tindakan terorisme tak bisa dibenarkan.
"Kita, dan saya yakin para pemimpin lain di seluruh dunia, berada dalam satu perahu dalam soal ini. Yang saya pikirkan adalah bagaimana aksi-aksi kekerasan dan teror itu tak terus terjadi, baik di Prancis maupun wilayah mana pun di dunia," ujarnya.
Presiden RI periode 2004-2014 ini melihat, bahwa saat ini situasi memang sedang panas. Sudah semestinya pemimpin dari pihak mana pun, baik pemimpin Barat maupun pemimpin Islam, bisa menahan diri serta tidak memprovokasi dan mengagitasi, agar situasinya tidak semakin buruk dan berbahaya.
"Yang diperlukan adalah kepedulian, tekad dan aksi nyata para pemimpin, untuk mencari solusi agar pertikaian ini tak terus berlangsung," ajak mantan Menko Polhukam era Megawati itu.
Atas pertimbangan itu semua, SBY berharap bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron sebagaimana yang telah ia uraikan. Ia yakin bahwa harapannya juga harapan umat Islam di seluruh dunia, untjkuk menghentikan penggambaran dan publikasi karikatur Nabi Muhammad. Kalau ini bisa dilakukan, itu sebuah awal yang menjanjikan harapan (a good beginning, a new beginning).
"Kalau orang seperti saya berani mengatakan bahwa membunuh dan melakukan aksi kekerasan terhadap yang dinilai menghina Islam itu salah, artinya masih ada cara lain, mestinya Anda juga berani mengatakan bahwa yang membuat dan mempertontonkan karikatur Nabi Muhammad itu juga salah. Mulailah dari itu dulu. Mari kita putus mata rantai “balas membalas” yang bisa terus terjadi," pintanya.
Kemudian, SBY mengharapkan agar Duta Besar Prancis untuk Indonesia, Olivier Chambard berkenan mengkomunikasikan inti sari dari pesan dan harapannya ini meskipun, Presiden Jokowi juga telah mengeluarkan pernyataan resmi. Ia pum memahami bahwa tidak mudah untuk mengubah suatu keyakinan dan cara pandang, bahkan seolah tak akan mungkin dilakukan. Tapi, bagi para pemimpin politik, sering kali harus berpikir beyond politics (di atas kepentingan politik) manakala memasukiworld of wisdom (dunia kebijaksaan).
"Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin yang hebat sering membuat sesuatu yang seolah tidak mungkin, menjadi mungkin. Make the impossible, possible," ujarnya.
Lebih dari itu, SBY juga menyampaikan pesan khusus untuk rakyat Indonesia yang sangat majemuk dan berbeda-beda identitasnya. Dia meminta agar apa yang disampaikannya ini sebagai cermin. Artinya, tidak ada yang lebih baik untuk menjadikan Indonesia yang dicintai inj sebagai Tanah Air yang damai, selain dengan senantiasa menjaga persatuan, kerukunan dan persaudaraan di antara semua. Karena, identitas bukanlah untuk memisahkan, tapi keragaman identitas adalah anugerah Tuhan, yang harus disyukuri untuk menjadikan bangsa Indonesia besar dan kuat.
"Karenanya, jangan sekali-kali menjadikan identitas sebagai komoditas politik. Itu sangat berbahaya. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang terbelah (divided nation)," tegas ayah AHY dan Ibas itu.
"Taman kehidupan yang harus kita bangun adalah suasana yang damai dan indah, di mana di antara kita terbangun sikap saling sayang menyayangi, saling hormat menghormati serta saling bertoleransi dan bertenggang rasa. Ingat, para pendiri republik mendambakan negeri ini menjadi rumah besar bagi semua. Rumah besar bagi bangsa yang damai, adil dan makmur. Insya Allah, kita semua tengah menuju ke situ," demikian SBY.
(maf)