Demo MK, Buruh Berharap Pengangkangan UUD 1945 pada UU Cipta Kerja Terungkap
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat buruh menegaskan sikap konstitusional untuk menolak UU Cipta Kerja. Para buruh berunjuk rasa di depan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (2/11/2020) hari ini agar nasib mereka benar-benar diperhatikan dalam beleid sapu jagat tersebut.
Gabungan buruh yang berunjuk tasa terdiri atas Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andy Gani Nena Wea dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di bawah komando Said Iqbal. Selain tetap menyuarakan penolakan, para buruh sudah mempersiapkan materi uji materi terhadap UU Cipta Kerja. Buruh meminta MK tidak hanya mempertimbangkan gugatan tersebut bersandarkan pada kebenaran yang bersifat formal.
(Baca: Catat! Aksi Nasional Buruh Tolak UU Ciptaker Digelar 2 November)
“Atas nama kaum buruh Indonesia yang merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dan dilanggar hak asasinya oleh Undang-Undang Cipta Kerja, dengan ini menyatakan sikap meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Cipta Kerja, tidak sekedar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik. Karena kalau begitu kebenaran sejati tidak pernah akan ditemukan,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam pernyataannya yang diterima SINDOnews, Senin (2/11/2020).
Para buruh juga meminta agar MK tidak sekedar mengandalkan bukti-bukti yang diajukan oleh para pemohon. Sebaliknya, mereka menilai MK perlu mengambil inisiatif dan secara aktif dapat menggali sendiri kebenaran materiil dari UU Cipta Kerja yang kelak akan diuji.
Terlebih lagi, MK merupakan peradilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir yang putusan yang bersifat ‘final and binding’ sehingga tidak ada lagi instrumen hukum yang bisa digunakan untuk mengubah putusannya. “Dalam konteks ini, kaum buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai judex factie,” tegas Said Iqbal.
(Baca: Istana dan MK Sasaran Utama, Besok Ribuan Buruh Demo Serentak di 24 Provinsi)
Presiden KSPSI Andy Gani Nena Wea (AGN). Ia pun meminta agar MK dapat menunjukkan kekuasaan sebagai penjaga marwah konstitusi (the guardian of the constitution), sebagai pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of the citizens constitutional right), dan sebagai pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).
Ia menilai UU Cipta Kerja Cipta Kerja telah sungguh-sungguh mengangkangi UUD1945, melanggar hak-hak konstitusional kaum buruh dan masyarakat serta telah menista hak asasi manusia (HAM).
“Suara kaum buruh Indonesia bersama masyarakat yang lain sudah sewajarnya diperhatikan dan dipertimbangkan oleh MK, serta dipandang sebagai nilai-nilai moral dan politik yang hidup di tengah masyarakat. Kaum buruh Indonesia menaruh harapan yang besar kepada MK untuk mampu menggali, menyingkap, dan menemukan kebenaran yang hakiki dari proses pengujian UU Cipta Kerja,” tandas dia.
Gabungan buruh yang berunjuk tasa terdiri atas Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) pimpinan Andy Gani Nena Wea dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di bawah komando Said Iqbal. Selain tetap menyuarakan penolakan, para buruh sudah mempersiapkan materi uji materi terhadap UU Cipta Kerja. Buruh meminta MK tidak hanya mempertimbangkan gugatan tersebut bersandarkan pada kebenaran yang bersifat formal.
(Baca: Catat! Aksi Nasional Buruh Tolak UU Ciptaker Digelar 2 November)
“Atas nama kaum buruh Indonesia yang merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dan dilanggar hak asasinya oleh Undang-Undang Cipta Kerja, dengan ini menyatakan sikap meminta kepada Mahkamah Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Cipta Kerja, tidak sekedar berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik. Karena kalau begitu kebenaran sejati tidak pernah akan ditemukan,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam pernyataannya yang diterima SINDOnews, Senin (2/11/2020).
Para buruh juga meminta agar MK tidak sekedar mengandalkan bukti-bukti yang diajukan oleh para pemohon. Sebaliknya, mereka menilai MK perlu mengambil inisiatif dan secara aktif dapat menggali sendiri kebenaran materiil dari UU Cipta Kerja yang kelak akan diuji.
Terlebih lagi, MK merupakan peradilan konstitusional tingkat pertama dan terakhir yang putusan yang bersifat ‘final and binding’ sehingga tidak ada lagi instrumen hukum yang bisa digunakan untuk mengubah putusannya. “Dalam konteks ini, kaum buruh Indonesia mengharapkan Mahkamah Konstitusi dapat mengambil peran yang maksimal sebagai judex factie,” tegas Said Iqbal.
(Baca: Istana dan MK Sasaran Utama, Besok Ribuan Buruh Demo Serentak di 24 Provinsi)
Presiden KSPSI Andy Gani Nena Wea (AGN). Ia pun meminta agar MK dapat menunjukkan kekuasaan sebagai penjaga marwah konstitusi (the guardian of the constitution), sebagai pelindung hak-hak konstitusional warga negara (the protector of the citizens constitutional right), dan sebagai pelindung hak asasi manusia (the protector of human rights).
Ia menilai UU Cipta Kerja Cipta Kerja telah sungguh-sungguh mengangkangi UUD1945, melanggar hak-hak konstitusional kaum buruh dan masyarakat serta telah menista hak asasi manusia (HAM).
“Suara kaum buruh Indonesia bersama masyarakat yang lain sudah sewajarnya diperhatikan dan dipertimbangkan oleh MK, serta dipandang sebagai nilai-nilai moral dan politik yang hidup di tengah masyarakat. Kaum buruh Indonesia menaruh harapan yang besar kepada MK untuk mampu menggali, menyingkap, dan menemukan kebenaran yang hakiki dari proses pengujian UU Cipta Kerja,” tandas dia.
(muh)