Perwira Polisi Terlibat Sindikat, DPR Usul Direktorat Narkoba Polri Dikaji Ulang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keterlibatan oknum perwira polisi dalam sindikat peredaran narkoba kembali terjadi. terbaru, Jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau menembak Kompol IZ, perwira polisi yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan 16 kilogram sabu.
Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, keterlibatan oknum petinggi Polri atau TNI sebenarnya bukan berita baru. "Dari dulu kan sering disinyalir bahwa narkoba itu patut diduga melibatkan aparat. Dulu kan TNI-Polri karena dominasi TNI sangat tinggi dulu, sekarang Polri. Dan memang kalau kita ikuti, kasus-kasus pemecatan anggota Polri, paling banyak sekitar 80 persen itu karena terlibat narkoba," ujar Trimedya dihubungi SINDonews, Senin (26/10/2020).
Karena itu, politikus PDI Perjuangan ini menuturkan, perlu dilakukan evaluasi dan pembenahan secara menyeluruh sumber daya manusia (SDM) di tubuh Polri. "Menurut saya apakah Direktorat Narkoba itu masih perlu di Polri? Atau kita serahkan semuanya ke BNN," katanya.
(Baca: Arteria Dahlan Dukung Hukuman Mati Polisi Terlibat Narkoba)
Menurutnya, Kementerian PAN-RB bersama dengan Polri perlu mengkaji keberadaan Direktorat Narkoba di Polri, apakah lebih banyak manfaat atau justru sebaliknya. "Termasuk bagaimana rekrutmen polisi yang berdinas di sana, itu dikaji dulu. Mungkin MenPAN-RB bersama polri mengkaji dulu. Kalau misalnya lebih banyak mudaratnya ya keluarkan saja," tuturnya.
Faktanya, tutur Trimedya, selama ini ada dua institusi yang menangani persoalan narkoba, ternyata kasus peredaran narkoba di Tanah Air tidak kunjung selesai bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu. "Problemnya anggaran BNN harus ditingkatkan karena BNN di tingkat provinsi, kabupaten/kota itu lemah sekali. Dan itu yang harus dipikirkan dalam tahun depan, Presiden Jokowi harus minta ke MenPAN-RB untuk mengkaji itu masih pantas nggak Direktorat Narkoba di Polri karena 80 persen di Polri yang dipecat itu karena narkoba, kan tinggi sekali, berarti ada sesuatu," katanya.
Menurut politikus yang berlatar belakang pengacara ini, kasus anggota atau petinggi Polri terlibat mafia narkoba mungkin karena salah bergaul dengan para pemakai. Dan bagian yang paling rentan adalah di Direktorat Narkoba. "Mereka kan atas nama undercover, harus masuk ke diskotek-diskotek, masuk ke komunitas pemakai, bandar," tuturnya.
(Baca: Oknum Polisi Terlibat Narkoba, Ini Kata Psikolog Forensik)
Karena itu, dirinya mengusulkan agar jika Direktorat Narkoba masih perlu dipertahankan, misalnya, maka rekrutmen orang-orang yang ada di dalamnya tidak boleh terlalu lama. "Kalau yang di Riau itu kan dia sudah tidak disitu (Direktorat Narkoba) lagi, tapi harus ditelusuri apakah dia pernah apa tidak di Direktorat Narkoba. Polri juga harus menelusuri terutama SDM, kalau yang terlibat-terlibat itu orang yang pernah di Direktorat Narkoba atau memang karena salah pergaulan, atau masuk polisi motivasinya berbeda," urainya.
Polri, kata Trimedya, juga harus mengecek apakah mereka yang banyak terlibat kasus narkoba jabatannya pamen ke bawah saja, atau lainnya. Sebab, menurutnya, Direktorat Narkoba di Polri selama ini dikenal sebagai salah satu "tempat yang basah". "Kan juga bukan rahasia umum, misalnya barbuk (barang bukti) X menjadi Y. Itu juga harus kita evaluasi. Jadi di ujung jabatannya Pak Idham Azis jadi Kapolri, cobalah dievaluasi. Proses pembinaan SDM harus dilakukan," tuturnya.
Trimedya mensinyalir kasus narkoba di Tanah Air yang terungkap belum sampai 20 persen sehingga masih lebih banyak yang belum terungkap. "Sampai hari ini di seluruh dunia, ini kan bisnis yang menggiurkan. Apalagi kita penduduknya banyak, jadi kita minta kepada Kapolri yang baru nanti apa strateginya? Jangan sampai polisi mau dikerjain semua, tapi nggak ada yang benar, standar saja. Penanganan korupsi standar, pidana umum standar, lainnya juga standar," tuturnya.
Pihaknya juga meminta Polri memberlakukan langkah tegas kepada anggotanya yang terlibat. "Misalnya yang di Riau itu, begitu tersangka sudah harus dipecat supaya ada efek jera. Itu jelas. Jangan nanti berlindung dengan asas praduga tak bersalah. Kalau soal ancaman hukuman mati, itu kan nanti kalau sudah proses hukum. Ya kalau sudah tersangka, langsung pemecatan lah," paparnya.
Anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan mengatakan, keterlibatan oknum petinggi Polri atau TNI sebenarnya bukan berita baru. "Dari dulu kan sering disinyalir bahwa narkoba itu patut diduga melibatkan aparat. Dulu kan TNI-Polri karena dominasi TNI sangat tinggi dulu, sekarang Polri. Dan memang kalau kita ikuti, kasus-kasus pemecatan anggota Polri, paling banyak sekitar 80 persen itu karena terlibat narkoba," ujar Trimedya dihubungi SINDonews, Senin (26/10/2020).
Karena itu, politikus PDI Perjuangan ini menuturkan, perlu dilakukan evaluasi dan pembenahan secara menyeluruh sumber daya manusia (SDM) di tubuh Polri. "Menurut saya apakah Direktorat Narkoba itu masih perlu di Polri? Atau kita serahkan semuanya ke BNN," katanya.
(Baca: Arteria Dahlan Dukung Hukuman Mati Polisi Terlibat Narkoba)
Menurutnya, Kementerian PAN-RB bersama dengan Polri perlu mengkaji keberadaan Direktorat Narkoba di Polri, apakah lebih banyak manfaat atau justru sebaliknya. "Termasuk bagaimana rekrutmen polisi yang berdinas di sana, itu dikaji dulu. Mungkin MenPAN-RB bersama polri mengkaji dulu. Kalau misalnya lebih banyak mudaratnya ya keluarkan saja," tuturnya.
Faktanya, tutur Trimedya, selama ini ada dua institusi yang menangani persoalan narkoba, ternyata kasus peredaran narkoba di Tanah Air tidak kunjung selesai bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu. "Problemnya anggaran BNN harus ditingkatkan karena BNN di tingkat provinsi, kabupaten/kota itu lemah sekali. Dan itu yang harus dipikirkan dalam tahun depan, Presiden Jokowi harus minta ke MenPAN-RB untuk mengkaji itu masih pantas nggak Direktorat Narkoba di Polri karena 80 persen di Polri yang dipecat itu karena narkoba, kan tinggi sekali, berarti ada sesuatu," katanya.
Menurut politikus yang berlatar belakang pengacara ini, kasus anggota atau petinggi Polri terlibat mafia narkoba mungkin karena salah bergaul dengan para pemakai. Dan bagian yang paling rentan adalah di Direktorat Narkoba. "Mereka kan atas nama undercover, harus masuk ke diskotek-diskotek, masuk ke komunitas pemakai, bandar," tuturnya.
(Baca: Oknum Polisi Terlibat Narkoba, Ini Kata Psikolog Forensik)
Karena itu, dirinya mengusulkan agar jika Direktorat Narkoba masih perlu dipertahankan, misalnya, maka rekrutmen orang-orang yang ada di dalamnya tidak boleh terlalu lama. "Kalau yang di Riau itu kan dia sudah tidak disitu (Direktorat Narkoba) lagi, tapi harus ditelusuri apakah dia pernah apa tidak di Direktorat Narkoba. Polri juga harus menelusuri terutama SDM, kalau yang terlibat-terlibat itu orang yang pernah di Direktorat Narkoba atau memang karena salah pergaulan, atau masuk polisi motivasinya berbeda," urainya.
Polri, kata Trimedya, juga harus mengecek apakah mereka yang banyak terlibat kasus narkoba jabatannya pamen ke bawah saja, atau lainnya. Sebab, menurutnya, Direktorat Narkoba di Polri selama ini dikenal sebagai salah satu "tempat yang basah". "Kan juga bukan rahasia umum, misalnya barbuk (barang bukti) X menjadi Y. Itu juga harus kita evaluasi. Jadi di ujung jabatannya Pak Idham Azis jadi Kapolri, cobalah dievaluasi. Proses pembinaan SDM harus dilakukan," tuturnya.
Trimedya mensinyalir kasus narkoba di Tanah Air yang terungkap belum sampai 20 persen sehingga masih lebih banyak yang belum terungkap. "Sampai hari ini di seluruh dunia, ini kan bisnis yang menggiurkan. Apalagi kita penduduknya banyak, jadi kita minta kepada Kapolri yang baru nanti apa strateginya? Jangan sampai polisi mau dikerjain semua, tapi nggak ada yang benar, standar saja. Penanganan korupsi standar, pidana umum standar, lainnya juga standar," tuturnya.
Pihaknya juga meminta Polri memberlakukan langkah tegas kepada anggotanya yang terlibat. "Misalnya yang di Riau itu, begitu tersangka sudah harus dipecat supaya ada efek jera. Itu jelas. Jangan nanti berlindung dengan asas praduga tak bersalah. Kalau soal ancaman hukuman mati, itu kan nanti kalau sudah proses hukum. Ya kalau sudah tersangka, langsung pemecatan lah," paparnya.
(muh)