MAPPI Minta Pemerintah Segera Realisasikan RUU untuk Profesi Penilai

Jum'at, 23 Oktober 2020 - 03:09 WIB
loading...
MAPPI Minta Pemerintah...
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) meminta pemerintah untuk segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang Penilai (RUU Penilai). Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Masyarakat Profesi Penilai Indonesia ( MAPPI ) meminta pemerintah untuk segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang Penilai ( RUU Penilai ). Hal itu disampaikan oleh Ketua Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KPSPI) MAPPI Hamid Yusuf, dimana KPSPI sebagai penyelenggara Webinar bertajuk “Penilai dalam Lingkaran Perlindungan dan Risiko Hukum”.

Webinar nasional itu disambut oleh Ketua Umum DPN MAPPI Muhammad Amin, dilanjutkan dengan sambutan sekaligus pembukaan oleh Dr Arie Wibowo yang mewakili Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Kementerian Keuangan, Firmansyah N Nazaroedin. (Baca juga: RUU Kejaksaan Harus Jadi Momentum Ciptakan Hukum Berkeadilan)

Diskusi terbuka yang dihadiri lebih dari 300 peserta daring ini terdiri dari Pengurus Pusat, anggota, dan DPD MAPPI seluruh Indonesia itu, juga menghadirkan narasumber Dr. Ibrahim selaku Hakim Agung RI, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Marcus Priyo Gunarto, serta Ketua Dewan Penilai MAPPI Dewi Smaragdina Pramudji.

“Penilai itu belum punya undang-undangnya, itu yang sekarang lagi kita minta kepada pemerintah. Karena kalau gak ada undang-undang itu dalam pemahaman kita salah satu kelemahannya, produk kita dipermasalahkan orang terus, itu masalahnya,” ujar Hamid di Ruang Boardroom Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (22/10/2020).

Menurut Hamid, pentingnya RUU untuk Profesi Penilai dilatarbelakangi oleh masalah perlindungan hukum dalam beberapa tahun terakhir. Hamid mengatakan bahwa aduan terhadap masyarakat yang mengatakan Penilai melakukan kesalahan meningkat.

“Aduan itu menyangkut penilaian-penilaian misalnya di pengadaan tanah, jadi hampir 3-4 tahun ini ada 130 aduan pengadaan tanah. Artinya apa? Kan kalau pembangunan infrastruktur yang menentukan ganti ruginya Penilai, menurut undang-undang,” jelasnya.

Hamid menjelaskan pada saat Penilai menentukan nilai ganti kerugian terkait pengadaan tanah maka masyarakat menolak. Hal itulah yang kemudian terjadi pengaduan dari yang berskala kecil sampai skala besar.

Contoh lain menurut Hamid terkait lelang yang mana dalam setahun terakhir kredit macet meningkat. Sehingga persoalan kredit macet tersebut berujung pada agunan yang diambil alih oleh Bank dan kemudian dilelang. (Baca juga: Naskah RUU Cipta Kerja Disampaikan ke Presiden)

“Itu juga terjadi penolakan masyarakat terhadap hasil penilaian, sebagian penolakan masyarakat itu kadang-kadang masuk kepada gugatan hukum pidana dan perdata,” terangnya.

Karena profesi penilai sebenarnya hanya tunduk kepada kode etik dan standar. Hamid dalam webinar itu menegaskan bahwa MAPPI ingin melihat bagaimana perspektif pidana dan perdata serta apa yang harus dilakukan untuk memitigasi risiko hukum.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1867 seconds (0.1#10.140)