Soal Travel Bubble, PHRI Nantikan Kepastian Pemerintah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Turunnya kunjungan wisatawan mancanegara di masa pandemi Covid-19 membuat sejumlah negara menginisiasi kebijakan travel bubble. Mereka menggandeng negara lain yang dinilai relatif aman karena kasus virus Corona yang sudah terkendali.
Travel bubble adalah pembukaan zona batas lintas negara yang memungkinkan warganya bepergian, asal tidak melampaui area yang sudah ditetapkan. Kebijakan itu antara lain sudah dilakukan oleh Selandia Baru, Australia, Jepang dengan sejumlah negara di Asia Tenggara. Bahkan, baru-baru ini Singapura dan Hongkong juga menjalin kesepakatan penerapan travel bubble sehingga membuka kesempatan wisatawan dari kedua negara bisa saling berkunjung.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mendukung gagasan travel bubble yang digaungkan pemerintah. Tentu saja, penerapan kebijakan itu hanya diperuntukkan untuk destinasi tertentu yang selama ini mengandalkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).
“Ini sangat kita harapkan untuk destinasi tertentu karena tidak semua destinasi yang ada di Indonesia itu bisa hidup hanya dengan wisatawan domestik. Misalnya di Bali, Bintan,” kata Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran, Rabu (21/10/2020),
(Baca: Pembukaan Travel Bubble RI dengan 4 Negara Tunggu Corona Reda)
Di Bali misalnya, lanjut Yusran, dari rata-rata okupansi per tahun (year on year/yoy) terhadap sektor penginapan atau hotel, sekitar 60 persen merupakan kontribusi dari kunjungan wisman. Adapun wisatawan nusantara (wisnus) paling tinggi hanya mencapai 40 persen.
“Intinya, kalau kita hanya sekadar gerakkan domestik ke Bali, okupansi hotel di sana paling tinggi hanya 25-30 persen. Tidak mungkin akan mencapai lebih dari itu karena jumlah hotel atau suplai kamar yang ada dengan beragam kelasnya, mayoritas yang menghuni adalah wisman,” terang dia.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Yusran mendukung rencana kebijakan travel bubble yang dikeluarkan atas kesepakatan antarnegara tertentu untuk sektor pariwisata dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. “Itu cukup baik. Kita sangat berharap. Kita justru menunggu itu,” ujarnya.
Meski ide tersebut belum menjadi kenyataan, PHRI memahami sikap pemerintah yang lebih memfokuskan pada penanggulangan kasus positif Covid-19 dan angka kematian yang saat ini masih tinggi. Apalagi, saat ini pemerintah gencar melakukan pengujian dan penelusuran terhadap kasus paparan virus Corona.
Adanya pengujian secara massif itu dinilai secara perlahan akan berdampak pada menurunnya positivity rate. Bahkan, Yusran meyakini hal itu dapat memicu negara lain mulai percaya dan merubah kebijakan sehingga membuka kembali kesempatan bagi warganya berkunjung ke Indonesia.
Khusus wilayah yang menjadi konsentrasi travel bubble ini, PHRI mendorong penanganan kasus Covid-19 dan pengawasan protokol kesehatan harus ditingkatkan. Dengan begitu, ada kepercayaan dari wisman untuk kembali datang ke Indonesia.
(Baca: Wisman Masih Minim, Pemulihan Pariwisata Bakal Butuh Waktu Lama)
“Jadi harus ada strategi yang dibuat ke destinasi khusus. Itu yang kita harapkan dengan adanya travel bubble. Jadi tidak dipukul rata seluruh Indonesia. Bisa repot,” tambah dia.
Yusran menyatakan hotel dan restoran sudah siap mengikuti bila nantinya travel bubble jadi dilakukan. Hanya saja, PHRI ingin mendapatkan kepastian kapan kebijakan tersebut dijalankan.
“Kita juga harus dapat ‘angin segar’ atau kepastian kebijakan dari pemerintah. Semua pelaku akomodasi ini kan investasinya gede juga, jadi kita selalu wait and see dulu terhadap suatu kebijakan tertentu. Misalnya, sudah kepastian kebijakan dari pemerintah. Harus ada jarak, enggak bisa dadakan, semua terencana. Jangan sampai market jadi enggak trust sehingga reservasi jadi drop,” tegasnya.
Jika pemerintah sudah ada ancang-ancang untuk melakukan travel bubble, PHRI pun mengaku bisa mempersiapkan kebutuhan atau permintaan dari negara-negara yang sudah sepakat dengan kebijakan tersebut. “Jadi kalau kita konsentrasi dengan 1-2 destinasi yang memang benar-benar membutuhkan (wisman), saya rasa itu sangat mudah. Tetapi kalau bicara seluruh Indonesia, sangat berat,” tukasnya.
Travel bubble adalah pembukaan zona batas lintas negara yang memungkinkan warganya bepergian, asal tidak melampaui area yang sudah ditetapkan. Kebijakan itu antara lain sudah dilakukan oleh Selandia Baru, Australia, Jepang dengan sejumlah negara di Asia Tenggara. Bahkan, baru-baru ini Singapura dan Hongkong juga menjalin kesepakatan penerapan travel bubble sehingga membuka kesempatan wisatawan dari kedua negara bisa saling berkunjung.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mendukung gagasan travel bubble yang digaungkan pemerintah. Tentu saja, penerapan kebijakan itu hanya diperuntukkan untuk destinasi tertentu yang selama ini mengandalkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).
“Ini sangat kita harapkan untuk destinasi tertentu karena tidak semua destinasi yang ada di Indonesia itu bisa hidup hanya dengan wisatawan domestik. Misalnya di Bali, Bintan,” kata Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran, Rabu (21/10/2020),
(Baca: Pembukaan Travel Bubble RI dengan 4 Negara Tunggu Corona Reda)
Di Bali misalnya, lanjut Yusran, dari rata-rata okupansi per tahun (year on year/yoy) terhadap sektor penginapan atau hotel, sekitar 60 persen merupakan kontribusi dari kunjungan wisman. Adapun wisatawan nusantara (wisnus) paling tinggi hanya mencapai 40 persen.
“Intinya, kalau kita hanya sekadar gerakkan domestik ke Bali, okupansi hotel di sana paling tinggi hanya 25-30 persen. Tidak mungkin akan mencapai lebih dari itu karena jumlah hotel atau suplai kamar yang ada dengan beragam kelasnya, mayoritas yang menghuni adalah wisman,” terang dia.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Yusran mendukung rencana kebijakan travel bubble yang dikeluarkan atas kesepakatan antarnegara tertentu untuk sektor pariwisata dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan. “Itu cukup baik. Kita sangat berharap. Kita justru menunggu itu,” ujarnya.
Meski ide tersebut belum menjadi kenyataan, PHRI memahami sikap pemerintah yang lebih memfokuskan pada penanggulangan kasus positif Covid-19 dan angka kematian yang saat ini masih tinggi. Apalagi, saat ini pemerintah gencar melakukan pengujian dan penelusuran terhadap kasus paparan virus Corona.
Adanya pengujian secara massif itu dinilai secara perlahan akan berdampak pada menurunnya positivity rate. Bahkan, Yusran meyakini hal itu dapat memicu negara lain mulai percaya dan merubah kebijakan sehingga membuka kembali kesempatan bagi warganya berkunjung ke Indonesia.
Khusus wilayah yang menjadi konsentrasi travel bubble ini, PHRI mendorong penanganan kasus Covid-19 dan pengawasan protokol kesehatan harus ditingkatkan. Dengan begitu, ada kepercayaan dari wisman untuk kembali datang ke Indonesia.
(Baca: Wisman Masih Minim, Pemulihan Pariwisata Bakal Butuh Waktu Lama)
“Jadi harus ada strategi yang dibuat ke destinasi khusus. Itu yang kita harapkan dengan adanya travel bubble. Jadi tidak dipukul rata seluruh Indonesia. Bisa repot,” tambah dia.
Yusran menyatakan hotel dan restoran sudah siap mengikuti bila nantinya travel bubble jadi dilakukan. Hanya saja, PHRI ingin mendapatkan kepastian kapan kebijakan tersebut dijalankan.
“Kita juga harus dapat ‘angin segar’ atau kepastian kebijakan dari pemerintah. Semua pelaku akomodasi ini kan investasinya gede juga, jadi kita selalu wait and see dulu terhadap suatu kebijakan tertentu. Misalnya, sudah kepastian kebijakan dari pemerintah. Harus ada jarak, enggak bisa dadakan, semua terencana. Jangan sampai market jadi enggak trust sehingga reservasi jadi drop,” tegasnya.
Jika pemerintah sudah ada ancang-ancang untuk melakukan travel bubble, PHRI pun mengaku bisa mempersiapkan kebutuhan atau permintaan dari negara-negara yang sudah sepakat dengan kebijakan tersebut. “Jadi kalau kita konsentrasi dengan 1-2 destinasi yang memang benar-benar membutuhkan (wisman), saya rasa itu sangat mudah. Tetapi kalau bicara seluruh Indonesia, sangat berat,” tukasnya.
(muh)