Percepat Vaksin, Butuh Kolaborasi Bioengineer Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persatuan Insinyur Indonesia (PII) mengusulkan perlunya platform digital berupa big data insinyur sedunia sebagai sarana kolaborasi para insinyur menghadapi persoalan global. Dalam persoalan pandemi Covid-19 sekarang ini, platform tersebut dibutuhkan untuk kolaborasi para bioengineer dunia dalam percepatan pembuatan vaksin.
“Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, yang dibutuhkan bukanlah kompetisi bioengineer antarnegara, tetapi coo-petition, yaitu cooperation atau kerja sama antarapara kompetitor dalam riset untuk menghasilkan vaksin segera,” kata Ketua Umum PII yang juga Presiden Association of Engineering Education Southeast and East Asia and the Pacific (AEESEAP) Heru Dewanto dalam workshop virtual dengan tema “Enhancing Engineering Value Chain” yang digelar akhir pekan lalu. (Baca: Mereka Mati Mengenaskan Setelah Menghina Nabi Muhammad SAW)
Heru menjelaskan, platform kolaborasi ini bisa dijadikan para ahli bioengineering atau insinyur teknik hayati sedunia dalam pertukaran informasi genom virus Sarscov-2 di tiap negara dan berbagi pengetahuan serta kerja sama percepatan pembuatan vaksin. Hal ini, menurut Heru, akan lebih memudahkan para ahli menemukan solusi vaksin bagi dunia. “Dalam platform digital tersebut ada knowledge sharing, tapi tetap menjaga kerahasiaan, security dan properti tiap negara,” ucapnya.
Menurut Heru, kolaborasi para insinyur sedunia ini hanya bisa dilakukan kalau standar kompetensinya disetarakan secara global. Di Indonesia standardisasi ini dilakukan oleh PII bersama seluruh institusi pendidikan tinggi teknik dan asosiasi keahlian keteknikan. “Standardisasi kompetensi insinyur di Indonesia dilakukan sepanjang rantai nilai keinsinyuran (engineering value chain),” ungkapnya. (Baca juga: Kemendikbud Akan Kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
Rantai nilai yang pertama adalah standardisasi kualitas program studi teknik di perguruan tinggi melalui akreditasi internasional, pendidikan profesi insinyur, dan rantai ketiga adalah standardisasi kompetensi insinyur profesional (IP) melalui sertifikasi internasional, serta registrasi insinyur. “Kualifikasi professional engineer (PE) di luar negeri itu setara dengan sertifikat insinyur profesional madya (IPM) di Indonesia,” kata Heru mengenai standardisasi yang dilakukan PII. ( Lihat videonya: Napi WNA Kabur dari Lapas Tangerang Dtemukan Tewas di Bogor)
Menurut Heru, insinyur sedunia juga melakukan standardisasi pendidikan teknik melalui akreditasi dan standardisasi kompetensi IP dan saling pengakuan atau MRA (mutual recognition agreement) secara internasional. Hal ini disyaratkan agar dapat berkolaborasi guna mencapai 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang mana setiap tujuannya membutuhkan solusi keinsinyuran. “Jadi, kalau ingin membangun SDM yang unggul dan berdaya saing global, nah di bidang keinsinyuran, PII sudah menyiapkan sarana dan prasarannya di sepanjang rantai nilai keinsinyuran tersebut,” ujarnya. (Abdul Rochim)
“Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, yang dibutuhkan bukanlah kompetisi bioengineer antarnegara, tetapi coo-petition, yaitu cooperation atau kerja sama antarapara kompetitor dalam riset untuk menghasilkan vaksin segera,” kata Ketua Umum PII yang juga Presiden Association of Engineering Education Southeast and East Asia and the Pacific (AEESEAP) Heru Dewanto dalam workshop virtual dengan tema “Enhancing Engineering Value Chain” yang digelar akhir pekan lalu. (Baca: Mereka Mati Mengenaskan Setelah Menghina Nabi Muhammad SAW)
Heru menjelaskan, platform kolaborasi ini bisa dijadikan para ahli bioengineering atau insinyur teknik hayati sedunia dalam pertukaran informasi genom virus Sarscov-2 di tiap negara dan berbagi pengetahuan serta kerja sama percepatan pembuatan vaksin. Hal ini, menurut Heru, akan lebih memudahkan para ahli menemukan solusi vaksin bagi dunia. “Dalam platform digital tersebut ada knowledge sharing, tapi tetap menjaga kerahasiaan, security dan properti tiap negara,” ucapnya.
Menurut Heru, kolaborasi para insinyur sedunia ini hanya bisa dilakukan kalau standar kompetensinya disetarakan secara global. Di Indonesia standardisasi ini dilakukan oleh PII bersama seluruh institusi pendidikan tinggi teknik dan asosiasi keahlian keteknikan. “Standardisasi kompetensi insinyur di Indonesia dilakukan sepanjang rantai nilai keinsinyuran (engineering value chain),” ungkapnya. (Baca juga: Kemendikbud Akan Kembangkan SMK untuk Bangun Desa)
Rantai nilai yang pertama adalah standardisasi kualitas program studi teknik di perguruan tinggi melalui akreditasi internasional, pendidikan profesi insinyur, dan rantai ketiga adalah standardisasi kompetensi insinyur profesional (IP) melalui sertifikasi internasional, serta registrasi insinyur. “Kualifikasi professional engineer (PE) di luar negeri itu setara dengan sertifikat insinyur profesional madya (IPM) di Indonesia,” kata Heru mengenai standardisasi yang dilakukan PII. ( Lihat videonya: Napi WNA Kabur dari Lapas Tangerang Dtemukan Tewas di Bogor)
Menurut Heru, insinyur sedunia juga melakukan standardisasi pendidikan teknik melalui akreditasi dan standardisasi kompetensi IP dan saling pengakuan atau MRA (mutual recognition agreement) secara internasional. Hal ini disyaratkan agar dapat berkolaborasi guna mencapai 17 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang mana setiap tujuannya membutuhkan solusi keinsinyuran. “Jadi, kalau ingin membangun SDM yang unggul dan berdaya saing global, nah di bidang keinsinyuran, PII sudah menyiapkan sarana dan prasarannya di sepanjang rantai nilai keinsinyuran tersebut,” ujarnya. (Abdul Rochim)
(ysw)