Waspadai Politik Uang Jelang Pilkada Serentak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sebanyak 294 kepala daerah tersandung kasus tindak pidana korupsi. Sebanyak 11 kasus di antaranya terkait dengan kepentingan pemilihan kepala daerah (pilkada) .
Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan, dalam situasi pandemi atau tidak, praktik politik uang atau money politics selalu menjadi titik rawan dalam setiap penyelenggaraan kontestasi pilkada.
"Tetapi saya belum mendapatkan data survei bahwa masa pandemi ini masyarakat lebih berharap politik uang, atau calon, tim sukses lebih akan menggunakan strategi politik uang," ujarnya, Minggu (18/10/2020).
Politikus PPP ini memperkirakan, praktik politik uang masih akan menjadi titik rawan yang berpengaruh terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. "Ya kembali kepada kita semua, terutama kita tidak bisa memberikan porsi itu kepada pasangan calon. Saya kira ketegasan Bawaslu dan aparat penegak hukum juga memberi porsi yang penting," tuturnya.( )
Ditanya apakah banyaknya kasus kepala daerah yang harus berurusan dengan penegak hukum ada kaitannya dengan praktik politik uang ketika maju dalam pilkada? Arwani mengatakan pasti ada kaitannya.
"Kalau menurut saya pribadi ada. Rasa-rasanya ada karena itu pengawasan harus lebih ketat," katanya. ( )
Sebelumnya, ICW merilis temuan ada 294 kepala daerah tersandung kasus tindak pidana korupsi selama periode 2010-2019. Sebanyak 11 kasus di antaranya terkait dengan kepentingan pilkada.
Peneliti ICW, Almas Sjafrina mengungkapkan, sedikitnya 294 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum, tidak hanya KPK tapi juga kepolisian dan kejaksaan.
Data ini dikumpulkan dengan melihat putusan, informasi yang disampaikan aparat penegak hukum, maupun media. Dia menduga bisa saja ada kasus-kasus korupsi di daerah yang masyarakat tidak tahu apakah ada atau tidak. "Tapi angka ini cukup tinggi," ujarnya dalam konferensi nasional yang digelar secara virtual dengan tajuk 'Catatan Kritis Kebijakan dan Tata Kelola Pelaksanaan Pilkada', Kamis (15/10/2020).
Wakil Ketua Komisi II DPR Arwani Thomafi mengatakan, dalam situasi pandemi atau tidak, praktik politik uang atau money politics selalu menjadi titik rawan dalam setiap penyelenggaraan kontestasi pilkada.
"Tetapi saya belum mendapatkan data survei bahwa masa pandemi ini masyarakat lebih berharap politik uang, atau calon, tim sukses lebih akan menggunakan strategi politik uang," ujarnya, Minggu (18/10/2020).
Politikus PPP ini memperkirakan, praktik politik uang masih akan menjadi titik rawan yang berpengaruh terhadap kualitas demokrasi di Indonesia. "Ya kembali kepada kita semua, terutama kita tidak bisa memberikan porsi itu kepada pasangan calon. Saya kira ketegasan Bawaslu dan aparat penegak hukum juga memberi porsi yang penting," tuturnya.( )
Ditanya apakah banyaknya kasus kepala daerah yang harus berurusan dengan penegak hukum ada kaitannya dengan praktik politik uang ketika maju dalam pilkada? Arwani mengatakan pasti ada kaitannya.
"Kalau menurut saya pribadi ada. Rasa-rasanya ada karena itu pengawasan harus lebih ketat," katanya. ( )
Sebelumnya, ICW merilis temuan ada 294 kepala daerah tersandung kasus tindak pidana korupsi selama periode 2010-2019. Sebanyak 11 kasus di antaranya terkait dengan kepentingan pilkada.
Peneliti ICW, Almas Sjafrina mengungkapkan, sedikitnya 294 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh aparat penegak hukum, tidak hanya KPK tapi juga kepolisian dan kejaksaan.
Data ini dikumpulkan dengan melihat putusan, informasi yang disampaikan aparat penegak hukum, maupun media. Dia menduga bisa saja ada kasus-kasus korupsi di daerah yang masyarakat tidak tahu apakah ada atau tidak. "Tapi angka ini cukup tinggi," ujarnya dalam konferensi nasional yang digelar secara virtual dengan tajuk 'Catatan Kritis Kebijakan dan Tata Kelola Pelaksanaan Pilkada', Kamis (15/10/2020).
(dam)