Tekan Kematian Akibat Covid-19, Kemenkes Minta Warga Manfaatkan Posbindu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong penguatan Pos Binaan Terpadu (Posbindu) untuk menekan angka kematian Covid-19 dari orang dengan penyakit penyerta (komorbid). Penyandang penyakit tidak menular (PTM) terkonfirmasi Covid-19 berpotensi besar mengalami perburukan klinis sehingga meningkatkan risiko kematian.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Cut Putri Arianie mengatakan, dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya promotif-preventif, Kemenkes telah melakukan kegiatan monitoring dan skrining secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui Posbindu. (Baca: 7 Amalan Saat Berwudhu dan Keutamaannya)
Cut menyebutkan hingga kini dari 80.000 desa tercatat 60.000 desa telah memiliki Posbindu. Ke depan ditargetkan setiap satu desa terdapat satu Posbindu. Kendati demikian, cakupan masyarakat untuk melakukan skrining masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan Posbindu tidak memberikan pengobatan bagi para pasien sehingga banyak masyarakat enggan memanfaatkannya.
“Pengobatan adanya di Puskesmas oleh karenanya kami terus memberikan edukasi dan penguatan informasi agar masyarakat mau memanfaatkan Posbindu untuk melakukan deteksi dini secara berkala, ini kita terus dorong,” jelas Cut melalui rilis yang diterima Sindo Media kemarin.
Selain memanfaatkan Posbindu, deteksi dini juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan yang dimiliki melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Polanis). Secara rutin mereka terus dipantau kesehatannya serta dapat melakukan konsultasi dengan para dokter secara online melalui telekonsultasi. Kolaborasi keduanya diharapkan dapat meningkatkan upaya deteksi dini, penemuan, dan rujukan tindak lanjut sesuai kriteria klinis.
“ Kemenkes terus mendorong masyarakat untuk melakukan skrining secara berkala, mereka bisa melakukan upaya deteksi dini secara mandiri di rumah maupun memanfaatkan program dari pemerintah yakni Posbindu dan Polanis. Kita terus berupaya untuk bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk Dinas Kesehatan,” tegas Cut. (Baca juga: Prioritas Pemberian Vaksin kepada Tenaga Pendidik Diapresiasi)
Pengidap Hipertensi Paling Rentan Terpapar Covid-19
Masih dalam rilis yang sama, sesuai data yang dihimpun oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 per 13 Oktober 2020 dari total kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.
Di mana persentase terbanyak di antaranya penyakit hipertensi sebesar 50,5%, kemudian diikuti diabetes melitus 34,5%, dan penyakit jantung 19,6%. Sementara dari jumlah 1.488 kasus pasien yang meninggal, diketahui 13,2% dengan hipertensi, 11,6% dengan diabetes melitus, serta 7,7% dengan penyakit jantung.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengatakan bahwa penyakit hipertensi merupakan penyakit katastropik yang tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko.
Pasalnya, apabila tidak dicegah dan dikendalikan akan menjadi bom waktu yang dapat menyebabkan terjadinya kasus hipertensi baru yang sangat signifikan dan berdampak pada pembiayaan Jaminan Kesehatan, khususnya terkait penyakit katastropik.
“Hipertensi sangat mungkin dicegah dengan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama di masa pandemi ini kita harus berhati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk itu, pandemi Covid-19 ini bisa kita jadikan sebagai momentum untuk membudayakan gaya hidup sehat,” kata Cut. (Baca juga: Diare Juga Bisa Jadi Gejala Awal terjangkit Covid-19)
Dia menjabarkan, pola hidup bersih dan sehat bisa dimulai dengan mengukur tekanan darah secara teratur, menjaga makanan tetap sehat dengan membatasi konsumsi gula, garam dan lemak, menghindari makanan manis, perbanyak makan buah dan sayur, menjaga berat badan ideal, melakukan aktivitas fisik secara rutin seperti jalan atau melakukan aktivitas sehari-hari di rumah.
Di samping menjaga pola hidup bersih dan sehat, upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi juga harus dilakukan dengan melakukan deteksi sedini mungkin. Bagi orang-orang yang memiliki faktor risiko, maka deteksi dini berupa pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan sebulan sekali, sementara bagi orang sehat tetap harus melakukan skrining minimal sekali dalam rentang waktu enam bulan sampai datu tahun.
Upaya ini kemudian ditindaklanjuti dengan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP) sehingga permasalahan hipertensi dapat segera dicegah dan dikendalikan. Skrining dan deteksi dini pengukuran tekanan darah yang benar dan teratur merupakan kunci utama menemukan kasus sedini mungkin sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat. (Baca juga: Marc Marquez tetap Abesn di MotoGP Aragon)
Hal senada disampaikan anggota Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Perhi) dr Erwinanto yang menyatakan bahwa rutin mengukur tekanan darah sangat penting dilakukan baik bagi orang sehat maupun orang dengan faktor risiko. Tujuan pengukuran tekanan darah sebagai penapisan dan diagnosis, pengobatan, serta keberhasilan pengobatan. Upaya ini harus digiatkan terutama bagi orang dengan rentang usia di atas 40 tahun serta memiliki tekanan darah normal-tinggi.
“Semakin tinggi umur Anda semakin besar kemungkinan Anda terkena hipertensi. Tekanan normal-tinggi 37% mengalami hipertensi dalam jangka waktu empat tahun ke depan. Itulah kenapa diperlukan pengukuran tekanan darah secara berkala,” tekannya.
Penanganan hingga Skala Mikro
Sementara itu, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah menegaskan bahwa kasus aktif Covid-19 sangat dinamis setiap harinya. Untuk itulah, ujar Dewi, penanganan kasus aktif di 34 provinsi harus benar-benar dicermati secara spesifik bahkan kalau bisa hingga skala mikro.
“Jadi misalkan kita melihat di Jawa Barat. Tidak semua (wilayah) di Jawa Barat kasus aktifnya di atas 1.000 kasus. Kita harus memahami kalau bisa kita layout-kan lagi, Kecamatan mana? Jangan berhenti di kabupaten/kota. Kecamatan mana? Kelurahan mana? Ini yang kita sebut level mikro nih. Kita harus paham titik-titik kluster ada di mana,” kata Dewi dalam diskusi “Covid-19 Dalam Angka” di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, kemarin. (Bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batu Bara Happy)
Dewi menjabarkan, berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19, per 14 Oktober 2020 dilaporkan sebanyak 12 kabupaten/kota yang tercatat di atas 1.000 kasus aktif Covid-19, persisnya pada range 1.000-1.500. Sebanyak 12 kota/kabupaten itu adalah Kota Ambon dengan 1.126, Jakarta Utara 1.194 kasus, dan Bogor 1.374 kasus. Lalu kota/kabupaten di atas 1.500 kasus, yakni Kota Depok 1.606 kasus, Kota Bekasi 1.688 kasus, Kota Jayapura 1.751 kasus, Kota Padang 1.855 kasus, Jakarta Pusat 2.009 kasus, Jakarta Barat 2.248 kasus, Kota Pekanbaru 2.330 kasus, Jakarta Selatan 2.439 kasus, dan Jakarta Timur 2.600 kasus.
“Memang intinya yang harus selalu harus kita pahami bahwa kasus aktif ini bergerak amat sangat dinamis. Dia bisa meningkat dengan sangat cepat, terutama penularan di sebuah wilayah juga terjadi dengan begitu tinggi. Tapi, dia bisa turun ketika memang pengendalian di sana juga dilakukan dengan baik. Langsung ditemukan titik-titik penyebaran, dan mulai containment ada di sana. Jadi, benar-benar jangan sampai kasusnya menyebar,” ungkap Dewi.
Lebih rincinya lagi data penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang dipublikasikan oleh Satgas Penanganan Covid-19 di https://www.covid19.go.id dan laman Kemenkes https://www.kemkes.go.id/, tercatat kasus positif Covid-19 hingga 14 Oktober 2020 bertambah 4.127 kasus sehingga akumulasi sebanyak 344.749 kasus. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)
Jumlah ini merupakan hasil tracing melalui pemeriksaan sebanyak 40.393 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM). Selain itu, juga dilaporkan kasus yang sembuh bertambah 4.555 orang sehingga total 267.851 orang. Adapun jumlah yang meninggal ada 129 orang, hingga total menjadi 12.156 orang. Sementara sebanyak 154.420 orang menjadi suspect Covid-19. (Binti Mufarida)
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Cut Putri Arianie mengatakan, dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya promotif-preventif, Kemenkes telah melakukan kegiatan monitoring dan skrining secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui Posbindu. (Baca: 7 Amalan Saat Berwudhu dan Keutamaannya)
Cut menyebutkan hingga kini dari 80.000 desa tercatat 60.000 desa telah memiliki Posbindu. Ke depan ditargetkan setiap satu desa terdapat satu Posbindu. Kendati demikian, cakupan masyarakat untuk melakukan skrining masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan Posbindu tidak memberikan pengobatan bagi para pasien sehingga banyak masyarakat enggan memanfaatkannya.
“Pengobatan adanya di Puskesmas oleh karenanya kami terus memberikan edukasi dan penguatan informasi agar masyarakat mau memanfaatkan Posbindu untuk melakukan deteksi dini secara berkala, ini kita terus dorong,” jelas Cut melalui rilis yang diterima Sindo Media kemarin.
Selain memanfaatkan Posbindu, deteksi dini juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan yang dimiliki melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Polanis). Secara rutin mereka terus dipantau kesehatannya serta dapat melakukan konsultasi dengan para dokter secara online melalui telekonsultasi. Kolaborasi keduanya diharapkan dapat meningkatkan upaya deteksi dini, penemuan, dan rujukan tindak lanjut sesuai kriteria klinis.
“ Kemenkes terus mendorong masyarakat untuk melakukan skrining secara berkala, mereka bisa melakukan upaya deteksi dini secara mandiri di rumah maupun memanfaatkan program dari pemerintah yakni Posbindu dan Polanis. Kita terus berupaya untuk bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk Dinas Kesehatan,” tegas Cut. (Baca juga: Prioritas Pemberian Vaksin kepada Tenaga Pendidik Diapresiasi)
Pengidap Hipertensi Paling Rentan Terpapar Covid-19
Masih dalam rilis yang sama, sesuai data yang dihimpun oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 per 13 Oktober 2020 dari total kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.
Di mana persentase terbanyak di antaranya penyakit hipertensi sebesar 50,5%, kemudian diikuti diabetes melitus 34,5%, dan penyakit jantung 19,6%. Sementara dari jumlah 1.488 kasus pasien yang meninggal, diketahui 13,2% dengan hipertensi, 11,6% dengan diabetes melitus, serta 7,7% dengan penyakit jantung.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengatakan bahwa penyakit hipertensi merupakan penyakit katastropik yang tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko.
Pasalnya, apabila tidak dicegah dan dikendalikan akan menjadi bom waktu yang dapat menyebabkan terjadinya kasus hipertensi baru yang sangat signifikan dan berdampak pada pembiayaan Jaminan Kesehatan, khususnya terkait penyakit katastropik.
“Hipertensi sangat mungkin dicegah dengan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, terutama di masa pandemi ini kita harus berhati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk itu, pandemi Covid-19 ini bisa kita jadikan sebagai momentum untuk membudayakan gaya hidup sehat,” kata Cut. (Baca juga: Diare Juga Bisa Jadi Gejala Awal terjangkit Covid-19)
Dia menjabarkan, pola hidup bersih dan sehat bisa dimulai dengan mengukur tekanan darah secara teratur, menjaga makanan tetap sehat dengan membatasi konsumsi gula, garam dan lemak, menghindari makanan manis, perbanyak makan buah dan sayur, menjaga berat badan ideal, melakukan aktivitas fisik secara rutin seperti jalan atau melakukan aktivitas sehari-hari di rumah.
Di samping menjaga pola hidup bersih dan sehat, upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi juga harus dilakukan dengan melakukan deteksi sedini mungkin. Bagi orang-orang yang memiliki faktor risiko, maka deteksi dini berupa pengukuran tekanan darah hendaknya dilakukan sebulan sekali, sementara bagi orang sehat tetap harus melakukan skrining minimal sekali dalam rentang waktu enam bulan sampai datu tahun.
Upaya ini kemudian ditindaklanjuti dengan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama (FKTP) sehingga permasalahan hipertensi dapat segera dicegah dan dikendalikan. Skrining dan deteksi dini pengukuran tekanan darah yang benar dan teratur merupakan kunci utama menemukan kasus sedini mungkin sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat. (Baca juga: Marc Marquez tetap Abesn di MotoGP Aragon)
Hal senada disampaikan anggota Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Perhi) dr Erwinanto yang menyatakan bahwa rutin mengukur tekanan darah sangat penting dilakukan baik bagi orang sehat maupun orang dengan faktor risiko. Tujuan pengukuran tekanan darah sebagai penapisan dan diagnosis, pengobatan, serta keberhasilan pengobatan. Upaya ini harus digiatkan terutama bagi orang dengan rentang usia di atas 40 tahun serta memiliki tekanan darah normal-tinggi.
“Semakin tinggi umur Anda semakin besar kemungkinan Anda terkena hipertensi. Tekanan normal-tinggi 37% mengalami hipertensi dalam jangka waktu empat tahun ke depan. Itulah kenapa diperlukan pengukuran tekanan darah secara berkala,” tekannya.
Penanganan hingga Skala Mikro
Sementara itu, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Penanganan Covid-19 Dewi Nur Aisyah menegaskan bahwa kasus aktif Covid-19 sangat dinamis setiap harinya. Untuk itulah, ujar Dewi, penanganan kasus aktif di 34 provinsi harus benar-benar dicermati secara spesifik bahkan kalau bisa hingga skala mikro.
“Jadi misalkan kita melihat di Jawa Barat. Tidak semua (wilayah) di Jawa Barat kasus aktifnya di atas 1.000 kasus. Kita harus memahami kalau bisa kita layout-kan lagi, Kecamatan mana? Jangan berhenti di kabupaten/kota. Kecamatan mana? Kelurahan mana? Ini yang kita sebut level mikro nih. Kita harus paham titik-titik kluster ada di mana,” kata Dewi dalam diskusi “Covid-19 Dalam Angka” di Media Center Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di Graha BNPB, Jakarta, kemarin. (Bebas Bayar Royalty, Omnibus Law Bikin Pengusaha Batu Bara Happy)
Dewi menjabarkan, berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19, per 14 Oktober 2020 dilaporkan sebanyak 12 kabupaten/kota yang tercatat di atas 1.000 kasus aktif Covid-19, persisnya pada range 1.000-1.500. Sebanyak 12 kota/kabupaten itu adalah Kota Ambon dengan 1.126, Jakarta Utara 1.194 kasus, dan Bogor 1.374 kasus. Lalu kota/kabupaten di atas 1.500 kasus, yakni Kota Depok 1.606 kasus, Kota Bekasi 1.688 kasus, Kota Jayapura 1.751 kasus, Kota Padang 1.855 kasus, Jakarta Pusat 2.009 kasus, Jakarta Barat 2.248 kasus, Kota Pekanbaru 2.330 kasus, Jakarta Selatan 2.439 kasus, dan Jakarta Timur 2.600 kasus.
“Memang intinya yang harus selalu harus kita pahami bahwa kasus aktif ini bergerak amat sangat dinamis. Dia bisa meningkat dengan sangat cepat, terutama penularan di sebuah wilayah juga terjadi dengan begitu tinggi. Tapi, dia bisa turun ketika memang pengendalian di sana juga dilakukan dengan baik. Langsung ditemukan titik-titik penyebaran, dan mulai containment ada di sana. Jadi, benar-benar jangan sampai kasusnya menyebar,” ungkap Dewi.
Lebih rincinya lagi data penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang dipublikasikan oleh Satgas Penanganan Covid-19 di https://www.covid19.go.id dan laman Kemenkes https://www.kemkes.go.id/, tercatat kasus positif Covid-19 hingga 14 Oktober 2020 bertambah 4.127 kasus sehingga akumulasi sebanyak 344.749 kasus. (Lihat videonya: Sejumlah Aktivis dan Petinggi KAMI Ditangkap Polisi)
Jumlah ini merupakan hasil tracing melalui pemeriksaan sebanyak 40.393 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM). Selain itu, juga dilaporkan kasus yang sembuh bertambah 4.555 orang sehingga total 267.851 orang. Adapun jumlah yang meninggal ada 129 orang, hingga total menjadi 12.156 orang. Sementara sebanyak 154.420 orang menjadi suspect Covid-19. (Binti Mufarida)
(ysw)