Biaya Tes Swab Rp900.000, Komisi IX Minta Rakyat Miskin Digratiskan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi IX DPR meminta agar pemerintah mengeluarkan peraturan yang menggratiskan biaya tes swab atau Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) bagi keluarga miskin. Alasannya, saat ini mayoritas masyarakat Indonesia hidup dalam kesusahan menyusul pandemi COVID-19 . Sementara biaya tes swab yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp900.000 dinilai sangat memberatkan.
"Saya kira sekarang rakyat kita ini PCR atau swab saja harus membayar Rp900.000, itukan mahal sekali bagi masyarakat. Untuk makan saja susah, bagaimana mau swab. Seharusnya pemerintah itu menyubsidi itu. Anggaran kita itu coba dahulukan soal penanganan kesehatan," kata anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid, Selasa (6/10/2020).
Untuk diketahui, untuk menegakkan diagnosis pasien yang diduga terinfeksi COVID-19, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan metode deteksi molekuler/Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) seperti pemeriksaan RT-PCR atau tes swab. ( )
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR. Surat edaran tersebut disahkan pada Senin (5/10/2020). Penetapan standar tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi, dan komponen lainnya.
Batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp900.000. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri.
Politikus Partai Demokrat ini berpendapat bahwa pemerintah seharusnya mensubsidi biaya tes swab bagi rakyat miskin. Sebab, saat ini ketika masyarakat miskin ada keperluan tertentu yang mengharuskan dilakukan tes swab, mereka masih harus membayar.
"Kemarin pemerintah melalui Permenkes telah mengeluarkan standar biaya swab, tapi seharusnya diikuti dengan satu aturan baru bahwa bagi orang miskin, itu harus digratiskan, disubsidi oleh pemerintah. Ini disebut mandiri, memang cuma orang kaya yang butuh tes mandiri? Orang miskin bagaimana? Sekarang ini rakyat kita 80% lagi susah," katanya. ( )
Seharusnya, kata Anwar Hafid, ada aturan tegas yang menyertai SE tersebut bahwa bagi masyarakat yang tidak mampu, korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan sebagainya, apabila memerlukan tes swab untuk kepentingan apapun, mereka disubsidi pemerintah.
Mantan Bupati Morowali ini mengatakan, persoalan kesehatan dan ekonomi memang sama-sama dua hal penting. Namun, seharusnya persoalan kesehatan menjadi prioritas utama. "Sekarang ini fokus pemerintah lebih kepada ekonomi daripada kesehatan. Padahal dua hal itu kalau kita lihat ya bagaimana supaya dia tidak sakit, baru kita urus ekonominya," katanya.
"Saya kira sekarang rakyat kita ini PCR atau swab saja harus membayar Rp900.000, itukan mahal sekali bagi masyarakat. Untuk makan saja susah, bagaimana mau swab. Seharusnya pemerintah itu menyubsidi itu. Anggaran kita itu coba dahulukan soal penanganan kesehatan," kata anggota Komisi IX DPR Anwar Hafid, Selasa (6/10/2020).
Untuk diketahui, untuk menegakkan diagnosis pasien yang diduga terinfeksi COVID-19, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan metode deteksi molekuler/Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) seperti pemeriksaan RT-PCR atau tes swab. ( )
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan Surat Edaran Nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR. Surat edaran tersebut disahkan pada Senin (5/10/2020). Penetapan standar tarif tertinggi pemeriksaan RT-PCR dilakukan dengan mempertimbangkan komponen jasa pelayanan, komponen bahan habis pakai dan reagen, komponen biaya administrasi, dan komponen lainnya.
Batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp900.000. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri.
Politikus Partai Demokrat ini berpendapat bahwa pemerintah seharusnya mensubsidi biaya tes swab bagi rakyat miskin. Sebab, saat ini ketika masyarakat miskin ada keperluan tertentu yang mengharuskan dilakukan tes swab, mereka masih harus membayar.
"Kemarin pemerintah melalui Permenkes telah mengeluarkan standar biaya swab, tapi seharusnya diikuti dengan satu aturan baru bahwa bagi orang miskin, itu harus digratiskan, disubsidi oleh pemerintah. Ini disebut mandiri, memang cuma orang kaya yang butuh tes mandiri? Orang miskin bagaimana? Sekarang ini rakyat kita 80% lagi susah," katanya. ( )
Seharusnya, kata Anwar Hafid, ada aturan tegas yang menyertai SE tersebut bahwa bagi masyarakat yang tidak mampu, korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan sebagainya, apabila memerlukan tes swab untuk kepentingan apapun, mereka disubsidi pemerintah.
Mantan Bupati Morowali ini mengatakan, persoalan kesehatan dan ekonomi memang sama-sama dua hal penting. Namun, seharusnya persoalan kesehatan menjadi prioritas utama. "Sekarang ini fokus pemerintah lebih kepada ekonomi daripada kesehatan. Padahal dua hal itu kalau kita lihat ya bagaimana supaya dia tidak sakit, baru kita urus ekonominya," katanya.
(abd)