Ini Hukum Perkawinan Beda Agama dan Beda Kewarganegaraan
loading...
A
A
A
“Ruang lingkup perkawinan berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, tanpa mengindahkan lagi batas-batas Negara dan Bangsa. Akibatnya semakin mudah terjadinya hubungan antar sesama manusia, antar suku bangsa dan antar Negara dalam segala aspek kehidupan,” ujar Edward Panjaitan.
Interaksi yang terjadi antara individu yang berbeda suku Bangsa dan Negara dalam berbagai bidang akan melahirkan hubungan-hubungan hukum khususnya dalam Hukum Perdata Internasional (HPI) yang salah satu diantaranya adalah perkawinan campuran (berbeda warga negara).
Edward Panjaitan menambahkan bahwa dibutuhkan kontribusi semua pihak untuk mengawal perkembangan hukum, yaitu upaya revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Perkembangan hak pribadi atau hak privat dari warga negara atau subjek hukum suatu negara tergantung dari perkembangan dinamika hukum yang ada di negara tersebut. Idealnya hukum mengikuti perkembangan di masyaraka terutama ketika berbicara masalah perkawinan yang dikaitkan dengan agama, maka menjadi hal yang dinamis.”
Prof. Dr. John Pieris, juga memaparkan dasar hukum perkawinan beda kewarganegaraan adalah UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Konstitusi menjamin hak warga negara melakukan perkawinan termasuk kawin campur. Perkawinan campur adalah perkawinan dua orang yang berkedudukan di Indonesia dan tunduk pada hukum yang berbeda akibat perbedaan kewarganegaraan, “ ujar Prof. Dr. John Pieris.
WNI atau WNA dapat memperoleh kewarganegaraan dari pasangannya atau kehilangan kewarganegaraannya sesuai UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan (Pasal 58 UU Perkawinan jo. UU 12/2006).
Webinar semakin menarik dengan kehadiran Ida Lucia Maille (Alumni FH UKI) yang membagikan pengalamannya menikah dengan WNA.
Sementara itu, webinar ini dibuka oleh Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono. Acara diakhiri dengan diskusi interaktif yang dipimpin moderator Diana Napitupulu, S.H., M.H., Mkn., Msc. Seluruh peserta yang hampir mencapai 500 dan karena banyak juga yang mengikuti di streaming YouTube, dan ini menunjukkan bahwa topik ini memang di butuhkan masyarakat, semua peserta mendapatkan e-certificate.
Interaksi yang terjadi antara individu yang berbeda suku Bangsa dan Negara dalam berbagai bidang akan melahirkan hubungan-hubungan hukum khususnya dalam Hukum Perdata Internasional (HPI) yang salah satu diantaranya adalah perkawinan campuran (berbeda warga negara).
Edward Panjaitan menambahkan bahwa dibutuhkan kontribusi semua pihak untuk mengawal perkembangan hukum, yaitu upaya revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Perkembangan hak pribadi atau hak privat dari warga negara atau subjek hukum suatu negara tergantung dari perkembangan dinamika hukum yang ada di negara tersebut. Idealnya hukum mengikuti perkembangan di masyaraka terutama ketika berbicara masalah perkawinan yang dikaitkan dengan agama, maka menjadi hal yang dinamis.”
Prof. Dr. John Pieris, juga memaparkan dasar hukum perkawinan beda kewarganegaraan adalah UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Konstitusi menjamin hak warga negara melakukan perkawinan termasuk kawin campur. Perkawinan campur adalah perkawinan dua orang yang berkedudukan di Indonesia dan tunduk pada hukum yang berbeda akibat perbedaan kewarganegaraan, “ ujar Prof. Dr. John Pieris.
WNI atau WNA dapat memperoleh kewarganegaraan dari pasangannya atau kehilangan kewarganegaraannya sesuai UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan (Pasal 58 UU Perkawinan jo. UU 12/2006).
Webinar semakin menarik dengan kehadiran Ida Lucia Maille (Alumni FH UKI) yang membagikan pengalamannya menikah dengan WNA.
Sementara itu, webinar ini dibuka oleh Rektor UKI, Dr. Dhaniswara K. Harjono. Acara diakhiri dengan diskusi interaktif yang dipimpin moderator Diana Napitupulu, S.H., M.H., Mkn., Msc. Seluruh peserta yang hampir mencapai 500 dan karena banyak juga yang mengikuti di streaming YouTube, dan ini menunjukkan bahwa topik ini memang di butuhkan masyarakat, semua peserta mendapatkan e-certificate.