Legislator PPP Usul Kantor CC PKI Dibikin Museum Kekejaman G30S

Rabu, 30 September 2020 - 13:51 WIB
loading...
Legislator PPP Usul Kantor CC PKI Dibikin Museum Kekejaman G30S
Legislator PPP, Syaifullah Tamliha mengusulkan kantor Komite Sentral (CC) PKI yang di Jalan Kramat Raya Jakarta dijadikan sebagai museum kekejaman PKI. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) , Syaifullah Tamliha mengusulkan kantor Komite Sentral (CC) PKI yang terletak di Jalan Kramat Raya Jakarta dijadikan sebagai museum kekejaman PKI.

Tamliha mengatakan, pemberontakan PKI harus diterima sebagai fakta sejarah. (Baca juga: Fahri Hamzah Dorong Fadli Zon Ungkap Sejarah Komunis dan PKI)

Dia melanjutkan, pemberontakan PKI tidak boleh terulang kembali, maka masyarakat perlu mengetahui tentang kekejaman yang pernah terjadi. (Baca juga: Pilkada Tetap Dilanjutkan, Komnas HAM Ingatkan Ratusan KPPS Meninggal di 2019)

"Bahkan jika perlu dibangun museum kekejaman PKI dengan menggunakan bekas kantor CC PKI yang terletak di Jalan Kramat Raya Jakarta berseberangan dengan kantor PBNU," ujar Tamliha dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (30/9/2020).

Anggota Komisi I DPR RI ini mengatakan, kewaspadaan akan kembali munculnya PKI dan paham komunis di Indonesia masih perlu dilakukan selama TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 masih belum dicabut. Dia menuturkan, TNI yang berfungsi sebagai lembaga pertahanan tetap harus memantau kemungkinan munculnya paham komunis.

"Sebab masalah ideologi bukan hanya masalah keamanan, namun juga pertahanan yang menjadi kewenangan TNI," ungkap Ketua Badan Sosialisasi MPR ini.

Lebih lanjut dia mengatakan, penayangan film dokumenter G30S/PKI tetap diperlukan untuk mengetahui fakta sejarah tentang pemberontakan dan kekejaman PKI. Menurutnya, film itu merupakan film dokumenter yang dibuat berdasarkan saksi peristiwa seperti kesaksian putri dari Jenderal Ahmad Yani dan lainnya serta fakta di persidangan yang dipimpin oleh Ali Said.

"Tidak perlu membuat film dengan versi lain yang berpotensi adanya pengurangan atas sejarah yang sudah terjadi," pungkasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1495 seconds (0.1#10.140)