Lebih Disiplin Yuk

Selasa, 29 September 2020 - 05:58 WIB
loading...
Lebih Disiplin Yuk
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Yuk, lebih disiplin! Ajakan ini perlu didengungkan terus karena ternyata masih ada masyarakat enggan mematuhi protokol kesehatan demi menghentikan penyebarluasan pandemi Covid-19 .

Mereka yang kurang patuh mengenakan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M) hingga menerapkan thermogun, kebanyakan beraktivitas di pasar tradisional dan kelompok pedagang kaki lima. Selain itu, penerapan protokol kesehatan di tempat ibadah juga terbilang masih lemah. (Baca: Salat Dhuha, Bukan Sekedar Membuka Pintu Rezeki)

Fakta ini merupakan hasil temuan Badan Pusat Statistik (BPS) setelah melakukan survei mengenai perubahan perilaku pada masa pandemi Covid-19 . Survei yang dilaksanakan pada 7–14 September menyasar 90.967 orang.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 akan menggunakan data hasil survei untuk menentukan kebijakan pemerintah ke depan dalam penanganan Covid-19. Satgas juga mengajak masyarakat meningkatkan disiplin, sehingga pandemi bisa segera berakhir dan masyarakat bisa secepatnya beraktivitas secara normal.

Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengungkapkan, di pasar tradisional dan pedagang kaki lima, 17,3% responden menyatakan sama sekali tidak ada protokol kesehatan. Adapun di tempat ibadah sebanyak 5,78% responden mengaku bahwa tempat ibadah tidak menerapkan protokol kesehatan.

Suhariyanto meminta agar dua tempat ini perlu perhatian khusus untuk pelaksanaan protokol kesehatan. “Sehingga ke depan mungkin selain sosialisasi, juga perlu ada support atau bantuan langsung dari pemerintah supaya penerapan protokol kesehatannya bisa lebih tertib lagi,” ujar dia.

Mengapa masih ada masyarakat yang enggan mematuhi protokol kesehatan? Berdasarkan survei, 55% responden berpendapat karena tidak ada sanksi. Karena itu, pemerintah ke depan lebih tegas dalam menerapkan sanksi.

Selanjutnya, masyarakat tidak mau disiplin karena menanggap tidak adanya kejadian penderita Covid di lingkungan sekitarnya dan menganggap protokol kesehatan mengganggu pekerjaannya. (Baca juga: Sekolah di Merangin Mulai Belajar Tatap Muka dengan Protokol Ketat)

“Satu hal lagi adalah pendapat dari responden, bahwa 19% tidak menerima menerapkan protokol kesehatan karena aparat atau pimpinannya tidak memberikan contoh. Jadi, tampaknya ke depan ini perlu sentuhan seluruh pimpinan, seluruh aparat harus memberikan contoh di depan supaya masyarakat mengikuti,” tandas Suhariyanto.

Selain itu, ada satu alasan yang cukup mencengangkan. Survei menemukan 17% atau sekitar 17 dari 100 orang meyakini bahwa dirinya tidak akan tertular Covid-19 . "Jadi, mereka yakin bahwa mereka itu tidak akan tertular atau tidak mungkin tertular,” ungkap Suhariyanto.

Secara umum, dalam surveinya, BPS menemukan tingkat kepatuhan masyarakat untuk mengenakan masker cukup tinggi, yakni 92%. Angka ini menunjukkan kenaikan 8% dibandingkan survei sebelumnya. Namun untuk kepatuhan mencuci tangan dan menjaga jarak masih perlu ditingkatkan, karena tingkat kepatuhan masing-masing hanya 75,38% dan 73,54%.

“Jadi dari temuan ini secara umum menggembirakan, tetapi kita perlu memperhatikan penerapan, baik untuk mencuci tangan maupun menjaga jarak. Karena 3M ini pada posisi ideal, tiga komponennya harusnya berjalan secara paralel,” ungkap Suhariyanto.

BPS juga memaparkan, riset menemukan perempuan lebih patuh terhadap protokol kesehatan untuk mencegah Covid-19 jika dibandingkan dengan laki-laki. Survei juga menemukan tingkat pendidikan memengaruhi tingkat kedisiplinan protokol kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, kepatuhannya semakin meningkat.

Jika dilihat berdasarkan umur, masyarakat yang berumur lebih tinggi jauh lebih patuh protokol kesehatan. Karena itu, Suhariyanto menggarisbawahi perlunya sosialisasi yang bisa spesifik menyentuh kalangan muda.

Suhariyanto berharap temuan ini bisa digunakan untuk pengambilan kebijakan ke depan dalam penanganan Covid-19, terutama untuk mempertajam kebijakan yang selama ini sudah dijalankan. (Baca juga: Pneumonia Butuh Penanganan Serius)

Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menegaskan bahwa data dari hasil survei ini penting dan sangat strategis untuk menentukan kebijakan pemerintah ke depan dalam penanganan Covid-19.

“Dalam berbagai kesempatan, Bapak Presiden menekankan pentingnya data. Dan setiap kebijakan yang dilakukan harus berdasarkan data, harus berdasarkan kajian dan juga harus berdasarkan survei,” ungkap Doni dalam Rilis Hasil Survei Perilaku Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19, di Media Center Satgas Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, kemarin.

Doni melihat survei BPS sangat strategis, karena Covid-19 media transmisinya adalah manusia, bukan hewan seperti halnya flu burung dan flu babi. Dengan demikian, melalui survei ini Satgas bisa mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat terhadap ancaman Covid-19.

“Nah, oleh karenanya kita perlu mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat terhadap ancaman virus Covid ini. Dan kira-kira, apa saja yang menjadi hambatan-hambatan dalam melaksanakan ketentuan terhadap suatu protokol kesehatan,” katanya.

Selain itu, Doni mengatakan bahwa menangani pandemi Covid-19 tidak bisa mengandalkan tenaga medis saja. Dia pun menegaskan, apa yang dilakukan Satgas selama ini bukan semata-mata operasi medis atau operasi kesehatan, melainkan lebih cenderung pada operasi kemanusiaan.

“Apa maksudnya? Adalah menempatkan masyarakat sebagai garda terdepan sebagai ujung tombak dalam pencegahan. Karena kalau tidak ada upaya maksimal dalam proses pencegahan maka rumah sakit akan banyak terisi oleh pasien Covid,” kata Doni. (Baca juga: Era Teknologi KTP Biometrik Dimulai)

Doni pun menegaskan bahwa tenaga kesehatan adalah benteng terakhir dalam penanganan Covid-19. Karena itu, yang harus ditekankan seperti diminta WHO, pakar-pakar epidemiologi, dan pakar kesehatan, adalah bagaimana masyarakat patuh pada protokol kesehatan.

“Yang diminta itu tidak sebanding dengan pengorbanan para dokter, para pejuang kemanusiaan, termasuk juga para perawat yang menghabiskan waktunya bersama pasien Covid. Yang sudah pasti, mereka memiliki risiko yang sangat besar,” ungkap Doni.

Dia lantas memprihatinkan temuan adanya 17% masyarakat yang mereka tidak akan terpapar Covid-19. Dia menandaskan, jika 17% tersebut dari 270 juta penduduk Indonesia maka hampir 50 juta orang meyakini dirinya tidak akan tertular Covid-19.

“Saya ulangi, hampir 50 juta orang, ya. Jadi kurang lebih sekitar 45 juta orang. Angka ini suatu angka yang sangat besar, 45 juta orang warga negara Indonesia masih merasa tidak akan terpapar Covid atau tidak akan kena Covid,” kata Doni. (Baca juga: Jalan terjal Anwar Ibrahim Jadi PM Malaysia)

Mini Lockdown

Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan pentingnya intervensi berbasis lokal dalam penanganan Covid-19. Dia meminta pemerintah agar juga melakukan hal ini untuk mencegah penularan Covid-19. “Ini perlu saya sampaikan sekali lagi kepada komite, bahwa intervensi berbasis lokal ini agar disampaikan kepada provinsi kabupaten/kota,” katanya saat membuka rapat terbatas kemarin.

Dia mengatakan pembatasan sosial dapat dilakukan hanya di lokasi-lokasi tertentu yang menjadi klaster penyebaran Covid-19. Misalnya pembatasan dilakukan dengan skala mikro, baik itu di tingkat desa, di tingkat kampung, di tingkat RW/RT, atau di kantor atau di pondok pesantren.

“Mini lockdown yang berulang itu akan lebih efektif. Jangan sampai kita generalisasi satu kota atau satu kabupaten apalagi satu provinsi, ini akan merugikan banyak orang,” pungkasnya.

Langkah mini atau mini lockdown diterapkan di Jawa Barat. Langkah yang disebut pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) diterapkan di tingkat lingkungan pesantren, desa, hingga kecamatan. “Pola PSBM dinilai efektif dalam menekan potensi meluasnya sebaran Covid,’’ tandas Emil. (Lihat videonya: Sepeda Kayu dari Limbah Kayu Pinus)

Sementara itu, kasus positif virus Covid-19 kemarin bertambah 3.509 kasus. Dengan demikian, akumulasi kasus menjadi 278.722 orang. Jumlah ini merupakan hasil tracing melalui pemeriksaan 32.189 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Selain itu, juga dilaporkan kasus yang sembuh dari Covid-19 pada hari ini tercatat bertambah 3.856 orang, sehingga total 206.870 orang sembuh. Sementara jumlah yang meninggal kembali bertambah 87 orang, sehingga jumlah meninggal menjadi 10.473 orang. (Binti Mufarida/Dita Angga/Agung Bhakti Sarasa)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1231 seconds (0.1#10.140)