Urgensi Perluasan Makna Penyiaran

Jum'at, 25 September 2020 - 07:25 WIB
loading...
Urgensi Perluasan Makna Penyiaran
Rio Christiawan
A A A
Rio Christiawan
Dosen Hukum Universitas Prasetiya Mulya

"Tersangka pembunuhan dan mutilasi memelajari cara mutilasi dari YouTube".

MEMBUKA artikel ini dengan berita pembunuhan yang menggunakan tayangan video on demand (VoD) sebagai media untuk merencanakan kejahatannya itu sendiri. Belakangan ini tayangan VoD seperti Netflix, Viu, YouTube dan sejenisnya semakin marak di masyarakat. Dengan mudah VoD dapat dinikmati konsumen berdasarkan layanan media over the top (OTT), yakni layanan berbasis pada internet. Sesuai data lembaga perlindungan konsumen bahwa terjadi peningkatan penggunaan internet pada enam bulan terakhir, yakni Maret-Agustus 2020 (selama pandemi). Penggunaan internet yang meningkat selain guna keperluan belajar dan bekerja sehubungan kegiatan work from home (WFH) selama pandemi, penggunaan terbesar lainnya adalah untuk akses VoD.

Persoalan bebasnya akses VoD yang hanya membutuhkan kuota internet dan biaya yang sangat murah (rata-rata sekitar Rp150.000/bulan), selain dapat menyajikan hiburan pada masyarakat di tengah pandemi, juga terkandung ancaman dampak negatif dari tayangan VoD tersebut. Misalnya film berjudul 365 yang tayang di Netflix secara jelas mengandung pornografi namun film tersebut menjadi trending begitu mudah untuk diakses oleh semua kalangan.

Saat ini sudah tidak asing lagi perbincangan tentang persoalan rumah tangga dalam drama Korea (drakor) pada para murid sekolah, atau tayangan kontroversial khas YouTube hanya demi untuk mengejar views.Persoalannya, jika tayangan VoD bersifat bebas akses, maka tayangan tersebut justru akan menjadi media diseminasi hal-hal yang negatif. Hal ini bertentangan dengan tujuan penyiaran sebenarnya, sebagaimana diuraikan oleh Sastraatmaja (2018), yakni penyiaran merupakan media diseminasi hal yang positif bagi peradaban bangsa.

Artinya, dalam hal ini melihat pesatnya pertumbuhan industri hiburan melalui platform VoD berbasis internet, maka pengawasan terhadap substansi (containt) dalam tayangan VoD menjadi urgensi untuk segera ditindaklanjuti secara serius. Selama ini tayangan VoD tidak diawasi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena VoD tidak terkualifikasi sebagai penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. VoD tidak memenuhi frasa "...dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran", sehingga secara hukum tayangan VoD dianggap bukan penyiaran yang harus diawasi oleh KPI.

Perluasan Makna Penyiaran
KPI adalah lembaga yang lahir dari UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Itu artinya tugas KPI terkait dengan pengawasan tayangan penyiaran adalah bergantung pada definisi penyiaran yang ada dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran. Persoalannya, secara empiris dengan mengacu pada fakta yang berkembang di masyarakat, definisi penyiaran sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran sudah tidak relevan lagi. Urgensi perlunya perluasan makna penyiaran adalah saat ini, khususnya di era revolusi industri 4.0 yang sangat mengandalkan internet of thing (IoT), maka banyak siaran sudah menggunakan platform VoD berbasis akses internet.

Melihat pada fakta tersebut, artinya pengertian on demand adalah menghapuskan makna serentak dan bersamaan pada definisi penyiaran itu sendiri sehingga dalam perkembangannya saat ini ada urgensi untuk melakukan perluasan makna pada penyiaran dengan menghapus frasa ‘serentak dan bersamaan’ pada Pasal 1 ayat (2) UU 32 Nomor/2002 tentang Penyiaran. Secara hukum dengan dihapusnya frasa kata tersebut, maka UU Penyiaran dapat diperlakukan pada tayangan berbasis VoD berbasis akses internet.

Perluasan makna penyiaran secara hukum dapat ditempuh melalui dua cara, yakni dengan mengganti atau merevisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran atau Mahkamah Konstitusi melalui proses uji materiil atas Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002. Kedua aturan ini dapat menghapus frasa kata ‘serentak dan bersamaan’ sehingga definisi penyiaran mengalami perluasan makna secara hukum dengan mencakup tayangan VoD berbasis akses internet.

Melihat urgensi yang ada, maka idealnya perluasan makna penyiaran tersebut dapat dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi dengan proses uji materiil atas Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32/2002. Sebaliknya, proses perluasan makna penyiaran melalui proses legislatif dengan perubahan atau pembentukan aturan yang menggantikan UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dapat ditempuh jika perluasan makna penyiaran tidak dapat ditempuh melalui Mahkamah Konstitusi. Dalam hal ini seharusnya Mahkamah Konstitusi dapat mengakomodasi mengingat secara hukum nyata-nyata ada urgensi perluasan makna dari penyiaran itu sendiri.

Perluasan Peran KPI
Tujuan dibentuknya KPI dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran agar siaran yang ditayangkan tidak bertentangan dengan budaya bangsa dan mengandung nilai-nilai moral yang baik. Dalam hal ini, artinya jika tayangan VoD berbasis akses internet tidak masuk dalam kualifikasi penyiaran, maka dapat dikatakan secara filosofis, sosiologis, maupun normatif UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran tidak dapat berfungsi lagi.

Sebaliknya dalam hal ini jika terjadi perluasan makna penyiaran dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, maka aturan tersebut masih dapat berfungsi. Sebagaimana diuraikan oleh Roscoe Pound (1987) bahwa salah satu tujuan aturan adalah ‘as a tool of social engineering dan as a tool of social control’. Jika definisi penyiaran mengalami perluasan makna dalam UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran, artinya secara otomatis, maka KPI juga mengalami perluasan peran, yakni termasuk mengawasi tayangan berbasis VoD) berbasis akses internet.

Perluasan makna definisi penyiaran maupun perluasan makna peran dan tugas KPI inilah yang dibutuhkan agar UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran dapat berfungsi sebagai optimal. Artinya, pemerintah sebagai regulator memberikan standar aturan yang sama bagi industri media elektronik berbasis tayangan tanpa membedakan berbasis satelit (siaran konvensional) maupun VoD berbasis akses internet. Demikian pula pemerintah melalui KPI sebagai pengawas juga memberlakukan pengawasan yang sama pada setiap tayangan yang dapat diakses oleh masyarakat. Termasuk di antaranya dengan adanya perluasan makna penyiaran, maka KPI dapat menjatuhkan sanksi pada tayangan berbasis VoD berbasis akses internet. Dengan demikian, setiap tayangan yang diakses masyarakat akan dapat memberikan nilai lebih yang positif pada masyarakat, di samping pemerintah juga perlu mewujudkan ‘fair treatment’ (perlakuan yang adil berbasis aturan yang sama) pada dunia industri.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0653 seconds (0.1#10.140)