Jokowi Serukan Dunia Bersatu Atasi Covid-19
loading...
A
A
A
Dalam pidato itu Xi menyindir Trump dengan menekankan perlunya respons global dan menempatkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai pemimpin dalam penanganan pandemi.
“Kita seharusnya memperkuat solidaritas dan melalui ini (pandemi) secara bersama-sama. Kita seharusnya mengikuti petunjuk sains dan memberikan peranan kepada WHO untuk memimpin dan meluncurkan respons internasional. Segala upaya politisasi atau stigmatisasi harus ditolak,” ucap XI, dilansir Reuters.
Trump dan Xi, pemimpin negara ekonomi terbesar di dunia, bukan kali ini saja bersitegang, terutama dalam bidang perdagangan dan teknologi. Kondisi ini menyiratkan hubungan kedua negara pada level terburuk dalam beberapa dekade terakhir. (Baca juga: Riau Jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)
Trump yang menghadapi pemilu pada November mendatang seolah-olah tidak ingin disalahkan dalam penanganan pandemi di negaranya sehingga lebih menyerang China. Dia menuding Beijing mengizinkan orang meninggalkan China lebih awal sehingga menyebabkan dunia terinfeksi virus korona, sedangkan larangan bepergian domestik dilarang.
“Kita harus mendorong akuntabilitas bangsa yang menyebabkan wabah ini menyebar ke seluruh dunia, yakni China,” tuding Trump pada video yang sudah direkam sebelumnya. “Pemerintah China dan WHO yang mengontrol China telah salah mendeklarasikan bahwa tidak ada bukti penularan antarmanusia,” sebut Trump sembari mendorong PBB meminta China menjelaskan tindakannya.
Mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon memprihatinkan kondisi yang terjadi di tengah ulang tahun PBB ke-75 ini kondisi multilateralisme diwarnai kekacauan serius. Indikasinya, terlihat pada kebijakan luar negeri Trump, America First, yang membuat AS mengabaikan perjanjian multilateral dari Perjanjian Iklim Paris hingga kesepakatan nuklir Iran.
Di sisi lain, China secara jelas memosisikan dirinya sebagai pendukung baru PBB. Tetapi, pengaruh China yang meningkat tentu diikuti dengan konsekuensi. Jika Beijing mencurahkan lebih banyak uang untuk mendanai badan-badan PBB seperti Organisasi Kesehatan Dunia, maka negara itu akan menginginkan lebih banyak suara di PBB.
Secara tidak langsung Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengungkapkan rasa prihatinnya dengan berbicara tentang hal mendasar yang dihadapi PBB. “Kita perlu mengetahui nilai persatuan karena mereka telah hidup melalui perang dan pandemi sebelumnya,” katanya. (Baca juga: Tangani Wabah Corona, RI Pinjam Lagi ke ADB)
Dia pun memperingatkan soal "perang dingin" dan kondisi yang bergerak ke arah yang sangat berbahaya. Guterres mengingatkan, kalau dunia tidak bisa memiliki masa depan dengan dua ekonomi terbesar membelah dunia dalam ”keretakan besar” (great fracture) karena masing-masing dengan aturan perdagangan dan keuangannya sendiri serta kapasitas internet dan kecerdasan buatan. "Perpecahan dalam bidang teknologi dan ekonomi berisiko berubah menjadi perpecahan geostrategis dan militer. Kita harus menghindari ini dengan segala cara,” paparnya.
Diskusi terbuka tentang konsekuensi dari "keretakan besar" ini menunjukkan betapa cepatnya dunia berubah dan bagaimana para diplomat berjuang keras untuk mengikutinya. (Lihat videonya: Gelar Habib, Asal Muasal dan Sejarahnya)
“Kita seharusnya memperkuat solidaritas dan melalui ini (pandemi) secara bersama-sama. Kita seharusnya mengikuti petunjuk sains dan memberikan peranan kepada WHO untuk memimpin dan meluncurkan respons internasional. Segala upaya politisasi atau stigmatisasi harus ditolak,” ucap XI, dilansir Reuters.
Trump dan Xi, pemimpin negara ekonomi terbesar di dunia, bukan kali ini saja bersitegang, terutama dalam bidang perdagangan dan teknologi. Kondisi ini menyiratkan hubungan kedua negara pada level terburuk dalam beberapa dekade terakhir. (Baca juga: Riau Jadi Pusat Perhatian Penanganan Karhutla)
Trump yang menghadapi pemilu pada November mendatang seolah-olah tidak ingin disalahkan dalam penanganan pandemi di negaranya sehingga lebih menyerang China. Dia menuding Beijing mengizinkan orang meninggalkan China lebih awal sehingga menyebabkan dunia terinfeksi virus korona, sedangkan larangan bepergian domestik dilarang.
“Kita harus mendorong akuntabilitas bangsa yang menyebabkan wabah ini menyebar ke seluruh dunia, yakni China,” tuding Trump pada video yang sudah direkam sebelumnya. “Pemerintah China dan WHO yang mengontrol China telah salah mendeklarasikan bahwa tidak ada bukti penularan antarmanusia,” sebut Trump sembari mendorong PBB meminta China menjelaskan tindakannya.
Mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon memprihatinkan kondisi yang terjadi di tengah ulang tahun PBB ke-75 ini kondisi multilateralisme diwarnai kekacauan serius. Indikasinya, terlihat pada kebijakan luar negeri Trump, America First, yang membuat AS mengabaikan perjanjian multilateral dari Perjanjian Iklim Paris hingga kesepakatan nuklir Iran.
Di sisi lain, China secara jelas memosisikan dirinya sebagai pendukung baru PBB. Tetapi, pengaruh China yang meningkat tentu diikuti dengan konsekuensi. Jika Beijing mencurahkan lebih banyak uang untuk mendanai badan-badan PBB seperti Organisasi Kesehatan Dunia, maka negara itu akan menginginkan lebih banyak suara di PBB.
Secara tidak langsung Sekjen PBB Antonio Guterres juga mengungkapkan rasa prihatinnya dengan berbicara tentang hal mendasar yang dihadapi PBB. “Kita perlu mengetahui nilai persatuan karena mereka telah hidup melalui perang dan pandemi sebelumnya,” katanya. (Baca juga: Tangani Wabah Corona, RI Pinjam Lagi ke ADB)
Dia pun memperingatkan soal "perang dingin" dan kondisi yang bergerak ke arah yang sangat berbahaya. Guterres mengingatkan, kalau dunia tidak bisa memiliki masa depan dengan dua ekonomi terbesar membelah dunia dalam ”keretakan besar” (great fracture) karena masing-masing dengan aturan perdagangan dan keuangannya sendiri serta kapasitas internet dan kecerdasan buatan. "Perpecahan dalam bidang teknologi dan ekonomi berisiko berubah menjadi perpecahan geostrategis dan militer. Kita harus menghindari ini dengan segala cara,” paparnya.
Diskusi terbuka tentang konsekuensi dari "keretakan besar" ini menunjukkan betapa cepatnya dunia berubah dan bagaimana para diplomat berjuang keras untuk mengikutinya. (Lihat videonya: Gelar Habib, Asal Muasal dan Sejarahnya)