Keluar dari Situasi Konflik di Papua

Rabu, 23 September 2020 - 07:02 WIB
loading...
Keluar dari Situasi...
Dalam sepekan itu, aksi teror gerombolan mereka memakan tujuh korban. Korban terakhir merupakan seorang pendeta Yeremia Zanambani yang tewas ditembak di Kabupaten Intan Jaya. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Tangis haru keluarga mengiringi pemakaman jenazah Serka Syahlan yang gugur ditembak kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Korban dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Palia, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Utara, Sabtu (19/9/2020).

Pemakaman bintara tingkat tiga ini dilakukan dengan upacara militer karena Serka Syahlan gugur saat menjalankan tugas operasi BKO di Koramil Hitadipa di Kabupaten Intan Jaya, Papua, Kamis (17/9/2020). Keluarga tampak sangat berduka atas kepergian Serka Syahlan yang merupakan anggota Kodim 1404 Pinrang. Almarhum meninggalkan seorang istri dan empat orang anak yang masih kecil. (Baca: Umur, Sebuah Nikmat yang Akan Ditanya Tentangnya)

Serka Syahlan merupakan satu di antara korban kebrutalan kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua. Dalam sepekan itu, aksi teror gerombolan mereka memakan tujuh korban. Korban terakhir merupakan seorang pendeta Yeremia Zanambani yang tewas ditembak di Kabupaten Intan Jaya.

Aksi KKB ini memang kerapkali dilakukan untuk menunjukkan eksistensi mereka kepada masyarakat termasuk dunia. Gerombolan ini bahkan selalu memanfaatkan momen-momen tertentu untuk mencari perhatian dunia internasional, terutama menjelang Sidang Umum PBB yang akan berlangsung pada 22-29 September 2020. Aksi teror juga kerapkali dilakukan menjelang bulan Juli di mana mereka mengklaim sebagai Hari Kemerdekaan Papua Barat.

Gejolak di Papua tidak hanya dilakukan gerombolan KKB. Pada Agustus 2019, Kota Jayapura dilanda kerusuhan disertai perusakan sejumlah gedung. Ribuan massa turun ke jalan hingga suasana mencekam. Kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) di Abepura dirusak dan dibakar. Tower telekomunikasi nirkabel atau base transceiver station (BTS) milik PT Telkom juga dibakar.

Kerusuhan dipicu insiden penyerangan dan pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur. Di Surabaya sebanyak 43 mahasiswa asal Papua sempat diangkut dan diperiksa di Polrestabes Surabaya. Apa yang terjadi di Surabaya dan Malang sebenarnya hanya peristiwa kecil. Namun, ada oknum tertentu yang memanfaatkan kejadian di dua kota tersebut untuk memicu kerusuhan yang lebih besar lagi.

Anggota Komisi I DPR Yan Permenas Mandenas meminta aparat kepolisian bersama TNI segera melakukan investigasi dan mengungkapkan para pelaku terkait rentetan penembakan di Kabupaten Intan Jaya. (Baca juga: Kasus Corona Capai 4.000 per Hari, IDI Berikan Dua Solusi)

Dia mengaku sedih melihat konflik yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya. Dalam sepekan kemarin, mulai dari tiga tukang ojek ditembak, dua anggota TNI, dan terakhir seorang pendeta terkena tembakan hingga meninggal dunia.

Politikus Partai Gerindra ini sudah meminta Panglima TNI, KSAD, Kapolri, Pangdam, dan Kapolda Papua agar serius mengusut peristiwa ini dengan membentuk tim investigasi. ”Dengan begitu, ada langkah-langkah ke depan untuk menyelesaikan konflik dan mendeteksi ancaman gangguan keamanan yang mengorbankan masyarakat sipil dan aparat keamanan. Termasuk langkah tegas mengungkap siapa dalang penembakan hamba Tuhan yang terjadi tadi malam,” ucapnya.

Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, penembakan Pendeta Yeremia menambah rentetan kekerasan bersenjata yang terjadi di Intan Jaya sepanjang 2020 ini. Dalam catatan Komnas HAM, ada delapan korban dari pihak sipil dan TNI. “Komnas HAM memberikan perhatian terhadap kasus penembakan Pendeta Yeremia tersebut. Komnas HAM akan melakukan pendalaman terhadap fakta-fakta yang terjadi,” ujarnya.

Choirul mengingatkan pendekatan kekerasan, apa pun alasan dan latar belakangnya, akan melahirkan pelanggaran HAM. Itu juga berpotensi memunculkan kekerasan lanjutan. “Oleh karenanya, Komnas HAM menyerukan penghentian kekerasan, khususnya kekerasan bersenjata agar perdamaian terwujud di Papua,” pungkasnya.

Panasnya situasi di Papua yang dipicu aksi KKB dinilai sudah sangat mendesak untuk diatasi secara militer. KKB diduga melakukan serangkaian pembunuhan warga sipil, termasuk seorang pendeta bernama Yeremia Zanambani. Dua prajurit TNI juga gugur akibat kebrutalan kelompok ini. (Baca juga: Duh! Pemerintah Tambah Sempoyongan Tanggung Beban Utang)

Menghadapi kelompok OPM yang kembali berulah, pengamat militer dan intelijen Connie Rahakundini menilai sudah waktunya TNI diberikan peran operasi dalam undang-undang (UU). “Segera masukan separatis, teroris radikalis dalam operasi militer perang TNI dalam UU,” ujar Connie.

Dia menilai, tindakan kelompok OPM ini sudah melewati batas sehingga pemerintah melalui aparat keamanan TNI/Polri harus mengambil langkah tegas terhadap mereka. Dia melihat, jika UU operasi militer untuk menumpas separatis diperkuat, maka sebenarnya kapasitas dan kapabilitas latih tempur TNI yang sudah terbukti terukur dan teruji di tiga medan tersebut akan dengan mudah menumpas kelompok ini.

“Pasukan utama adalah social dan elite forces kita sesuai eskalasi yang ditimbulkan baik dalam konteks militer dan dampaknya pada pandangan dunia internasional alias foreign policy Indonesia,” pungkasnya.

Ketua Tim Kajian Papua LIPI sekaligus penulis buku Papua Road Map Adriana Elisabeth menilai, masyarakat Papua tampaknya masih dalam proses panjang untuk keluar dari situasi konflik, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal yang mulai tampak pascakerusuhan di Wamena dan Jayapura 2019. “Apa yang bisa dilakukan? Upaya membangun perdamaian harus terus dilakukan, bahkan harus dalam bentuk yang lebih masif,” ucapnya. (Baca juga: Arab saudi Siap-siap Cabut Larangan Umrah)

Jika selama ini Indonesia telah berkontribusi secara signifikan dalam program perdamaian dunia, baik sebagai fasilitator, mediator, dan juga pasukan perdamaian (peace mission) di wilayah-wilayah konflik di dunia, maka pengalaman berharga ini perlu diadopsi dalam konteks resolusi damai Papua. ”Kalau Menhan akan merekrut 1.000 Bintara Otsus, mengapa tidak merekrut 1.000 pasukan perdamaian tanpa senjata untuk Papua dan Papua Barat,” katanya.

Misi perdamaian Papua bukan sekadar kegiatan sosial kemanusiaan atau bagi-bagi sembako, namun merupakan langkah strategis yang komprehensif. Di mana landasan transformasi konflik dan membangun perdamaian diletakkan, baik melalui pembangunan kapasitas, pelatihan, proses pendidikan berbasis kearifan lokal, maupun konsultasi publik dan pembicaraan-pembicaraan damai (peace talks).

“Pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum untuk merancang masa depan Papua yang aman dan damai. New normal bagi Papua bukan hanya mengenai penanggulangan penyebaran dan penularan virus korona, namun juga bagaimana merajut kembali relasi sosial untuk perdamaian Papua dalam jangka panjang,” tuturnya. (Lihat videonya: Merasa Jenuh, Pasien Covid-19 di Kalteng Jebol Ruang Isolasi)

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD sebelumnya mengatakan pemerintah tidak melakukan perubahan kebijakan dalam menyelesaikan konflik Papua. Pemerintah akan menggunakan pendekatan kesejahteraan, tetapi memperkuat koordinasi. “Secara umum tidak ada kebijakan baru di dalam penanganan Papua karena memang itu masalah rutin saja. Pendekatannya kesejahteraan. Cuma nanti koordinasinya akan lebih diperkuat,” kata Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengungkapkan, pendekatan kesejahteraan berupa penguatan koordinasi program seperti perindustrian dan perdagangan. (M Yamin/SINDOnews)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2382 seconds (0.1#10.140)