Komisi IX DPR Nilai Pakta Integritas Tak Perlu Jadi Polemik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti angkat bicara soal kisruh pakta integritas yang harus diisi oleh mahasiswa baru Universitas Indonesia (UI) .
Menurut dia, hal itu jangan dijadikan polemik. Agustina menilai, jika dibaca dengan tenang, pakta integritas itu sebenarnya hal yang umum dan lebih merupakan persoalan tata tertib kehidupan kampus.
"Pakta integritas itu bukan sesuatu yang aneh. Saya membaca itu sebagai pagar yang dibuat kampus agar mahasiswa terhindar dari kegiatan intra atau ektrakampus yang jauh dari tata nilai bangsa," tutur Agustina, Selasa 15 September 2020.
Dia mengakui ada pergeseran budaya di mahasiswa saat ini. Zaman yang berubah cepat, akses informasi yang demikian mudah, membuat dunia terakses tanpa filter.( )
Tanpa disadari, kata dia, mahasiswa menjadi terinfiltrasi nilai-nilai baru tanpa memiliki kemampuan untuk menyaring atau mengadaptasikan nilai baru itu agar sesuai dengan watak dan budaya bangsa.
“Persoalannya pada infiltrasi budaya yang demikian masif. Budaya dari luar yang masuk begitu saja. Yang jika generasi muda, terutama mahasiswa, tidak kita bantu untuk mem-filternya, mereka akan adopsi begitu saja. Padahal, banyak nilai-nilai itu yang bertentangan dengan watak bangsa, kebudayaan kita, dan dasar negara kita, Pancasila,” tuturnya.
Agustina memandang ada persoalan kebudayaan yang harus segera dijawab di kampus. Mahasiswa harus diperkaya dan dimudahkan untuk mengakses dan mengenali budaya bangsa. Ada nilai-nilai bangsa yang tidak boleh tidak harus dipelajari dan dijadikan karakter diri, yang nantinya akan menjadi benteng ketika menghadapi terpaan budaya asing.
“Kita tentu tidak ingin mahasiswa diterpa budaya asing justru ketika mereka dalam kekosongan budaya kita sendiri. Bahaya itu. Itu sebabnya, dalam RAPBN 2021 dengan Dirjen Dikti dan Dirjen Kebudayaan, saya mengusulkan agar dibangun pusat studi kebudayaan di tiap kampus. Tujuannya apa? Pewarisan nilai-nilai budaya bangsa. Agar ketika mereka nanti lulus sudah memiliki modal budaya,” katanya.
Ketua IKA Fakultas Ilmu Budaya Undip itu menilai jika modal budaya bangsa sudah dimiliki mahasiswa, tidak akan jadi masalah jika kemudian mereka mengakses budaya lain. Yang terjadi kemudian, menurutnya, adalah adaptasi, dan bukan adopsi.
“Yang terjadi sekarang kan adopsi, kagum dan mengikuti budaya luar, dan menjauhkan budaya sendiri. Sebabnya satu, mereka tidak mengenal dengan benar budaya bangsa ini, lalu menganggap budaya lain lebih oke, lebih luhur, dan lainnya. Nah, kondisi kekosongan budaya di kampus ini yang harus segera diisi. Kampus harus menjadi ibu susuan atau almamater budaya bagi mahasiswa,” tuturnya.
Agustina beranggapan jika pakta integritas bagi mahasiswa baru UI itu dibaca dalam perspektif budaya maka seharusnya tidak akan muncul polemik. Agustina yakin semua pihak pasti bersepakat untuk memberikan modal budaya bagi mahasiswa. Sehingga dalam kehidupan sosial-ekonominya kelak, mereka tetap memiliki panduan nilai-nilai bangsa.(
)
Meski begitu, Agustina mengakui, dari dari semua pakta integritas itu, ada satu poin yang memang harus direvisi, poin kesebelas, menyangkut hak mahasiswa untuk berorganisasi ekstrakampus.
Menurut dia, kegiatan ekstra kampus justru menjadi kawah pengemblengan diri mahasiswa, mematangkan tradisi berpikir dan mengembangkan wawasan kebangsaan dalam praktik.
Dia menilai jika mahasiswa telah mendapatkan asupan budaya, kampus tidak perlu lagi terlalu khawatir akan aktivitas ekstrakampus. “Mahasiswa yang sudah punya modal budaya ini pasti akan memilih kegiatan ektrakampus yang positif, yang justru mendukung karakter dan jiwa bangsa. Mereka justru akan mencari organisasi ekstra yang menjadi cerminan dari budaya bangsa kita,” pungkasnya.
Menurut dia, hal itu jangan dijadikan polemik. Agustina menilai, jika dibaca dengan tenang, pakta integritas itu sebenarnya hal yang umum dan lebih merupakan persoalan tata tertib kehidupan kampus.
"Pakta integritas itu bukan sesuatu yang aneh. Saya membaca itu sebagai pagar yang dibuat kampus agar mahasiswa terhindar dari kegiatan intra atau ektrakampus yang jauh dari tata nilai bangsa," tutur Agustina, Selasa 15 September 2020.
Dia mengakui ada pergeseran budaya di mahasiswa saat ini. Zaman yang berubah cepat, akses informasi yang demikian mudah, membuat dunia terakses tanpa filter.( )
Tanpa disadari, kata dia, mahasiswa menjadi terinfiltrasi nilai-nilai baru tanpa memiliki kemampuan untuk menyaring atau mengadaptasikan nilai baru itu agar sesuai dengan watak dan budaya bangsa.
“Persoalannya pada infiltrasi budaya yang demikian masif. Budaya dari luar yang masuk begitu saja. Yang jika generasi muda, terutama mahasiswa, tidak kita bantu untuk mem-filternya, mereka akan adopsi begitu saja. Padahal, banyak nilai-nilai itu yang bertentangan dengan watak bangsa, kebudayaan kita, dan dasar negara kita, Pancasila,” tuturnya.
Agustina memandang ada persoalan kebudayaan yang harus segera dijawab di kampus. Mahasiswa harus diperkaya dan dimudahkan untuk mengakses dan mengenali budaya bangsa. Ada nilai-nilai bangsa yang tidak boleh tidak harus dipelajari dan dijadikan karakter diri, yang nantinya akan menjadi benteng ketika menghadapi terpaan budaya asing.
“Kita tentu tidak ingin mahasiswa diterpa budaya asing justru ketika mereka dalam kekosongan budaya kita sendiri. Bahaya itu. Itu sebabnya, dalam RAPBN 2021 dengan Dirjen Dikti dan Dirjen Kebudayaan, saya mengusulkan agar dibangun pusat studi kebudayaan di tiap kampus. Tujuannya apa? Pewarisan nilai-nilai budaya bangsa. Agar ketika mereka nanti lulus sudah memiliki modal budaya,” katanya.
Ketua IKA Fakultas Ilmu Budaya Undip itu menilai jika modal budaya bangsa sudah dimiliki mahasiswa, tidak akan jadi masalah jika kemudian mereka mengakses budaya lain. Yang terjadi kemudian, menurutnya, adalah adaptasi, dan bukan adopsi.
“Yang terjadi sekarang kan adopsi, kagum dan mengikuti budaya luar, dan menjauhkan budaya sendiri. Sebabnya satu, mereka tidak mengenal dengan benar budaya bangsa ini, lalu menganggap budaya lain lebih oke, lebih luhur, dan lainnya. Nah, kondisi kekosongan budaya di kampus ini yang harus segera diisi. Kampus harus menjadi ibu susuan atau almamater budaya bagi mahasiswa,” tuturnya.
Agustina beranggapan jika pakta integritas bagi mahasiswa baru UI itu dibaca dalam perspektif budaya maka seharusnya tidak akan muncul polemik. Agustina yakin semua pihak pasti bersepakat untuk memberikan modal budaya bagi mahasiswa. Sehingga dalam kehidupan sosial-ekonominya kelak, mereka tetap memiliki panduan nilai-nilai bangsa.(
Baca Juga
Meski begitu, Agustina mengakui, dari dari semua pakta integritas itu, ada satu poin yang memang harus direvisi, poin kesebelas, menyangkut hak mahasiswa untuk berorganisasi ekstrakampus.
Menurut dia, kegiatan ekstra kampus justru menjadi kawah pengemblengan diri mahasiswa, mematangkan tradisi berpikir dan mengembangkan wawasan kebangsaan dalam praktik.
Dia menilai jika mahasiswa telah mendapatkan asupan budaya, kampus tidak perlu lagi terlalu khawatir akan aktivitas ekstrakampus. “Mahasiswa yang sudah punya modal budaya ini pasti akan memilih kegiatan ektrakampus yang positif, yang justru mendukung karakter dan jiwa bangsa. Mereka justru akan mencari organisasi ekstra yang menjadi cerminan dari budaya bangsa kita,” pungkasnya.
(dam)